Makan Siang Bersama Anak-Anak Palestina di Yordania

Makan Siang Bersama Anak-Anak Palestina di Yordania
Makan Siang Bersama Anak-Anak Palestina di Yordania / Foto Istimewa

Cuaca kota Amman, ibukota Yordania di pagi akhir Februari itu cerah namun hawa dingin amat menusuk.  Siraman sinar matahari melimpah, sangat menggoda untuk berjemur.  Namun tatkala tubuh terpapar udara luar sontak suhu dingin menyergap menembus lapisan jaket yang dipakai.  Tercatat suhu hari itu sekitar 12 derajat.  Sudah lumayan dibandingkan dengan saat subuh yang cuma 6 derajat.  Mobil Peugeot yang kami tumpangi  melaju lincah ditengah-tengah keramaian lalu lintas kota.  Kami sedang dalam perjalanan menuju Jaufah, sebuah kamp di kawasan old town, untuk menengok anak-anak pengungsi Palestina sambil membagikan paket makan siang buat mereka.  

Persiapan santunan ini  boleh dikatakan sangat mendadak dan mepet waktunya.  Namun dengan bantuan sat set para mahasiswa dari Jembatan Amal Sholeh (JAS), dalam waktu kurang dari 24 jam bisa tersedia 100 paket makan siang dan bingkisan yang akan BSMI (Bulan Sabit Merah Indonesia) bagikan sepulang anak-anak itu dari sekolah. Sekolah? Ya, tentu saja anak-anak itu bersekolah.  Merekalah generasi ketiga atau keempat dari keluarga-keluarga yang terusir dari tanah air Palestina pada peristiwa Nakba pada 1948.  Tidak sedikit dari kakek buyut mereka, masih membawa sertifikat kepemilikan bahkan kunci pintu rumah saat mereka terpaksa harus meninggalkan kampung halaman yang indah dan damai di tepi barat.  Itulah titik bermulanya penjajahan oleh zionis Yahudi!

Kami bertemu dengan Mahmoud beserta anak laki-lakinya yang baru berusia 3 tahun.  Anak itu girang bukan main tatkala saya sodorkan sepotong coklat yang dibeli tadi pagi di sebuah toko kecil tak jauh dari penginapan. Mahmoud adalah ketua kamp yang bernaung di bawah ICCS (The Islamic Charity Center Society). Sedikitnya ada 60-an kamp lain yang tersebar di seluruh Amman.  Ayah 4 anak itu segera mengajak kami menuruni tangga sekitar 3 tingkat sampai ke sebuah lapangan dengan hamparan rumput sintetis. Maklumlah, kota Amman ini konturnya memang berbukit-bukit. Di lapangan itulah nanti akan dilangsungkan pembagian paket makan siang untuk anak-anak pengungsi Palestina. Ada sekitar 80 anak yang hadir.

“Lho, kok semua anak laki-laki?” Tanya saya kepada sister Kifah, sang kepala sekolah yang juga sudah hadir bersama timnya.  

“Ya, pas kebetulan hari ini adalah harinya anak laki-laki,” Jawabnya sambil sibuk mengarahkan anak-anak agar berbaris dengan rapi. Mereka semua usia SD.

Rumah Sakit Ibu & Anak (RSIA) Indonesia Dibangun di Gaza City
Maemuna Center Indonesia, bekerja sama dengan Aqsa Working Group, menginisiasi pembangunan RSIA Indonesia di Gaza, Palestina. Hal itu dikatakan Ketua Maemuna Center Indonesia, Onny Firyanti Hamidi, dalam Konferensi Pers di Ruang Diplomasi, Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (7/3/2025).

Sementara itu di lapangan sudah dihamparkan lembaran-lembaran plastik yang nantinya berfungsi sebagai alas makan. Anak-anak yang sudah menerima makanan segera menyantap makanan hangat itu. Mereka duduk rapi, membuka tutup makanan, merobek tutup saos, menuangkannya di potongan ayam, lalu mulai makan dengan lahap. Beberapa anak datang untuk meminta tambahan saos, ada juga yang justru tidak suka saos. Ada-ada saja tingkahnya. Saat saya datangi mereka spontan berteriak, “Thank Youuuu!” Saya balas dengan “Free Palestine!”.  

Saat pembagian makanan ringan untuk dibawa pulang, mereka pun sangat antusias. Bahkan, ada yang minta ditukar. Apa pasal? Ternyata mereka mengincar kantong yang ada Pop Mie di dalamnya! Ini kenapa ya, mie instan asal Indonesia bisa menyihir lidah-lidah sampai ke Palestina?

Usai acara, Mahmoud mengajak tim BSMI mengunjungi klinik yang ada di dalam kamp pengungsian. Ada klinik gigi, klinik kebidanan, dan laboratorium. Dokter gigi asal Yordania itu ramah sekali. Alih-alih menjelaskan tentang aktivitas klinik, ia malah mengenalkan saya dengan pasiennya, seorang wanita Gaza yang tidak bisa kembali ke kampung halamannya pasca menunaikan haji tahun lalu. Akhirnya terdamparlah ia di Jaufah!

Saya lantas Beranjak ke klinik kandungan dan berjumpa dengan dokter Jinan Taha, spesialis obgin. Dokter Jinan berasal dari Irak, sudah 20 tahun mukim di Yordania, dan 10 tahun bekerja di klinik Jaufah, “Kalau musim dingin begini pasien agak berkurang,” Katanya. Sayangnya, klinik tersebut tidak melayani persalinan, melainkan harus dirujuk ke RS.

MUI Gelar Silaturahmi dan Dialog tentang Palestina dengan Ormas Islam dan Lembaga Filantropi
Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional (HLNKI) MUI Pusat menggelar silaturahmi dan dialog bertema “Shiyam Ramadhan, Kemanusiaan dan Kemerdekaan Palestina” bersama ormas Islam anggota MUI, lembaga-lembaga filantropi, dan Aliansi Solidaritas Pembela Palestina, di Kantor MUI Pusat.

Kondisi Pengungsi Palestina di Yordania

Menurut data Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Yordania menampung lebih dari 2 juta pengungsi Palestina, menjadikannya negara dengan jumlah pengungsi Palestina terbesar. Sekitar 370.000 pengungsi masih tinggal di sepuluh kamp pengungsian resmi yang tersebar di seluruh Yordania. Mereka menghadapi berbagai problematika, termasuk keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan, yang diperburuk oleh ketidakstabilan politik di kawasan.

“Bisa dikatakan lebih dari 50% penduduk Yordania ini adalah bangsa Palestina.” Ini ucapan Usamah Luthfi, pembina Yayasan Jembatan Amal Sholeh (JAS) yang menjadi mitra BSMI pada giat kali ini.

“Memang ada beberapa warga Palestina yang telah pindah kewarganegaraan menjadi warga negara Yordania, dan ada juga yang telah mengajukan ijin tinggal sehingga mereka bisa mendapatkan fasilitas seperti pelayanan kesehatan dan tinggal di luar kamp. Akan tetapi jumlahnya tidak banyak,” jelas Agis ketua JAS di kesempatan terpisah.  “Lagi pula yang bisa mengajukan iqamah itu adalah pengungsi pada 1948,” sambungnya.

ICCS, sebagai mitra lokal dalam program ini, telah lama berperan dalam menyediakan layanan kesehatan, pendidikan, dan bantuan sosial bagi para pengungsi. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk komunitas internasional, sangat dibutuhkan untuk meringankan penderitaan para pengungsi. Kegiatan ini setidaknya membuat kita lebih memahami batapa dahsyat dampak kemanusiaan dari genosida berkepanjangan di Palestina. Penjajahan Israel telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang meluas, tidak hanya di Gaza dan Tepi Barat, tetapi juga bagi jutaan pengungsi Palestina yang tersebar di berbagai negara, termasuk Yordania.

Terima kasih kepada seluruh donatur Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) yang karenanya bantuan makan siang dan bingkisan makanan untuk anak pengungsi Palestina ini bisa terselenggara. Semoga Allah memberikan keberkahan atas rejeki yang dipercayakan kepada kami. [nin]

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.