Sejarah peradaban Islam mencatat banyak capaian gemilang yang lahir di bulan Ramadhan, tak hanya dalam aspek spiritual dan sosial, tapi juga perihal teknologi. Salah satu contohnya adalah pengembangan astrolab, alat astronomi yang berperan penting dalam penentuan waktu dan navigasi.
Ramadhan: Bulan Kreativitas dan Kemajuan Ilmiah
Bulan Ramadhan juga bukan hanya momen kemenangan dalam peperangan besar, melainkan periode kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Sejarah mencatat bagaimana Muslim di berbagai belahan dunia tetap produktif dan kreatif meskipun menjalani ibadah puasa. Pencapaian mereka mencakup bidang sains, kedokteran, filsafat, hingga astronomi. Puasa dan ibadah malam tak membuat mereka lalai atau melemah, justru menjadi bahan bakar untuk terus berkarya.
Di antara pencapaian besar dalam bidang astronomi adalah penyempurnaan astrolab, alat yang digunakan untuk mengamati benda langit dan menentukan waktu dengan presisi tinggi. Alat ini memiliki peran krusial dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim, terutama dalam menentukan waktu shalat dan awal bulan Ramadhan.
Peran Penting Maryam Al-Astrulabi dalam Pengembangan Astrolab
Karena Ramadhan adalah bulan ibadah dan puasa bagi umat Muslim, mereka harus menentukan waktu awal dan akhir bulan ini dengan sangat presisi. Di sinilah peran penting Maryam Al Astrulabi, tokoh Muslim, seorang ilmuwan yang tumbuh di kota Aleppo, Suriah, pada abad ke-10, dalam mengembangkan astrolab sebagai alat bantu penentuan waktu.
Dalam kitab Al-Dhakirah fi Mahasin Ahl Al-Jazirah, disebutkan bahwa astrolab digunakan untuk memperkirakan munculnya hilal Idul Fitri. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya alat ini dalam kehidupan umat Muslim, terutama dalam penentuan awal bulan hijriyah.
Maryam yang hidup di era Kekhalifahan Abbasiyah pada masa pemerintahan Sayf Al-Dawla Al-Hamdan, berhasil mengembangkan astrolab selama lebih dari dua dekade, dari tahun 944 hingga 967 M. Alat ini, yang dikenal oleh bangsa Arab sebagai Dzat Al-Safaih, memungkinkan penggunanya untuk melihat posisi benda-benda langit dari suatu lokasi pada waktu tertentu. Astrolab yang dikembangkan Maryam menjadi lebih kompleks dan memiliki akurasi tinggi dibandingkan versi sebelumnya.

Warisan Ilmiah Keluarga Al-Astrulabi
Pengetahuan Maryam dalam bidang astronomi tak muncul begitu saja. Ia mendapatkan bimbingan dari ayahnya, Abu Al-Hasan Koshyar Al-Jili, seorang ilmuwan terkenal dalam bidang astronomi, matematika, dan geografi. Koshyar Al-Jili merupakan penulis beberapa buku penting seperti Al-Isturlab wa Kayfiyyat Amalihi wa I’tibarihi ‘ala Al-Kamal wa Al-Tamam dan Al-Mujmal fi Usul Sina’at Al-Nujum.
Karya-karya ilmuwan Muslim tersebut tersebar di berbagai perpustakaan dunia, termasuk di Turki, Iran, Prancis, Mesir, Suriah, Irak, serta di Universitas Oxford dan Perpustakaan di Inggris. Hal ini menunjukkan betapa besar kontribusi ilmuwan Muslim dalam perkembangan ilmu astronomi.
Peran Astrolab dalam Peradaban Islam
Astrolab bukan sekadar alat astronomi, tetapi juga memiliki fungsi penting dalam kehidupan umat Muslim. Alat ini digunakan untuk:
● Menentukan waktu shalat dengan akurasi tinggi.
● Menentukan arah kiblat, terutama ketika wilayah Islam semakin luas.
● Menentukan awal bulan Ramadhan dan hari-hari besar Islam lainnya.
● Membantu navigasi dalam perjalanan laut dan darat.
Astrolab menjadi alat yang sangat berharga bagi umat Muslim, terutama dalam menjaga ketepatan waktu dalam menjalankan ibadah. Keberadaan alat ini membuktikan bahwa ilmu pengetahuan dan agama dapat berjalan beriringan dalam membangun peradaban yang maju.
Pengakuan Dunia terhadap Kontribusi Maryam Al-Astrulabi
Sebagai bentuk penghargaan atas jasanya dalam bidang astronomi, pada tahun 1990 (1411 H), astronom Amerika Henry E. Holt menamai salah satu sabuk asteroid yang ditemukannya dengan nama Maryam Al-Astrulabi. Penghargaan ini menjadi bukti bahwa kontribusi ilmuwan Muslim tak hanya diakui dalam sejarah Islam, tetapi juga dalam dunia ilmiah modern.
Selain itu, pada tahun 2015 (1437 H), tokoh Maryam Al-Astrulabi menginspirasi penulis Amerika Nnedi Okorafor dalam novel fiksi ilmiahnya yang berjudul Binti. Novel ini kemudian meraih Penghargaan Hugo, salah satu penghargaan tertinggi dalam dunia sastra fiksi ilmiah.

Sejarah mencatat bahwa bulan Ramadhan bukan hanya menjadi momen untuk meningkatkan ibadah, tetapi juga menjadi waktu di mana umat Muslim menghasilkan karya-karya besar yang memberikan manfaat bagi dunia. Pencapaian Maryam Al-Astrulabi dalam mengembangkan astrolab adalah salah satu bukti nyata bahwa Islam mendorong umatnya untuk terus berkarya dan berkontribusi dalam ilmu pengetahuan.
Astrolab yang ia kembangkan tidak hanya bermanfaat bagi peradaban Islam, tetapi juga menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah astronomi dunia. Dengan semangat yang sama, umat Muslim masa kini dapat terus menggali ilmu dan menciptakan inovasi yang bermanfaat bagi umat manusia, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para ilmuwan Muslim terdahulu.

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!