Mengenal Dim Sum
Dim sum, tradisi Kanton yang dicintai, berawal dari Tiongkok kuno, khususnya di sepanjang Jalur Sutra, tempat rumah teh muncul untuk melayani para pelancong yang kelelahan. Praktik ”yum cha” (飲茶), yang secara harfiah dalam dialek Kanton berarti ”minum teh”, menjadi populer pada masa Dinasti Song (960-1279 M). Rumah-rumah teh ketika itu mulai menawarkan hidangan kecil seukuran gigitan untuk menemani minum teh, yang kemudian menjadi cikal bakal dari apa yang sekarang kita kenal sebagai Dim Sum.
Istilah ”dim sum” (點心) dalam dialek Kanton diterjemahkan menjadi ”menyentuh hati”. Hal itu mencerminkan gagasan bahwa hidangan kecil ini pada awalnya dimaksudkan untuk menyentuh hati dan bukan untuk memuaskan rasa lapar.
Di Guangzhou (Kanton), dim sum tetap menjadi puncak acara dalam seminggu. Dim sum disajikan bersama dengan teh untuk pengunjung yang tidak terburu-buru dan ingin menikmati waktu. Kebiasaan ini telah menyebar ke negara tetangga, Hong Kong. Juga ke komunitas Tionghoa lainnya, baik di dalam maupun di luar Tiongkok. Bahkan, dim sum kini dapat ditemukan di seluruh Tiongkok.
Di restoran modern, makanan dapat disajikan dari troli yang melintasi pengunjung dalam prosesi yang konstan untuk disajikan saat dipesan. Teknik pemesanan lainnya adalah dengan mencentang item yang diinginkan pada kartu yang telah dicetak. Semua ini menghasilkan layanan yang cepat, yang membuat dim sum menjadi favorit orang-orang yang hanya memiliki waktu singkat untuk rehat makan.
Di Indonesia, dim sum dikenal secara spesifik sebagai makanan siomay. Namun, siomay sendiri hanyalah salah satu menu yang disajikan dalam dim sum. Ada dua kategori besar dim sum: dikukus dan digoreng. Masing-masing terdiri dari puluhan hidangan.
Contoh kategori pertama adalah char siu bao, bakpao berisi daging, dan siomay. Contoh kategori kedua adalah lumpia, pangsit goreng yang berisi daging cincang dan sayuran, atau sering kali hanya sayuran saja. Hidangan kukus biasanya disajikan dalam keranjang bambu. Di samping pangsit dan lumpia ini, disajikan pula hidangan kecil semisal tulang iga dan ceker ayam.
Dewasa ini, banyak restoran dimsum menambahkan menu seperti roti panggang ala barat (terinspirasi dari masa kependudukan Inggris di Hongkong), mie dan nasi goreng bagi mereka yang ingin makan berat.
Dim sum lebih dari sekadar hidangan. Dim sum merupakan pengalaman budaya yang mencerminkan kekayaan sejarah dan seni kuliner Kanton. Baik dinikmati di restoran yang ramai maupun kedai teh yang tenang, dim sum terus ”menyentuh hati” mereka yang ikut serta dalam tradisi yang disayangi ini.