Menggagas Green Dakwah: Mengembalikan Kelestarian Alam Berparadigma Tauhid

Menggagas Green Dakwah: Mengembalikan Kelestarian Alam Berparadigma Tauhid
Menggagas Green Dakwah: Mengembalikan Kelestarian Alam Berparadigma Tauhid/foto:Pixabay

Apa kontribusi gerakan dakwah pada kasus bencana alam seperti yang terjadi di Sumatera? Mungkin pertanyaan ini terdengar naif. Sebab, jelas sekali gerakan dakwah dengan beragam bendera termasuk elemen bangsa yang kerap memberi respon dini terhadap krisis-krisis kemanusiaan. Sejumlah dai atau ustadz kondang tanah air pun kerap menjadi inisiator penggalangan donasi untuk bantuan kemanusiaan di daerah bencana.

Gerakan kemanusiaan yang digalang oleh para dai sesungguhnya memiliki akar sejarah yang amat panjang di Indonesia. Respons mereka bahkan tak hanya untuk menghadapi krisis kemanusiaan di dalam negeri. Di dalam kasus perang Bosnia pada tahun 1990-an, krisis kemanusiaan di Palestina yang berjilid-jilid, Gempa di Turki, dan lain-lain, para dai dan gerakan dakwah tak pernah absen untuk menjadi kelompok “assabiqunal awwalun” dalam menggalang bantuan kemanusiaan.

Demikian, pertanyaan di atas menjadi naif untuk dilontarkan. Namun, pada sisi yang lain pertanyaan itu tetap relevan diajukan tanpa menutup mata atas kiprah gerakan dakwah dalam penanganan korban bencana.

Sisi lain yang dimaksud adalah sisi krisis lingkungan itu sendiri. Menangani korban bencana, gerakan dakwah memang selalu yang terdepan. Tetapi apa kontribusi gerakan dakwah Islam terhadap pencegahan rusaknya lingkungan hidup yang menjadi penyebab utama bencana alam dan memunculkan tragedi kemanusiaan?

Kita telah sigap untuk membersihkan lumpur yang terbawa banjir di lantai rumah. Tetapi apakah kita tak mencoba berpikir lebih dalam, untuk melakukan tindakan pencegahan terjadinya banjir secara berulang di rumah kita, agar energi untuk bersih-bersih bisa kita alihkan untuk hal lain?

Keabsurdan Bencana Tanda Tangan: Saat Teriakan Masyarakat dan Aktivis Lingkungan Diabaikan
Kerusakan ekosistem alam tidak bisa hanya diselesaikan dengan mencabut izin perusahaan berkinerja buruk, karena pada akhirnya semua sudah terlambat, banjir kini telah menelan korban ratusan jiwa. Banjir dan longsor juga mengakibatkan perekonomian lumpuh dan ratusan desa hilang.

Di luar sana telah cukup lama ada wacana tentang konsep green faith. Saat ini gerakan tersebut bahkan telah hadir pula di Indonesia. Green Faith atau Iman Hijau lahir di Amerika, pada tahun 1992. Gerakan ini diinisiasi oleh para tokoh agama Kristen dan Yahudi di Amerika sekembalinya mereka dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brasil.

Green Faith mereka maknai sebagai gerakan yang lahir dari kesadaran spiritual tentang krisis lingkungan. Intinya, agama memiliki tanggung jawab dalam pencegahan kerusakan lingkungan hidup. Fokus utama gerakan ini adalah melakukan pendidikan multireligius tentang landasan spiritual perlindungan lingkungan, penghijauan fasilitas keagamaan, dan advokasi udara bersih. Dari organisasi lokal, Green Faith kini bertransformasi menjadi jaringan global yang mengorganisasi kekuatan multireligius untuk keadilan iklim.

Green Faith telah mengajak kaum muslimin untuk bahu membahu dengan keyakinan lain dalam menjaga lingkungan hidup berbasis moral dan etika agama. Di sinilah pertanyaan “Apa kontribusi gerakan dakwah Islam pada bencana alam?” menjadi penting diajukan. Paradigma Tauhid dan Antroposentrisme Dakwah

Jujur kita akui, dakwah Islam di Indonesia cenderung antroposentris. Relatif berhasil memainkan peran penting dalam membangun kesalehan personal dan sosial. Isu kemiskinan, akhlak, ibadah, serta keadilan sosial, kerap menjadi tema utama. Namun, ranah dan capaian dakwah tersebut cenderung berpusat pada manusia.

Berapa banyak Rumah Sakit yang telah berdiri akibat dari dakwah Islam; berapa Perguruan Tinggi, berapa pesantren, berapa gedung SD, SMP, SMA yang telah berdiri, berapa masjid, berapa lagi rumah yatim? Sungguh capaian yang luar biasa.

Guru Besar USK: Hari ke-20 Bencana Aceh, Jangan-Jangan Negara Gagal Tangani
Sudah hari ke-20 bencana alam melanda Sumatera, namun penangannya terlihat masih terseok-seok. Kritik tajam pun disampaikan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK), Aceh. “Jangan-jangan negara gagal dalam responsnya (terhadap bencana alam tersebut),” kritiknya dengan keprihatinan mendalam.

Pertanyaannya yang menyempil, “Di mana agenda perbaikan lingkungan, apa capaiannya?”. Itulah wajah antroposentrisme dakwah kita. Memuliakan manusia tetapi agak abai memuliakan alam.

Akibatnya, kerusakan lingkungan jarang dibaca sebagai persoalan iman dan akhlak. Pembabatan hutan, pencemaran sungai, dan perusakan ekosistem, tidak dianggap sebagai kemungkaran yang menuntut sikap gerakan dakwah. Padahal, dampak krisis ekologis justru paling keras menghantam kelompok rentan: kaum miskin, anak-anak, dan masyarakat adat yang kerap menjadi sasaran dakwah.

Gerakan dakwah di Indonesia mestinya tak perlu “panggilan” dari Green Faith untuk mengagendakan isu lingkungan dalam dakwahnya. Doktrin ajaran tauhid sebagai paradigma kehidupan kaum muslimin telah membingkai itu semua.

Memincam Istilah Prof. Dr. Amien Rais dalam buku Cakrawala Islam, ajaran tauhid mestinya menumbuhkan tiga kesadaran penting: “Unity of Godhead (kesatuan Ketuhanan), Unity of creation (kesatuan penciptaan), dan Unity of mankind (kesatuan kemanusiaan)".

Di dalam cara pandang tauhid, manusia dan alam adalah sejajar, sebagai sama-sama ciptaan Allah dan sama-sama penyembah Allah. Karena akal budi yang aktif, Allah berkenan mengamanahkan ke-khalifahan kepada manusia. Mandat utamanya adalah menjadi wakil Allah dalam menyeru manusia kepada jalan-Nya serta mengelola alam semesta sesuai dengan kaidah yang telah Allah tetapkan. Manusia harus mengelola alam sedemikian rupa agar alam terus menyangga kehidupan di bumi. Boleh memanfaatkannya namun dilarang merusaknya.

Menyalahkan Cuaca Ektrem, Mengabaikan Fakta Deforestasi
Bencana alam banjir dan tanah longsor di Sumatera telah merenggut 604 jiwa meninggal dunia. Sejumlah 283 orang di Sumatera Utara, 165 di Sumatera Barat, dan 156 jiwa di Aceh. Ratusan warga lain dinyatakan hilang. Tetapi musibah itu belum terlalu besar untuk dinyatakan sebagai bencana nasional.

Mengapa doktrin ini seperti hilang dari mimbar-mimbar dakwah? Gerakan dakwah begitu getol tolak kemungkaran dalam bentuk judi, zina, korupsi, dan seterusnya. Namun, kesesatan atas doktrin kekhalifahan justru dibiarkan. Ingat, amanah kekhalifahan adalah mandat untuk mengelola alam, bukan “memiliki” alam. Pembalakan liar, penambangan yang eksploitatif, polusi udara, dan seabrek keserakahan yang lain adalah bentuk langsung dari penyelewengan amanah Allah dari mengelola menjadi memiliki alam.

Bukankah tema-tema itu kurang tersentuh gerakan dakwah? Bahkan seperti bukan agenda amar makruf nahi munkar. Di dalam skala yang lebih kecil, membuang sampah di sungai dan sembarangan, seakan bukan pelanggaran terhadap adab dan etika sebagai muslim.

Mari kita kembali pada asas. Al Qur’an menegaskan manusia sebagai khalifah adalah pemegang amanah, bukan pemilik mutlak bumi. Paradigma tauhid meniscayakan etika relasional: relasi manusia dengan Allah, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam.

Ketika keseimbangan (mizan) alam dirusak oleh keserakahan, Islam memandangnya sebagai bentuk kezaliman. Karena itu, krisis ekologis sejatinya adalah krisis tauhid: kegagalan manusia menempatkan dirinya secara proporsional dalam tatanan ciptaan Allah.

Saatnya kita gagas Green Dakwah; gerakan dakwah yang sungguh-sungguh mengagendakan isu lingkungan hidup. Bukan semata-mata panggilan dari krisis lingkungan, tetapi ini adalah pengejawantahan doktrin ajaran tauhid yang menyeluruh. Krisis lingkungan yang hari ini terjadi adalah momentumnya. Saatnya gerakan dan organisasi dakwah Islam di Indonesia memulai membangun visi yang lebih utuh guna membumikan Islam sebagai agama rahmatan-lil alamin.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.