Menggugat Study Tour

Duka cita kembali menyapa dunia pendidikan Indonesia medio Mei 2024. Sebuah musibah terjadi di tengah kegiatan bertajuk “study tour”. Pada Sabtu (11/5/2024), kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sebuah bus yang berisi rombongan siswa SMK Linggar Kencana Depok dan beberapa kendaraan lain terjadi di wilayah Ciater, Subang, Jawa Barat.

Diduga, kecelakaan itu terjadi karena rem bus yang blong. Akibatnya, saat melewati jalan menurun di wilayah Ciater, bus tersebut tiba-tiba hilang kendali lalu oleng ke kanan, hingga menyeberang ke jalur yang berlawanan arah dan lantas menabrak mobil Feroza. Setelah menabrak mobil itu, bus tersebut terguling. Posisi ban kiri berada di atas. Lalu, bus tergelincir dan terseret hingga menghantam tiga sepeda motor yang terparkir di bahu jalan. Kaca-kaca jendela bus pun pecah dan beling berhamburan.

Kecelakaan itu mengakibatkan 11 orang meninggal dunia. Sembilan orang meninggal dunia di tempat kejadian, sedangkan dua orang meninggal dunia di rumah sakit. Mereka yang tewas adalah 9 orang siswa, 1 orang guru, dan seorang warga Subang. Kecelakaan itu juga menyebabkan puluhan siswa lainnya menderita luka-luka, baik berat maupun ringan.

Hati masyarakat Indonesia bergejolak tatkala melihat dan mendengar kabar tentang musibah itu dari media massa. Sudah pasti, tak mampu terbayangkan bagaimana perasaan para orang tua siswa yang anaknya menjadi korban tewas dalam kecelakaan itu. Rasanya ironis, ajang study tour perpisahan siswa pasca tuntasnya masa studi mereka di sekolah lanjutan tingkat atas, yang seharusnya riang gembira dan bakal menjadi kenangan kala usia tua nanti, berubah menjadi perpisahan untuk selama-lamanya.

Setelah kejadian tersebut, ramai berita dan analisis kabar di media massa mainstream terkait musibah itu. Juga ragam komen di media sosial. Hingga Ahad (19/5/2024) yang artinya delapan hari setelah kecelakaan itu terjadi, ragam berita di media massa serta komentar di media sosial masih terus bermunculan. Banyak di antaranya yang mem-bully guru serta sekolah itu.

Aksi bully warganet di media sosial terhadap para guru SMK Lingga Kencana Depok atas kecelakaan dalam study tour yang terjadi di Subang mengundang Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nunuk Suryani, menyatakan prihatin. Nunuk menyebut, dalam kasus ini bukan guru yang harus disalahkan. Sebab, mereka hanya menjalankan tugas untuk mendidik siswa melalui proses pembelajaran dalam study tour.

Baca juga: Sebanyak 15,5 Juta Remaja Indonesia Usia 10-17 Tahun Alami Masalah Mental Health

Menurut Nunuk, kegiatan study tour yang diselenggarakan sekolah sebenarnya bukan sekadar wisata, tetapi punya tujuan pembelajaran yang penting bagi siswa. Selain itu, Nunuk mengatakan bahwa study tour juga dapat memfasilitasi siswa untuk mendapatkan pengembangan keterampilan kolaborasi, pemecahan masalah, komunikasi, dan kecakapan abad 21 lainnya. Semua keterampilan itu tak bisa hanya didapatkan melalui pembelajaran di dalam kelas saja.

“Ketika kita bisa mengajak siswa datang ke tempat yang sesungguhnya, itu bisa memberikan pengalaman belajar mendekati 80 sampai 90 persen daripada kita melihat video atau bacaan,” katanya.

Ramai-Ramai Melarang

Sejumlah pemerintah daerah juga bereaksi pasca kecelakaan itu. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, melalui Dinas Pendidikan (Disdik), telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor e-0017/SE/2024 yang berisi larangan untuk sekolah mengadakan kegiatan study tour ke luar kota. Surat Edaran Disdik DKI Jakarta itu meminta seluruh satuan pendidikan untuk membatalkan kegiatan perpisahan yang berlangsung di luar kota. Jadi, aturan tersebut meminta satuan pendidikan untuk mengadakan kegiatan perpisahan di lingkungan sekolah saja dengan memanfaatkan fasilitas yang ada. Tidak ke mana-mana.

Pemprov Jawa Barat mengambil langkah serupa. Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 64/PK.01/Kesra Tanggal 12 Mei 2024, yang mengatur tentang pelaksanaan study tour sekolah. Di dalam Surat Edaran tersebut, sekolah diminta memperhatikan kondisi kendaraan yang bakal digunakan dalam study tour. Lewat Surat Edaran itu, Bey Machmudin juga mengimbau Bupati/Walikota untuk memperketat izin kegiatan study tour yang dilaksanakan satuan pendidikan di wilayah masing-masing. Salah satu aturannya adalah agar study tour mulai dari jenjang pra sekolah, pendidikan dasar, hingga pendidikan menengah, tidak dilakukan ke luar kota.

Pemprov Jawa Tengah bahkan melarang adanya kegiataan study tour. Hal itu ditegaskan dalam edaran dengan nota dinas 421.7/00371/SEK/III/2024. Alasannya, study tour tidak tercantum dalam kurikulum dan tidak berdampak secara signifikan untuk kegiatan belajar mengajar. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Uswatun Hasanah, mengatakan, larangan itu berlaku untuk sekolah baik SMA maupun SMK. “Sekolah yang melanggar aturan itu akan diberikan sanksi tegas,” katanya.

Pemerintah Kabupaten Kuningan juga mengeluarkan larangan adanya kegiatan study tour, yang tertuang dalam Surat Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan Nomor 400.3/1522/Umum, tanggal 13 Mei 2024, Perihal Himbauan Pelaksanaan Study Tour atau karya wisata ke luar kota. Namun, bagi sekolah yang sudah melakukan kontrak dengan pihak penyelenggara, harus melakukan koordinasi lanjutan dengan Dinas Perhubungan untuk mendapatkan rekomendasi terkait kelayakan teknis kendaraan. Hal itu dikatakan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kuningan, U Kusmana.

Pemkab Sumedang dan Garut juga mengeluarkan imbauan agar sekolah yang akan melaksanakan study tour melaksanakannya di wilayah kabupaten mereka sendiri. Tidak ke luar daerah. Namun, bagi sekolah yang sudah merencanakan kontrak kerja sama untuk study tour ke luar daerah tetap bisa berjalan.

Baca juga: Aksi Bully di Sekolah Lagi-Lagi Bikin Resah

Setuju Study Tour Dihilangkan

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Effendy, menanggapi kebijakan sejumlah daerah yang melarang sekolah atau satuan pendidikan di wilayahnya untuk melakukan study tour ke luar kota, usai kecelakaan bus saat berlangsungnya study tour oleh SMK Lingga Kencana Depok. Dede mengatakan, ia setuju jika study tour dihilangkan. Sebab, menurut dia, selayaknya study tour dilakukan ke lokasi-lokasi yang menunjang kegiatan studi atau belajar. Jika study tour dilakukan ke tempat wisata, menurut dia, itu namanya healing, bukan study tour.

“Kalau saya melihatnya, ini kan sekarang konsepnya sekolah merdeka. Mereka belajar. Apa output dari study tour? Kalau kunjungannya studi, (dilakukan) ke museum, ke kebun binatang, ke tempat bersejarah, yang ada studinya, project base-nya, masih logis. Kalau tujuannya ke tempat wisata, itu bukan study namanya. (tetapi) Healing,” kata Dede Yusuf.

Dede melanjutkan, jika ingin healing, lebih baik itu dilakukan bersama keluarga. Terkait insiden yang menimpa siswa dan guru SMK Lingga Kencana Depok dalam kegiatan study tour, Dede menyebut, pergi ke Ciater, Jawa Barat, tidak berkorelasi sama sekali dengan studi. Ia menegaskan, pemerintah daerah harus menghilangkan study tour supaya kejadian serupa tidak terulang. Ia menyebut, output dari study tour perlu ditinjau ulang. Sejauh mana pengaruh study tour terhadap pengembangan pendidikan siswa.

“Jika ternyata tidak memberikan output pada pengembangan pendidikan – karena yang umumnya terjadi itu ada sedikit pemaksaan, kalau nggak ikut study tour katanya ijazah ditahan atau apa – ini kan sebenarnya nggak boleh,” katanya.

Dede pun menegaskan, ia setuju dengan beberapa pemerintah daerah yang menghilangkan study tour. “Tujuan utama dari study tour itu artinya ya benar-benar melakukan study. Bukan jalan-jalan. Nah, ini yang harus kita review kembali melalui peraturan menteri pendidikan nantinya,” sambung Dede.

Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok, Kamis (16/5/2024), memanggil sejumlah kepala sekolah tingkat SD sampai SMA, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pendidikan Kota Depok untuk evaluasi pelaksanaan study tour. Hasil rapat menyimpulkan, DPRD tetap memperbolehkan siswa mengadakan study tour ke luar kota. Namun, pihak sekolah diminta memperhatikan sejumlah hal sebelum menggelar kegiatan itu.

DPRD Kota Depok berpesan agar pihak sekolah tidak memaksa orang tua murid yang tak setuju anaknya mengikuti study tour. Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Depok, Babai Suhaimi, mengatakan, kerap kali orang tua murid sebenarnya keberatan mengikut sertakan anaknya dalam kegiatan study tour karena keterbatasan finansial. Menurut Babai, persoalan ini bisa diselesaikan dengan menerapkan subsidi silang, dari orang tua murid yang memiliki kekuatan finansial lebih kepada siswa kurang mampu. Namun, jika pun subsidi silang diterapkan, pihak sekolah tak perlu mematok nominal.

Baca juga: Mencoba Mengingat Kembali Profesionalisme Guru Sebagai Amanah UU

Menyayangkan Jika Ditiadakan

Sejumlah pemerintah daerah telah melarang dan membatasi study tour siswa sekolah di wilayah masing-masing. Di antaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta Kuningan, Pangandaran, Cirebon, Depok, Bogor, Cimahi, dan Tangerang Selatan. Menanggapi hal itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno, mengatakan, tidak setuju dengan kebijakan sejumlah pemerintah daerah yang membatasi atau meniadakan kegiatan study tour bagi siswa. Menurut dia, pelaksanaan study tour tak hanya menguntungkan ekonomi pariwisata lokal, tetapi juga sebagai salah satu media pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.

“Saya tidak setuju dan saya memberikan pernyataan yang cukup keras bahwa study tour ini memberikan experience learning, bagian dari pola pendidikan yang tuntas dan juga pola pendidikan yang memberikan pengalaman yang akan meninggalkan kenangan bagi para pelajar,” kata dia pada Kamis (16/5/2024).

Sandiaga mengatakan, pemerintah daerah seharusnya turun tangan memastikan standar penggunaan alat transportasi untuk sekolah-sekolah yang hendak melaksanakan study tour. Bukan sekadar melarang pelaksanaan study tour. Sebab, Indonesia saat ini tengah menjadi salah satu tempat favorit untuk dikunjungi para mahasiswa dan pelajar dari luar negeri dalam rangka study tour.

Study tour itu bukan yang harus disalahkan tetapi justru penyelenggaraan study tour yang melibatkan fasilitas transportasi yang tidak laik operasi, kesigapan SDM seperti pengemudi dan kernetnya yang tidak prima. Ini yang perlu kita susun sertifikasi dan tindak tegas penyalahgunaannya,” kata dia.

Pernyataan Sandiaga diiyakan pelaku usaha agen perjalanan wisata di Solo. Ketua Association of The Indonesia Tours and Travel Agencies (Asita) Kota Solo, Mirza Ananda, menilai larangan tersebut sebagai respons emosional dari Dinas Pendidikan di sejumlah daerah. Menurut dia, kecelakaan di Ciater disebabkan karena rombongan wisata dari sekolah tersebut menggunakan armada yang tidak laik jalan. Dan peristiwa kecelakaan tersebut bisa menimpa siapa saja.

“Masalah utamanya kan bukan study tour-nya. Ini soal kelayakan armada,” ujarnya seperti dikutip CNNIndonesia.com, Kamis (16/5/2024).

Tekankan “Study” Bukan “Tour”

Terlepas dari pro-kontra bahkan aksi bully lewat komen di media sosial, memang diperlukan telaah lebih dalam lagi tentang pelaksanaan study tour. Perlu ditekankan bahwa titik berat kegiatan itu ada pada kata “study” bukan “tour”. Artinya, kembalikan kegiatan karya wisata atau study tour itu ke tujuan awal, yaitu sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar.

Baca juga: Potret Pendidikan Ramah Anak di Perguruan Rahmaniyah Al Islami Depok

Di masa lalu, umumnya sekolah melaksanakan study tour untuk para siswa dengan tugas bagi para siswa itu di ujung kegiatan study tour. Tugasnya adalah membuat laporan atau makalah tentang hal-hal terkait pelajaran yang mereka lihat di destinasi study tour yang mereka datangi. Kini, hal itu tidak lagi dilakukan. Bahkan, study tour yang dilakukan sekolah-sekolah belakangan ini diadakan untuk siswa-siswa kelas XII (untuk SMA/SMK), kelas IX (SMP), atau kelas VI (SD) setelah mereka selesai ujian akhir.

Jadi, pelaksanaan study tour itu bukan terkait studi melainkan ajang perpisahan siswa yang telah selesai masa studinya di sekolah yang bersangkutan. Bahkan, ada sekolah yang melaksanakan pembagian ijazah di lokasi study tour. Jadi, bagi siswa yang tidak ikut study tour, “terancam” ijazahnya tidak diberikan atau ditahan pihak sekolah.

Jadi, kerap kali ada orang tua yang sesungguhnya keberatan anaknya ikut serta dalam kegiatan study tour. Namun, karena “terpaksa” lantaran ada kemungkinan ijazah anaknya ditahan jika tidak ikut, atau mereka tetap diharuskan sekolah untuk membayar walau anaknya tidak ikut study tour, terpaksa mereka ikut sertakan anaknya dalam study tour itu.

Belum lagi, adanya dugaan bahwa kegiatan study tour pada akhirnya menjadi ajang bisnis bagi guru-guru atau sekolah. Sebab, lewat kegiatan study tour itu konon pihak sekolah dan guru mendapatkan “cash back” dari pihak penyelenggara (event organizer) study tour tersebut. Ditambah, para guru pendamping para siswa itu tentu saja tidak perlu membayar biaya study tour yang bersangkutan.

Maka, telaah lebih dalam lagi tentang pelaksanaan study tour memang benar-benar harus dilakukan. Sebab, sesungguhnya Islam juga menganjurkan kita melakukan perjalanan, dengan tujuan agar lebih mengenal keagungan, kemuliaan, dan kebesaran Allah ﷻ.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.

“(yaitu) Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka.’” – Q.S. Ali Imran:190-191

Wallahu a'lam bishowab.