Giveaway adalah istilah yang berasal dari bahasa Inggris. Secara harfiah, artinya “pemberian” atau “hadiah”. Di dalam konteks ini, giveaway merujuk pada kegiatan memberikan barang atau hadiah secara gratis kepada orang-orang, sering kali sebagai bagian dari promosi, atau terkait acara maupun kompetisi.
Di Indonesia, kata “giveaway” sering digunakan dalam berbagai konteks, baik dalam kehidupan sehari-hari, dunia bisnis, maupun media sosial. Akhir-akhir ini, kata tersebut malah masuk ke dalam kosa-kata politik dan bahkan dunia akademis (ada “menteri giveaway” dan ada “profesor giveaway”).
Di media sosial, giveaway adalah salah satu strategi pemasaran yang populer digunakan oleh berbagai perusahaan, influencer, atau pemilik akun. Tujuannya adalah untuk meningkatkan interaksi dan keterlibatan pengguna, memperluas jangkauan audiens, serta memperkenalkan produk atau layanan baru.
Di dalam acara promosi suatu produk, giveaway sering digunakan sebagai bentuk promosi. Peserta acara bisa mendapatkan hadiah gratis sebagai bentuk apresiasi atas kehadiran mereka atau partisipasi mereka dalam kegiatan tertentu. Misalnya, perusahaan teknologi mungkin memberikan produk sampel atau merchandise kepada peserta pameran teknologi.
Di kalangan komunitas hobi, giveaway sering diadakan untuk merayakan pencapaian tertentu atau sebagai bentuk apresiasi terhadap anggota komunitas. Misalnya, komunitas penggemar buku mungkin mengadakan giveaway berupa buku-buku terbaru kepada anggotanya yang aktif berkontribusi dalam diskusi atau acara komunitas.
Manfaat Giveaway dalam Bisnis
Mengapa giveaway sering dilakukan dalam dunia bisnis? Sudah barang tentu ada motif bisnis di sana. Bukan tindakan yang bersifat charity, giveaway dalam bisnis memiliki target dan tujuan yang sangat terukur. Di antara manfaat giveaway dalam dunia bisnis adalah:
- Meningkatkan Brand Awareness. Giveaway membantu meningkatkan kesadaran merek (brand awareness) dengan menarik perhatian audiens yang lebih luas. Peserta giveaway sering kali diminta untuk berbagi informasi tentang merek atau produk, yang dapat memperluas jangkauan promosi.
- Meningkatkan Interaksi dan Engagement. Dengan mengadakan giveaway, penyelenggara dapat meningkatkan interaksi dan keterlibatan audiens. Persyaratan semisal memberikan komentar, mengikuti akun, atau berbagi postingan mendorong audiens untuk lebih aktif berpartisipasi.
- Membangun Loyalitas Pelanggan. Giveaway dapat membantu membangun loyalitas pelanggan dengan memberikan pengalaman positif dan apresiasi kepada mereka. Pelanggan yang merasa dihargai cenderung lebih setia dan berpotensi menjadi pendukung merek yang setia.
Begitulah, giveaway menjadi strategi dan kelaziman dalam dunia bisnis. Obral giveaway tanpa perhitungan bisa bikin bisnis berantakan. Sebaliknya, memberikan giveaway yang tepat sasaran dan perhitungan yang matang, sangat mendukung bagi moncernya suatu usaha atau bisnis yang sedang digeluti.
Menteri Giveaway dan Politik Giveaway
Nah, yang ini rada beda. Muncul istilah “Menteri Giveaway”. Nongolnya belum lama, namun ramai terdengar dari kanal-kanal Youtube, berupa reaction, maupun podcast. Sehingga, istilah “menteri giveaway” pun akrab di telinga anak bangsa.
Mungkin ini fenomena khas Indonesia. Maka, tak perlu dibahas geneologi kata tersebut secara njlimet. Asal kita mahfum saja konteks dan maksudnya.
Istilah “menteri giveaway” viral di media sosial mengiringi kasus bocornya data PDN (Pusat Data Nasional). Budie Arie Setiadi sebagai Menkoinfo adalah sosok yang dianggap paling bertanggungjawab atas musibah besar bocornya data PDN. Tudingan tersebut sangat beralasan, mengingat mega proyek PDN berada dalam naungan langsung Kementerian Komunikasi dan Informatika yang ia gawangi.
Masyarakat dan khususnya netizen Indonesia yang paham seluk-beluk data dan pentingnya menjaga data, kontan saja berang dengan kasus itu. Netizen (warganet) menilai, proses pembangunan PDN dilakukan serampangan bahkan ceroboh. Menkoinfo dianggap tak peka data dan tak paham kedaulatan data.
Tudingan warganet itu di antaranya dibuktikan dengan sistem pengamanan buruk yang disematkan dalam mega proyek PDN. Bagaimana mungkin peretas dapat masuk begitu mudah dan dalam tempo yang relatif singkat? Jawabannya sederhana, sistem pengamanannya tidak disiapkan secara baik. Sembrono dan tak paham arti penting data nasional!
Lalu cibiran pun muncul. Budie Arie Setiadi sudah barang tentu menjadi pihak yang paling disorot. Rekam jejak, kiprah dan karir dia pun dibongkar warganet. Warganet berkesimpulan, Budie Arie bukan sosok yang tepat untuk posisi yang amat vital tersebut. Muncullah seloroh, ia dipilih menjadi menteri bukan karena kompetensinya. Tetapi karena loyalitas dan jasanya kepada sang presiden melalui relawan Pro-Jokowi (Projo) yang dia pimpin. Budie Arie dianggap berjasa memenangkan gerak politik Jokowi di dua Pilpres terakhir.
Ya, hadiah atau giveaway! Masalahnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mestinya menjadi kementerian vital di era komunikasi, informatika dan data digital, malah dihadiahkan kepada relawan yang tak punya rekam jejak profesional dalam industri dan teknologi yang terkait bidang tersebut.
Menteri giveaway itu lalu menjadikan data nasional sebagai giveaway pula di pasar gelap data. Para hacker akan bancakan besar di tengah onggokan data nasional Republik Indonesia.
Munculnya menteri giveaway hakikatnya adalah keniscayaan dari mewabahnya paham politik giveaway. Politik giveaway menerapkan strategi bisnis dengan pemberian hadiah untuk tujuan kemenangan politik.
Politik giveaway adalah strategi yang digunakan oleh politisi atau partai politik untuk menarik dukungan dari pemilih dengan menjanjikan atau memberikan barang, uang, atau manfaat lainnya, secara gratis. Strategi ini sering kali digunakan selama masa kampanye pemilihan untuk mempengaruhi pilihan pemilih dan memperkuat basis dukungan. Lalu, dilanjutkan dengan obral jabatan kepada para pendukung dan relawan yang menunjukkan loyalitas total, saat kemenangan politik tiba.
Joko Widodo adalah politisi yang sangat akrab dengan strategi giveaway. Ia terkenal dengan hadiah sepedanya pada setiap forum bersama masyarakat yang ia hadiri. Joko Widodo juga ditengarai sukses mendulang dukungan politik karena strategi Bansos. Bantuan sosial adalah giveaway.
Jokowi piawai pula menggunakan strategi giveaway untuk branding sekaligus membangun loyalitas. Lihatlah, bagaimana semua petinggi partai politik besar tunduk dalam kebijakannya karena hadiah kursi menteri. Jokowi sungguh baik hati dan pintar membalas budi.
Politik giveaway sesungguhnya sah-sah saja. Pemerintah kolonial Belanda bahkan pernah menerapkannya kepada bangsa Indonesia sebagai bangsa pribumi. Adalah Ratu Wilhelmina yang mengambil kebijakan yang dilandasi oleh hutang budi atau hutang kehormatan, Een Eerschuld. Lahirlah politik etis, untuk membalas budi kepada kaum pribumi.
Belajar Kembali dari Politik Etis Kolonial Belanda
Ada baiknya para pengguna politik giveaway hari ini belajar lagi pada kebijakan politik etis ala kolonial Belanda. Mereka tidak membagikan giveaway kepada orang-perorang! Namun, mereka membagikannya untuk kolektifitas.
Van Deventer adalah sosok ahli hukum yang menjadi arsitek politik etis yang ia rumuskan dalam trias politika. Selanjutnya dikenal sebagai “Trias Politika Van Deventer”, yang meliputi:
Pertama, kebijakan irigasi. Membangun dan memperbagaiki pengairan, membuat bendungan untuk menjaga suplai air yang menunjang industri pertanian.
Kedua, Transmigrasi. Memindahkan penduduk dari satu tempat ke tempat lain, demi perluasan lahan pertanian dan pemerataan tenaga kerja.
Ketiga, meningkatkan pendidikan. Kebijakan ini dilakukan dalam rangka memperbaiki mutu SDM warga pribumi dengan memperluas kesempatan belajar bagi warga pribumi.
Politik giveaway ala Ratu Wilhelmina itu mampu meningkatkan kualitas kemanusiaan bangsa pribumi. Hadiah ia gunakan untuk menyenangkan semua orang dan berujung pada kesejahteraan kolektif. Bukan pada centeng, kroni, dan gedibal kekuasaan yang hanya loyal kepada kesuksesannya sendiri. Alih-alih menjaga data rakyat, mereka malah mengumbar data rakyat di darknet. Terlalu!
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!