Mesir Mengusung Proposal Ambisius untuk Mengakhiri Perang di Gaza
Mesir telah mengajukan proposal awal yang ambisius untuk mengakhiri perang Gaza dengan gencatan senjata, pembebasan sandera secara bertahap dan pembentukan pemerintahan Palestina yang terdiri dari para ahli untuk mengelola Jalur Gaza dan pendudukan Tepi Barat.
Di lansir dari laman The New Arab, proposal tersebut digagas bersama Qatar, telah diajukan ke Israel, Hamas, Amerika Serikat, dan pemerintah Eropa, namun masih bersifat tahap awal. Sudah barang tentu proposal ini tidak sesuai dengan tujuan penjajah Zionis Israel untuk menghancurkan Hamas, dan tampaknya tidak memenuhi ambisi Zionis Israel untuk mempertahankan kendali militer atas Jalur Gaza untuk jangka waktu yang lama setelah perang.
Pada hari Senin (25/12/23) malam Kabinet Perang Israel, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah bertemu untuk membahas situasi penyanderaan, dan topik lainnya, kata seorang pejabat Zionis Israel, namun tidak mengatakan apakah mereka akan membahas proposal yang diusung oleh Mesir.
Serangan tanpa pandang bulu terhadap rakyat Palestina yang dilakukan Zionis Israel telah menghancurkan sebagian besar Gaza. Oleh sebagian pengamat serangan tersebut dinilai lebih mengarah kepada tindakan genosida yang menewaskan lebih dari 20.400 warga Palestina, kebanyakan dari korban tersebut adalah wanita dan anak-anak. Serangan juga membuat hampir seluruh penduduk wilayah itu yang berjumlah 2,3 juta orang terpaksa harus mengungsi.
Proposal Mesir
Proposal tersebut merupakan upaya ambisius dari Mesir, tidak hanya untuk mengakhiri perang yang saat ini sedang berkecamuk namun juga menyusun rencana untuk agenda pasca perang.
“Sebagai tahap awal, mereka menyerukan gencatan senjata selama dua minggu, di mana kelompok-kelompok Palestina termasuk Hamas akan membebaskan 40 hingga 50 sandera, di antaranya perempuan, orang sakit dan orang tua, dengan imbalan pembebasan 120-150 warga Palestina dari penjara-penjara Zionis Israel.” Demikian ungkap salah seorang pejabat Mesir seperti yang di kutip dari laman Al Jazeera.
Baca juga: Bagaimana Perang Israel-Hamas Menguji Tindakan Mesir?
Pada saat yang sama, negosiasi mengenai perpanjangan gencatan senjata dan pembebasan lebih banyak sandera yang ditahan oleh kelompok-kelompok pejuang Palestina akan terus berlanjut.
Mesir dan Qatar juga akan bekerja sama dengan semua faksi yang ada di Palestina, termasuk Hamas, untuk menyepakati pembentukan "Governments of Experts". Pemerintahan tersebut akan memerintah Jalur Gaza dan Tepi Barat untuk masa transisi ketika faksi-faksi Palestina menyelesaikan perselisihan mereka dengan Zionis Israel dan menyetujui usulan untuk mengadakan pemilihan presiden dan parlemen, tambahnya.
Sementara itu, Zionis Israel dan pejuang Hamas akan terus merundingkan kesepakatan yang bersifat menyeluruh. Hal ini mencakup pembebasan semua sandera yang tersisa sebagai imbalan atas semua tahanan Palestina di Israel, serta penarikan militer Zionis Israel dari Jalur Gaza dan penghentian serangan roket kelompok Palestina ke wilayah Israel.
Hampir 8.000 warga Palestina ditahan oleh Zionis Israel, banyak dari mereka berada dalam penahanan administratif tanpa pengadilan.
Para pejabat Mesir mendiskusikan garis besar proposal tersebut dengan Ismail Haniyeh, pemimpin politik Hamas yang berbasis di Qatar, yang mengunjungi Kairo pekan lalu.
Masih kata pejabat tersebut, mereka juga berencana mendiskusikan proposal itu dengan pemimpin kelompok Jihad Islam, Ziyad al-Nakhalah, yang tiba di Kairo pada hari Minggu (24/12/2023). Kelompok tersebut, yang juga mengambil bagian dalam serangan 7 Oktober di Israel selatan, mengatakan pihaknya siap mempertimbangkan pembebasan sandera hanya setelah pertempuran berakhir.