Ada masalah besar yang dihadapi bangsa ini. Fondasi negara, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) sudah tidak pernah lagi dipakai, karena isinya sudah diubah. Padahal, pemerintah-pemerintah sebelum reformasi belum pernah menerapkan UUD 45 secara baik. Mereka tak pernah melaksanakan UUD 45 dengan sungguh-sungguh.
Sekjen MPUII (Majelis Permusyawaratan Umat Islam Indonesia), Prof. Daniel Mohammad Rasyid, menegaskan hal itu di sela acara silaturahmi bersama pimpinan ormas-ormas Islam yang diadakan MPUII pada Rabu (11/12/2024). Ia menjelaskan, tujuan penyelenggaraan acara yang berlangsung di Ruang Rapat Sriwijaya, Lantai 2 Gedung B DPD-RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, itu adalah untuk silaturahmi antar pimpinan Ormas dengan pemerintah.
“Tujuan acara ini untuk silaturahim di antara komandan-komandan (Pemimpin, red) umat Islam dengan pemerintah, diwakili DPD dan Pak Wamen (Wakil Menteri Agama). Jadi, kita ingin mendapatkan penjelasan tentang bagaimana posisi pemerintahan sekarang. Kita harapkan terjadi perubahan-perubahan yang dari gestur-gesturnya lebih bersahabat terhadap umat Islam. Umat Islam juga jangan terus bikin kegaduhan yang tidak perlu. Jadi, lebih proaktif. Program pemerintah seperti ketahanan pangan, itu kan bagus. Makan siang bergizi juga bagus. Nah, apa itu yang bisa dilakukan umat Islam? Saya kira, ini penting umat Islam mendekati pemerintah, supaya bukan orang lain yang mendekati pemerintah. Kalau pemerintah semakin jauh dengan umat Islam, nanti rugi,” jelas Prof. Daniel.
Ia melanjutkan, selain untuk bersilaturahmi, tujuan pertemuan itu adalah untuk memerkenalkan MPUII kepada tokoh-tokoh ormas. “MPUII itu bukan organisasi baru. Dia hanya forum saja di mana tokoh-tokoh ormas kita datangkan untuk saling berkenalan. Jadi ada leadership. Sebenarnya, leadership itu dibangun melalui komunikasi, saling kenal, mengurangi saling curiga yang tidak perlu, yang tidak produktif. Kita perlu situasi yang lebih sinergetik, ekosistem yang lebih bersahabat sesama umat Islam, sering ngobrol, sehingga ketemulah program bersama yang bisa kita lakukan,” jelasnya.
Prof. Daniel lantas menyoroti masalah krusial di Indonesia. Ia mengungkapkan, masalahnya ada di hulu. Yaitu UUD 45.
“Ada masalah hulu, karena rumah kita ini sudah diacak-acak oleh musuh, fondasinya sudah diobrak-abrik, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sudah tidak pernah dipakai karena malah diubah. UUD 45 itu belum pernah diterapkan secara baik oleh pemerintah-pemerintah sebelum reformasi. Tidak pernah mereka melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. Setelah amandemen 4 kali, tahun 1999 sampai 2022, konstitusi malah dirusak. Itu masalah hulunya. Sehingga, politik dikuasai dan dimonopoli oleh parpol. Itu berbahaya! Setiap monopoli itu merugikan. Politik jadi mahal karena dimonopoli tetapi mutunya semakin turun, makin tidak aspiratif, produk hukumnya juga tidak mendukung dan membela rakyat tetapi berpihak kepada oligarki. Itu semua asal mulanya karena politik yang mahal,” urainya.
Menurut Prof. Daniel, kita perlu menerapkan kembali sistem musyawarah dalam proses pemilihan. “Mestinya kita kembali ke sistem musyawarah untuk memilih. Cara kita memilih pemimpin adalah dengan cara seperti ini. Pilpres langsung tetapi harus dengan musyawarah. Kalau dengan musyawarah, itu kita akan mendapatkan suasana yang lebih damai, tidak memecah belah, sehingga kita tidak ribut, dan kita bisa bekerja lebih baik. Menurut saya, itu masalah krusialnya,” katanya.
Prof. Daniel lantas menjelaskan, untuk menyelesaikan masalah tersebut bisa dimulai dengan membangun kepemimpinan ulama-ulama di daerah. “Membangun kepemimpinan ulama-ulama di daerah. Jadi, kita harapkan teman-teman Anggota MPUII yang dari berbagai macam ormas itu, mereka mulai mengajak ngobrol para pemimpin ormas yang lain tentang apa yang bisa dikerjakan. Jangan asik mengurusi ormas masing-masing saja. Jadi ada kebiasaan baru, tugas baru yang kita berikan kepada pemimpin ormas Anggota MPUII itu, agar mereka mengundang ngobrol topik-topik semisal pendidikan, kesehatan, di daerah masing-masing yang setingkat kabupaten, provinsi, dan lain-lain supaya ada leadership umat Islam,” tuturnya.
Prof. Daniel menyebut, umat Islam perlu mulai masuk ke isu-isu publik, yang langsung mengena ke kepentingan publik. “Umat Islam tidak hanya mengurusi umat Islam tok. Tidak mengurusi urusan-urusan syariah saja. Tetapi mesti mulai masuk ke isu-isu publik, kesehatan, pendidikan, sehingga timbul nanti – jika pilkada, misalkan – oh, ini sudah ada calon-calon baru, kita sudah mempunyai pemimpin-pemimpin yang asalnya dari bawah, nggak ujug-ujug muncul yang diberi karpet dan mungkin dibiayai oleh oligarki. Saya kira itu. (yaitu) Melahirkan pemimpin-pemimpin muda di daerah. Jadi jika nanti ada pemilihan langsung (pemilu, red) seperti ini, kita siap,” ucapnya.
“Tetapi itu bukan suasana ideal. Maksudnya ideal itu pemilihan pemimpin lewat musyawarah. Kalau nggak, pasti biayanya mahal dan banyak tipu-tipu,” lanjutnya.
Ia pun menyebut, perbaikan konstitusi kita adalah solusi. “Kita mengimbau supaya ada perbaikan konstitusi. Konstitusi kita ngawur, ini. Kita ingin kembali ke UUD 45 sebelum amandemen! Jika nanti diperlukan perubahan, maka dilakukan menggunakan addendum,” katanya.
Di bagian akhir wawancara, Prof. Daniel mengimbau pemerintah agar jangan memusuhi umat Islam. “Kita tentu ingin berdampingan, membantu pemerintah, bersinergi, dan kita umat Islam ingin berkontribusi. (maka) Jangan dimusuhi. Kami berkepentingan dengan kemajuan bangsa ini. Kami ini pemilik negeri ini, bukan penonton. Jadi, kalau kami harus mengritik, itu karena kami memiliki kepentingan yaitu menyelamatkan negara ini dari kebangkrutan,” pungkasnya.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!