Muslim di Indonesia: Mayoritas dengan Nyali Minoritas?

Muslim di Indonesia: Mayoritas dengan Nyali Minoritas?
Muslim di Indonesia: Mayoritas dengan Nyali Minoritas? / Photo by Alim on Unsplash

Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, sering menghadapi paradoks antara status mayoritas dan mentalitas minoritas di kalangan umat Islam. Fenomena Muslim Majority in Minority Mentality ini telah menjadi bahan kajian banyak ahli yang menjelaskan bagaimana umat Islam di Indonesia, meski pun mayoritas secara demografis, sering kali merasa terpinggirkan dalam dinamika sosial-politik negara.

Fenomena itu berakar pada upaya sistematis untuk mengesampingkan Islam dari peran strategis dalam pembentukan identitas nasional, meski pun sejarah menunjukkan bahwa perlawanan awal terhadap kolonialisme Belanda dipimpin oleh para pemimpin Muslim. Kesultanan-kesultanan Islam semisal Kesultanan Aceh, Kesultanan Mataram, dan Kesultanan Banten merupakan pelopor dalam melawan penjajah, terinspirasi oleh semangat jihad dan keinginan untuk mempertahankan kedaulatan Islam serta tanah air. Fakta sejarah juga menunjukkan kontribusi signifikan dari umat Islam dalam perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.

Salah satu ahli sejarah asing yang relevan dalam konteks ini adalah Dr. Anthony Reid, seorang sejarawan asal Australia yang dikenal dengan karyanya, “Southeast Asia in the Age of Commerce dan The Indonesian National Revolution 1945-1950”.

Reid menekankan bahwa banyak pemimpin perjuangan kemerdekaan Indonesia terinspirasi oleh nilai-nilai Islam dan bahwa peran Islam sangat krusial dalam gerakan nasionalis Indonesia.

Namun, setelah kemerdekaan, terdapat upaya sistematis untuk meminggirkan peran Islam dalam politik dan kehidupan publik Indonesia. Hal ini menciptakan mentalitas minoritas di kalangan umat Islam, yang merasa bahwa aspirasi dan kontribusi mereka diabaikan atau tidak dihargai. Paradoks ini diperkuat oleh kebijakan negara yang cenderung sekuler, yang sering kali menempatkan Islam sebagai faktor non-utama dalam pengambilan keputusan nasional.

Judi: Awalnya Wani Taruhan, Selanjutnya eh Malah Kecanduan
Walau judi merupakan aktivitas yang dilarang di Indonesia, tetapi trennya kian marak dari tahun ke tahun. Tentu kemenangan besar (jackpot) pun menjadi faktor daya tarik bagi pemain judi.

Martin van Bruinessen dalam esai-esai yang terkumpul di buku “Contemporary Developments in Indonesian Islam: Explaining the 'Conservative Turn'” (2013), mengeksplorasi bagaimana Muslim di Indonesia, meski pun mayoritas, sering merasa seperti minoritas dalam konteks global atau menghadapi pengaruh asing dan sekulerisasi.

Sedangkan Vedi R. Hadiz dalam bukunya “Islamic Populism in Indonesia and the Middle East” (2016), mengkaji bagaimana kelompok Islam di Indonesia, meski pun mayoritas, sering merasa terpinggirkan oleh elite politik dan ekonomi yang dianggap tidak mengindahkan nilai-nilai Islam, sehingga menimbulkan perasaan marginalisasi.

Sementara itu, Arskal Salim dalam berbagai tulisannya juga membahas dinamika antara mayoritas. Muslim dan perasaan menjadi minoritas dalam hal kekuatan politik dan representasi, terutama dalam konteks penerapan hukum Islam di Indonesia.

Fenomena ini juga sering dibahas dalam artikel-artikel jurnal yang mengkaji bagaimana perasaan minoritas di kalangan mayoritas Muslim muncul akibat berbagai faktor, termasuk globalisasi, pengaruh budaya Barat, dan kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sepenuhnya mendukung nilai-nilai Islam.

Perjuangan umat Islam dalam melawan penjajahan dan membangun bangsa juga dipengaruhi oleh pemikiran para ulama dan tokoh yang relevan pada era tersebut. Misalnya, Syekh Yusuf al-Makassari, seorang ulama dan pejuang dari Gowa, Sulawesi Selatan, yang gigih melawan penjajah Belanda dan diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Syekh Yusuf tidak hanya menginspirasi dengan jihad fisik, tetapi juga melalui ajarannya yang menekankan pada pentingnya tauhid dan ketaqwaan sebagai landasan perjuangan.

Kala Ibu Pertiwi Berduka
Habis sudah rasanya pondasi dan dasar-dasar agama yang selama ini ia tanam dan bina siang dan malam. Masalah syariat agama tidak bisa ditawar-tawar.

Selain itu, KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama, memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan dengan mengeluarkan fatwa jihad melawan penjajah, yang memotivasi ribuan santri untuk berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Pemikiran Hasyim Asy'ari menekankan pentingnya mempertahankan negara yang adil dan makmur di bawah naungan Islam.

Jamaluddin Al-Afghani, meskipun bukan tokoh Indonesia, juga memiliki pengaruh besar melalui gagasan Pan-Islamisme yang menyerukan persatuan umat Islam melawan imperialisme. Sementara itu, Ibn Khaldun dengan “Muqaddimah”-nya, yang menekankan pentingnya solidaritas kelompok (asabiyyah) dalam membangun peradaban. Ide-idenya memberikan landasan intelektual bagi perlawanan umat Islam terhadap penjajahan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Saat kita merayakan Hari Ulang Tahun yang ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia, penting bagi umat Islam untuk merenungkan kembali peran mereka dalam sejarah bangsa ini. Mentalitas minoritas yang sering kali melanda umat Islam di Indonesia harus diubah dengan mengingat kembali kontribusi besar mereka dalam perjuangan kemerdekaan.

Inspirasi dari ajaran para ulama dan tokoh-tokoh Islam di masa lalu dapat menjadi pijakan untuk membangkitkan kembali semangat juang dan keyakinan bahwa Islam dapat dan harus memainkan peran sentral dalam pembangunan bangsa Indonesia.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.