Pemilu 2024 masih terus menjadi pembicaraan. Tema sentralnya adalah dugaan kecurangan di dalam penyelenggaraannya. Setidaknya ada tiga tahap kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Hal itu dikatakan pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, SH, MH, LL.M.
Feri mengatakan hal itu dalam posisi sebagai pembicara saat lembaga-lembaga masyarakat sipil pemantau pemilu mengadakan konferensi pers untuk menyampaikan dugaan kecurangan sementara dalam pemilu, pada Sabtu, 17 Februari 2024, di Gedung Permata Kuningan, Jakarta. Selain Feri Amsari, sejumlah aktivis hadir pula sebagai pembicara dalam konferensi pers tersebut, yaitu Sekretaris Perkumpulan jagapemilu.com, Luky Djani; Hadar N Gumay dari Jagasuara.org; Ismail Fahmi, Founder Drone Emprit; Okky Madasari dari Omong-Omong Media; Feri Amsari dari Kecuranganpemilu.com; dan Wahyu Susilo dari Migrant Care. Sedangkan dosen STF Dryarkara Jakarta, Yanuar Nugroho, tampil sebagai penanggap.
Feri Amsari hadir sebagai perwakilan dari Kecuranganpemilu.com sekaligus pakar hukum tata negara. Di dalam konferensi pers tersebut, ia mengatakan, setidak-tidaknya ada tiga tahap kecurangan dalam pemilu 2024 ini.
“Kalau mau dikategorikan, setidak-tidaknya ada tiga tagline kecurangan pemilu. (pertama) Kecurangan pada tahapan persiapan pemilu, dari proses seleksi hingga hari H. (kedua ketika) Hari H sebagai puncak. Dan ketiga pasca hari H, salah satunya dalam hal input data,” katanya.
Baca juga: Sikapi Pemilu 2024, PBNU Hadirkan Gerakan Mengawal Kemenangan Indonesia
Ia menyebut, masyarakat harus berkonsentrasi mengawasi setiap tahap dan proses Pemilu. “Saya ingin menekankan kenapa kita tidak boleh terjebak hanya mengurus kecurangan input, karena ada kekhawatiran input hanyalah permainan terakhir dari rancangan kejahatan hari ini. Begitu nanti dilakukan perbaikan-perbaikan (oleh KPU) lalu kita bisa menerimanya dan meminta kita semua harap maklum, padahal banyak sekali yang tidak bisa dimaklumi,” jelas Feri.
Ia melanjutkan, kecurangan yang terjadi itu antara lain dapat dilihat dari beberapa hal. “Kecurangan itu sudah bisa dilihat dari penunjukan pejabat kepala daerah dan bantuan gentong babi (pembagian bansos, red). Bansos dibagi-bagikan menuju hari H, ada BLT yang dirapel, jumlah yang meningkat (pada) pembagian bansos beras, termasuk juga peningkatan gaji penyelenggara dan aparat pemerintah, itu politik gentong babi,” ungkap Feri.
Feri menegaskan, praktik politik serupa itu tidak baik. “Politik semacam ini tidak sehat bagi demokrasi. Tetapi ada sebagian kalangan memaklumi kalau itu adalah petahana, karena dia (petahana) memiliki kelebihan di banyak tempat. Tetapi dalam kondisi kali ini sulit dimaklumi karena yang menikmati bantuan-bantuan gentong babi ini adalah anak petahana. Jadi, konsep perpolitikannya pun bergeser, tidak hanya tidak baik dalam siklus politik tetapi tidak baik bagi proses penyelenggara negara,” lanjut Feri.
Feri lantas meminta KPU terbuka. Menurut dia, KPU harus berani membuka semua permasalahan yang ada.
“Ketua KPU harus berani membuka apa permasalahan yang terjadi. Misalnya dengan melakukan audit forensik terhadap sistem mereka. Tidak hanya sirekap, tetapi seluruh sistem yang ada. Kami punya alasan kenapa seluruh sistem yang ada, karena memang kejahatan pemilu ini sudah dilakukan dari awal,” pungkasnya.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!