Para Muassis Dakwah

Para Muassis Dakwah

Malam turun di sekitar Makkah. Gelap menyelimuti alam. Beberapa obor menyala dikejauhan, bagaikan kerlip lilin atau bintang-bintang di langit. Orang-orang kafir Quraisy tengah beristirahat menghilangkan penat, setelah seharian mereka terlibat dalam upacara Haji. Sebuah acara rutin peninggalan millah Ibrahim. Meskipun telah bercampur bid'ah yang parah, mereka menganggapnya suatu yang sakral.

Di tengah kepekaan itu muncul satu sosok bayangan. Bergerak ke sebuah arah. Kemudian diikuti sosok-sosok lainnya. Kadang-kadang berdua. Tetapi mereka semua menuju ke arah yang sama, Aqabah.

Lembah Aqabah telah dipenuhi tujuh puluh orang manusia yang datang dengan mengendap-endap. Mereka adalah kaum muslimin yang datang dari Yatsrib (Madinah) untuk menemui Rasulullah SAW. Pertemuan yang dirancang setahun sebelumnya di tempat yang sama. Dari gurat wajah-wajah mereka tampak sinar-sinar keuletan dan kesungguhan.

Seorang dari mereka maju ke muka, mewakili sahabat-sahabatnya yang lain. Kemudian bertanya:  "Ya Rasulullah, apakah yang perlu kami nyatakan kepada anda dalam pembaiatan ini?" beliau menjawab: "Kalian membaiat aku berdasarkan janji taat dan setia kepadaku, baik dalam keadaan sibuk atau senggang. Kalian berjanji akan tetap berinfaq, baik dalam keadaan longgar maupun sempit. Kalian berjanji akan tetap menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Kalian akan teguh membela kebenaran Allah, tanpa rasa takut dicela orang lain. Kalian akan tetap membantuku dan akan tetap membelaku bila aku berada di tengah-tengah kalian. Sebagaimana kalian membela diri kalian sendiri dan anak istri kalian. Dengan demikian kalian akan memperoleh Surga."

Muslimin Yatsrib kemudian mendekat kepada Rasul. Sebelum tangan-tangan mereka terjulur, As’ad bin Zurarah bergerak mendahului. Ia adalah muslim termuda dibandingkan orang lainnya. Dengan sigap tangannya menggenggam tangan Rasulullah, seraya berkata "Hai orang-orang Yatsrib! Sesungguhnya kita tidak akan mau menempuh jalan sejauh ini dari Yatsrib, melainkan karena kita mengetahui bahwa beliau adalah utusan Allah. Mengeluarkan beliau dari Makkah berarti menantang dan melawan semua orang Arab. Konsekuensinya kalian harus mengangkat pedang. Jika kalian menyadari hal itu, baiatlah beliau dan untuk itu kalian akan mendapat pahala dari Allah. Akan tetapi jika kalian takut mati, maka katakanlah terus terang. Dan dengan alasan itu kalian jujur terhadap Allah."

Semua yang hadir menyahut : "Hai As’ad, lepaskanlah tanganmu. Demi Allah, kami tidak mau ketinggalan membaiat beliau dan tidak akan membatalkannya." Kemudian, sebagaimana dikisahkan Muhammad Al Ghazali dalam kitabnya Fiqhus Sirah, satu persatu kaum muslimin utusan Yatsrib membaiat Rasulullah.

Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah nabi terakhir. Ia membawa ajaran yang integral (syamil) dan sempurna (kamil). Oleh karenanya segala sesuatu yang dibawanya dan dikerjakannya berisi pelajaran-pelajaran yang utuh. Muhammad SAW, tidak seperti Sulaiman AS, adalah seorang nabi yang berjuang dalam dakwah Islam dari marhalah yang paling dasar sampai marhalah tertinggi . Ia menghimpun kekuatan umat dari satu orang sampai membentuk sebuah Daulah Islamiyah yang membentang di jazirah Arab.

Tak pelak lagi, dalam situasi kemerosotan umat Islam dewasa ini, kita memerlukan gambaran figur-figur para peletak dakwah Islam. Figur inilah yang telah membangun suatu pondasi bagi gerakan dakwah Islam yang penuh tantangan dan cobaan. Siapakah mereka yang tatkala sebagian besar manusia mencemooh, memfitnah, dan bahkan menyiksa para pengikut ajaran Ilahi ini, mau memelihara komitmen serta loyalitas kepada Nabi SAW? Orang-orang Anshar yang mengikat janji di Aqabah adalah sebagian dari mereka. Allah berfirman:

وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung. – QS. At-Taubah:100.

Mereka adalah orang-orang yang tsiqah pada manhaj Islam. Kepercayaan mereka terhadap ajaran Islam serta metode penegakannya dilandasi kesadaran yang kuat serta pemahaman yang mendalam. Hal ini adalah berkat ketulusan mereka membuka hati nuraninya, sehingga tertangkaplah Nur Allah yang terang benderang. Dalam situasi kekinian, tarbiyah-tarbiyah memegang peranan penting dalam mencetak para perintis kader dakwah Islam. Penguasaan seorang terhadap ajaran menjadi dasar kemantapan hatinya untuk mau memperjuangkan apa yang dianutnya.

Tsiqah yang kuat diiringi oleh jiwa pengorbanan yang tinggi. Orang-orang Yatsrib dengan mengeluarkan biaya yang tinggi serta resiko keselamatan yang tidak kecil mau mengarungi lautan padang pasir. Datang ke Makkah menemui Muhammad SAW. Harta dan tenaga sudah jelas harus dikeluarkan, tetapi lengah sedikit nyawa pun tak mustahil melayang. Keikhlasan mereka untuk berkorban telah melahirkan optimisme bagi saudara mereka di Makkah. Pada masa awal dakwah pengorbanan adalah sesuatu yang mutlak, ibarat masa investasi dalam sebuah perusahaan yang belum mencapai break even point. Tetapi, pada dada perintis dakwah biasanya tak terdapat kecenderungan pemikiran bisnis para konglomerat. Mereka akan terus berkorban dan berkorban bahkan pada saat dakwah Islam mencapai titik kesuksesan sekalipun. Ghanimah justru membuat mereka lebih banyak lagi menginfakkan hartanya. Mereka adalah konglomerat pahala akhirat.

Kekokohan pendirian dan sikap juga harus dimiliki para perintis (muassis) dakwah Islam. Sikap ini tercermin pada sikap optimisme terhadap keberhasilan dakwah, meskipun pada masa yang paling sulit atau penuh dengan kendala. Langkahnya juga tak mundur hanya karena tersandung baik batu kerikil maupun batu besar. Mereka tak mudah frustasi. Tak akan terlihat pada diri mereka kepanikan dalam menghadapi cobaan-cobaan dakwah. Mereka tetap pada jalannya semula dan maju setapak demi setapak.

Disadur dari majalah Sabili Edisi No. 23/Th II 29 Ramadhan 1410 H/25 April 1990 M dengan beberapa penyesuaian.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.