Pengurus Dewan Da'wah Kota Bekasi di bidang Da'wah, Ustadz Verry Koestanto, mengatakan, tidak adil jika publik menyebut seorang ASN di Kota Bekasi sebagai intoleran. Ustadz Verry mengatakan hal itu usai hadir dalam silaturahmi dan audiensi para ulama, pemuka agama, dan tokoh ormas Islam Kota Bekasi dengan Pj Walikota Bekasi, Raden Gani Muhamad dan para pemangku kepentingan, menanggapi isu terkait ASN yang diduga melakukan aksi intoleransi. Pertemuan yang merupakan rangkaian dari langkah mediasi yang dilakukan Pemkot Bekasi itu diadakan di Kantor Pemkot Bekasi pada Rabu (25/9/2024).
“Yang viral itu tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Bahwa ibu ini (Masriwati, red) dikatakan intoleran, menghalangi-halangi orang beribadah, dan sebagainya, itu tidak benar sama sekali,” tegasnya.
Isu terkait dugaan intoleransi itu dipicu oleh video viral yang menampilkan seorang ibu melakukan protes terhadap kegiatan kebaktian di rumah tetangganya di Bekasi Selatan. Protes ibu yang lalu diketahui adalah seorang ASN (Aparatur Sipil Negara) di Pemkot Bekasi itu terjadi pada 22 September 2024 dan direkam dalam video yang kemudian menjadi viral. Di dalam video itu, ASN bernama Masriwati itu menyoal belum adanya izin penggunaan rumah tetangganya di Perumnas 2, Kayuringin, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, tersebut sebagai tempat ibadah umat Kristiani.
“Jadi, fakta yang sebenarnya adalah bahwa ada sebuah rumah yang disewa oleh seseorang, kemudian rumah itu digunakan sebagai tempat ibadah, dan yang datang ke situ bukan hanya warga di situ tetapi juga dari luar. Kemudian, ibu itu (Masriwati, red) merasa bahwa hal itu adalah sebuah pelanggaran, yaitu rumah tinggal itu tidak boleh digunakan sebagai tempat ibadah secara umum. Kalau ada keluarga ingin mengadakan kegiatan ibadah secara pribadi, silakan. Tetapi, rumah ini biasanya dari Senin sampai Sabtu itu kosong, baru di hari Minggu diadakan ibadah,” jelas Ustadz Verry.
Ia lantas menjelaskan, Masriwati (yang selama penjelasannya ia sebut “Ibu itu” atau “Ibu ini”) sudah beberapa kali menyampaikan tidak ada izin untuk menjadikan rumah itu sebagai tempat ibadah. Bukan hanya ibu itu saja, tetapi warga yang lain di sekitar rumah itu pun juga sudah menyampaikan protes yang sama. Bahkan, sudah ada pertemuan-pertemuan yang difasilitasi oleh Lurah, Camat, serta FKUB. Namun, mereka yang melaksanakan ibadah di sana tetap melakukan aktivitas tersebut.
“Sebenarnya ini adalah tugas FKUB bersama Camat, Lurah, dan pemangku kepentingan setempat. Sedangkan ibu ini posisinya adalah pihak yang terzalimi, karena ada ritual agama yang diadakan di dekat tempat tinggalnya sedangkan seharusnya tidak dilakukan di tempat itu. Akhirnya, dengan melihat fakta seperti ini, kami sebagai perwakilan Ormas Islam menyimpulkan bahwa Ibu ini tidak bersalah,” kata Verry Koestanto.
Ia menegaskan, Masriwati tidak bersalah. Bahkan sebaliknya, ia menyampaikan ketentuan yang benar. “Coba bayangkan, kalau ada orang yang melihat sesuatu kekeliruan atau kesalahan kemudian dia diam saja. Lebih baik mana? Yang diam atau yang menyampaikan bahwa itu salah dan jangan dilakukan? Tentunya lebih baik yang menyampaikan bahwa hal itu salah, walaupun itu pahit. Iya, kan? Jadi, apa yang dilakukan oleh Ibu ini sebagai warga adalah benar adanya,” jelasnya.
Ia juga mengatakan, ketika itu Masriwati tidak sedang melakukan tugas negara sebagai ASN, tetapi hanya bersikap sebagai warga biasa. Tetapi posisinya sebagai ASN itu lantas melekat pada pribadinya. Dan sikap ibu itu bukan intoleransi.
“Maka, ketika ada tuntutan agar Ibu ini dipecat sebagai ASN atau dilakukan investigasi dan sebagainya, kami dari Ormas Islam merasa itu tidak adil,” tegasnya.
Ia melanjutkan, di dalam audiensi para ulama, pemuka agama, dan tokoh ormas Islam Kota Bekasi dengan Pj Walikota Bekasi, Raden Gani Muhamad dan para pemangku kepentingan, mereka sepakat untuk menjaga kondusifitas. Sebab, saat ini kita Tengah berada di bulan politik. Bukan hanya di Bekasi tetapi juga di seluruh Indonesia. Sehingga, jangan sampai kejadian ini lantas dimanfaatkan pihak tertentu, untuk menggoreng atau memanfaatkan isu itu dengan mengedepankan isu seolah-olah umat Islam adalah umat yang tidak toleran dan itu dikaitkan dengan politik. Jika hal itu terjadi, dikhawatirkan akan muncul sikap dari kalangan muslim yang tidak terima.
“Kami sepakat untuk tidak membuat masalah ini semakin ruwet, karena kita memahami bahwa Kota Bekasi telah mendapatkan predikat sebagai Kota Toleran nomor dua se-Indonesia. Masak akan kita coreng itu?” tuturnya.
Kini, setelah berakhirnya pertemuan di antara para pihak yang terkait, persoalan di seputar isu intoleransi di Kota Bekasi dinyatakan telah selesai. Diharapkan netizen tidak lagi mengembangkan komentar yang menganggap ada tindakan intoleransi yang dilakukan ASN di Kota Bekasi.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!