Perang Pikiran

Michio Kaku, seorang fisikawan teoretis, futuris, dan profesor tamu Amerika di Universitas Princeton dan Universitas New York, berkata, "Amerika Serikat memiliki senjata rahasia yaitu visa H-1B. Tanpa senjata ini, lembaga-lembaga ilmiah akan runtuh dan posisi Amerika Serikat di dunia teknologi akan merosot".

Ia melanjutkan, "Tanpa visa ini, tidak akan ada Google, tidak ada Lembah Silikon, dan tidak ada ChatGPT. Visa ini, yang diperuntukkan bagi mereka yang memiliki pikiran-pikiran cemerlang (jenius), telah mengamankan bagi Amerika Serikat para pemikir terbaik di dunia".

Ia menyebut, 50% pemikir kreatif di Amerika adalah orang asing. Dan berkat visa ini, Amerika Serikat telah menjadi magnet bagi para pemikir tersebut.

Sebaliknya, semua negara Arab telah menjadi lingkungan yang menolak pikiran dan mematikan kreativitas. Rezim-rezim Arab yang ada mirip dengan Dettol, tetapi dengan cara yang berbeda. Dettol menghilangkan 99,99% kuman, sebaliknya, rezim Arab menghilangkan 99,99% orang kreatif atau mengusir mereka ke luar negeri.

Mereka melakukan ini secara sengaja dan dengan perencanaan serta desain yang matang. Sebab, memobilisasi orang-orang cerdas sangatlah rumit, sementara memobilisasi kawanan hanya membutuhkan seorang gembala dan seekor anjing.

Hasbara, Strategi Propaganda Israel
Hasbara biasanya diterjemahkan sebagai “penjelasan”. Namun, terjemahan itu tak sepenuhnya mencerminkan konsep itu secara tepat. Hasbara punya hubungan dengan diplomasi publik satu dimensi seperti halnya strategi besar terhadap rencana kampanye.

Lucu sekaligus menyedihkan, bahwa di negara-negara Arab terdapat sistem dan hukum yang melarang ekspor elang, domba, atau bahkan keledai, semisal di Mesir, tetapi tidak ada satu pun hukum yang melarang ekspor otak ke luar negeri. Di negara-negara Arab, baik domba, keledai, maupun burung dianggap sebagai harta nasional, sementara otak dipandang sebagai beban dan ancaman yang harus dimusnahkan.

Dunia Barat menyadari sejak awal bahwa perang diperjuangkan dengan pikiran sebelum senjata. Oleh karena itu, ketika Zionis ingin mendirikan negara mereka, mereka memobilisasi elite pemikir Yahudi, yang didukung oleh elite pemikir Barat.

Kita menemukan bahwa mereka mendirikan Universitas Ibrani di Yerusalem pada tahun 1925, di mana lima lulusannya memenangkan Hadiah Nobel Ekonomi, Fisika, dan Kimia, selama bertahun-tahun. Presiden pertama Negara Israel, Chaim Weizmann, pun meraih gelar doktor di bidang kimia.

Kesimpulan pahitnya adalah bahwa semua perang kita dengan Zionis dan Barat adalah antara elite pemikir Zionis dan Barat dengan pemikir Arab tanpa nilai atau kualifikasi apa pun selain dukungan buta terhadap rezim yang ada dan kesetiaan mutlak kepada penguasa. Oleh karena itu, hasilnya adalah kekalahan yang berulang.

Persamaan yang tidak adil ini, yang menghadapkan elite pemikir Zionis dengan pemikir Arab yang terbatas, telah mengendalikan konflik sampai waktu yang lama hingga perang terakhir.

Hiding The Truth: Persepsi Barat yang Keliru terhadap Islam Menghalangi Terwujudnya Perdamaian di Palestina
Perdamaian di Palestina tak bisa dicapai hanya dengan negosiasi politik, tetapi juga dengan menghancurkan konstruksi persepsi yang menghalangi pemahaman yang adil atas konflik itu. Tanpa upaya serius mereformasi cara dunia melihat Palestina, solusi adil akan tetap jadi utopia.

Pemikir Arab membuktikan kemampuannya untuk mengatasi teknologi tercanggih yang dicapai oleh Barat dan Zionisme, di bawah tanah dan di atas tanah, di udara, dan di laut, dengan apa yang kemudian dikenal sebagai Tembok Besi di sekitar Gaza.

Israel membanggakan peralatan canggihnya dan dengan bangga memamerkannya kepada para pengunjung, menyombongkan diri bahwa itu adalah tembok tercanggih di dunia.

Hari ini, sekali lagi, pertempuran pikiran berkecamuk antara perlawanan di Gaza dengan entitas Zionis serta induknya yang penuh kasih, Amerika.

Sekali lagi, pikiran Arab membuktikan bahwa, meski pun kemampuannya terbatas, ia dapat bersaing dan mengalahkan pikiran Zionis di setiap tingkat politik, keamanan, dan militer.

Barat dan Zionis telah menghabiskan lebih dari 100 tahun perang media untuk meyakinkan kita bahwa kita terbatas dan picik, tidak mampu memimpin diri sendiri. Dan yang paling bisa kita harapkan hanyalah diperintah oleh seseorang seperti Tony Blair. Namun, berkat karunia Allah dan rahmat-Nya, perlawanan telah berhasil, dalam lebih dari 700 hari, memulihkan kepercayaan diri pikiran Arab dan membuatnya percaya bahwa mereka mampu berkreasi, berinovasi, dan memimpin.

"Dan bahwa mereka tidak kalah mampu dibandingkan pikiran Zionis dan Barat."

Antara “Croissant” dan “Bubuy Bulan-Sangray Bentang” (Ingatan Kolektif Komunisme, Islam, dan Turki Ustmani)
Croissant adalah kue kering, tetapi juga memiliki arti bulan. Lagu “Buby Bulan” muncul ketika kondisi politik nasional memanas, karena terjadi perseteruan di antara partai Islam (Masjoemi) dengan partai komunis (PKI).

Pemulihan kepercayaan inilah yang paling mereka takuti. Itulah sebabnya mereka mati-matian ingin memaksakan kembali pembatasan terhadap pikiran kita, membelenggunya sekali lagi, dan mengembalikan kita ke titik awal dari mana kita muncul.

Keyakinan ini telah membuat kita percaya bahwa kekalahan bukanlah takdir kita, dan inilah langkah selanjutnya. Jalan Pertama Menuju Kemenangan.

"Kekalahan, seperti halnya kemenangan, muncul dari dalam. Agar suatu masyarakat dapat dikalahkan secara eksternal, ia harus terlebih dahulu dikalahkan secara internal," seperti yang dikatakan Ali Syariati.

"Sebaliknya, agar suatu masyarakat dapat menang atas musuh eksternal, ia harus menang secara internal, dan inilah yang telah mulai kita saksikan selama lebih dari 700 hari".

Allah Swt berfirman:

"Sesungguhnya kamu akan mendapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang yang menyekutukan Allah." (QS Al-Ma'idah: 82).

Umar bin Khatab ra berkata, "Kita adalah kaum yang telah dimuliakan Allah dengan Islam. Jika kita mencari kemuliaan dari selain Islam, Allah akan menghinakan kita".

Ditulis Oleh: Ghassan Haddad

Diterjemahkan Oleh: Aunur Rafiq Saleh Tamhid