Perempuan dan Literasi: Menyatu dalam Peradaban Lisan

Perempuan dan Literasi: Menyatu dalam Peradaban Lisan
Perempuan dan Literasi: Menyatu dalam Peradaban Lisan / Photo by Umar ben on Unsplash

Ibu membacakan dongeng sebelum tidur. Imajinasiku Tumbuh. Energi Akal Berasal dari Tutur Perempuan (Rocky Gerung).

Seketika ungkapan ini menyadarkan kita pada nina bobo masa lalu. Saat ibu kita membacakan dongeng. Dongeng seputar kisah para nabi atau sekadar bercerita tentang dirinya sendiri. Semuanya menguasai imaji bawah sadar kita hingga kini. Ataukah mungkin di zaman ini kita kebingungan menemukan kenyataan ini, karena para ibu sudah tak pernah memiliki narasi dalam berkisah untuk mengolah liarnya nalar dan imaji kanak-kanak kita?

Sejak dulu, dongeng atau kisah dipercaya menjadi metode yang ampuh dalam membangun kesadaran dan sensitifitas terhadap nilai-nilai kebaikan, mencerdaskan nalar, mengasah empati, menggugah kesadaran, dan masih banyak lagi kekuatan dongeng atau kisah. “Semua kisah rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu (Nabi Muhammad), yaitu kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu. Di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat, dan peringatan bagi orang-orang mukmin” (QS Hud: 120).

Memang tak semua ibu suka bercerita, membacakan cerita, atau bahkan menceritakan dirinya sendiri. Potensinya mengeluarkan kata-kata minimal 20.000 kata per hari tak lantas menjadikan dia manusia yang pandai bercerita. Tetapi tentu kita merasakan lisan ibu tak pernah lupa menyentuh kita di mana pun. Saat membelai rambut kita, menasihati, bertanya, menyapa, bercanda, bermain, berbincang, dan segala kegiatan lainnya yang membersamai kita.

Literasi menjadi pekerjaan rumah yang tidak pernah selesai dan hampir-hampir bisa dikatakan seperti momok yang dipelihara. Bagaimana tidak demikian adanya, jika keikutsertaan kita berkali-kali pada tes PISA hanya mendatangkan kabar duka sekaligus menelan pil pahit rasa malu.

Minat membaca buku di Indonesia dinilai masih sangat rendah. Faktanya, UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya di angka 0,001% atau dari 1.000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).

Maka Hormati dan Hargailah Suamimu dan Ayahmu
Suamimu/ayahmu ternyata tak hanya merasakan sakit atau lelah fisiknya dalam mencari nafkah, tetapi terkadang juga mental dan batinnya terkoyak-koyak oleh perlakuan orang lain kepadanya.

Sementara itu, PISA atau Programme for International Student Assessment, sebuah studi internasional yang menilai kualitas sistem pendidikan dengan mengukur hasil belajar yang esensial untuk berhasil di Abad ke-21, menyatakan hasil PISA tahun 2022 ini, terkait literasi membaca, menunjukkan peringkat Indonesia naik 5 posisi dibandingkan tahun 2018. Kendati demikian, skor yang didapatkan menunjukkan penurunan dan Indonesia masih menduduki posisi 11 peringkat terbawah dari 81 negara yang didata. Banyaknya program literasi juga para pegiat dan pejuang literasi di penjuru pelosok negeri belum mampu membuat nilai rapor literasi kita naik kelas. Miris!

Terkait dengan wacana perempuan (ibu) dalam perannya membangun literasi, seharusnya ini menjadi perhatian penting pemerintah. Idealnya ada semacam program khusus yang digagas untuk meningkatkan literasi perempuan dan membangun kesadaran perempuan untuk berperan dalam meningkatkan literasi generasi emas ke depan. Jika yang dibangun hanya infrastruktur literasi tanpa membangun kesadaran literasi sumber daya manusia, maka penulis tidak yakin di masa depan tingkat literasi kita akan naik signifikan.

Diperbanyaknya jumlah perpustakaan tentu saja penting. Tetapi infrastruktur tidak akan termaksimalkan fungsinya tanpa kesadaran literasi yang baik pada warga. Menurut data yang ada, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Lalu mengapa tingkat literasi kita tak berbanding lurus dengan peningkatan infrastruktur literasi?

Penulis berkeyakinan bahwa peningkatan literasi bangsa ini bisa dilakukan salah satunya dengan meningkatkan pembekalan literasi pada perempuan (Ibu). Karena literasi ibu mendampingi sejak seorang janin menetap di rahimnya sampai ia dilahirkan dan dibesarkan. Ibu juga diyakini sebagai penyumbang terbesar gen kecerdasan untuk anak. Peneliti Glasgow, Skotlandia, mengambil pendekatan yang lebih manusiawi untuk mengeksplorasi kecerdasan. Sejak 1994 dan dilakukan tiap tahunnya, peneliti mewawancarai 12.686 orang yang berusia 14 sampai 22 tahun. Hasilnya, tim peneliti menemukan prediktor kecerdasan terbaik adalah IQ dari gen sang ibu.

Meski demikian, kualitas pendidikan bagi perempuan masih timpang jika dibandingkan dengan laki-laki. Tahun 2021, rata-rata lama sekolah untuk perempuan adalah 8,17 tahun sementara laki-laki adalah 8,92 tahun. Tahun-tahun sebelumnya, tingkat pendidikan perempuan Indonesia lebih rendah lagi. Secara populasi, penduduk Indonesia paling besar merupakan tamatan pendidikan dasar. Data Statistik Pendidikan Tahun 2022 mencatat, sejumlah 59,88 persen penduduk Indonesia menamatkan pendidikan dasar. Sementara 29,97 persen merupakan penduduk berpendidikan menengah. Hanya 10,15 persen penduduk yang menamatkan pendidikan tinggi. Jadi secara umum pun tingkat pendidikan kita masih sangat rendah. Hal ini bisa jadi dikarenakan kemiskinan dan tuntutan hidup perempuan untuk bekerja.

Istidraj Kemajuan Peradaban Materialis pada Suatu Negeri
Namun, pembiaran (sehingga menuju kebinasaan) ini ditimpakan setelah pengabaian terhadap peringatan-peringatan dari Allah melalui para pembawa risalah-Nya.

Banyak cara untuk meningkatkan kemampuan literasi perempuan. Salah satunya, pemerintah bisa memberikan atau mewajibkan program khusus berbasis IT. Sebab, program berbasis IT saat ini dirasa paling praktis. Diketahui, manusia Indonesia sudah melek digital. Bahkan, pengguna gadget jumlahnya terus meningkat dari kalangan menengah ke atas sampai menengah ke bawah.

Di dalam State of Mobile 2024 yang dirilis oleh Data AI, warga Indonesia menjadi pengguna yang paling lama menghabiskan waktu dengan perangkat mobile semisal HP dan tablet pada 2023, yaitu 6,05 jam setiap hari. Di posisi kedua, warga Thailand menghabiskan 5,64 jam per hari. Argentina ada di posisi ketiga yaitu “hanya” 5,33 jam per hari.

Jadi, sebenarnya banyak edukasi yang bisa dilakukan pemerintah melalui digital. Tidak saja tentang literasi tetapi juga edukasi lainnya, misalnya tentang penyuluhan kebersihan, pengelolaan sampah, dan lain-lain. lni bisa juga mengalihkan perempuan dari program-program yang kurang bermanfaat di gadget-nya. Pelatihan-pelatihan menulis yang saat ini marak ditawarkan di platform online saja mampu menyusun materi-materi pelatihan secara rapi, baik bentuk ppt atau pdf di grup whatsapp, grup telegram, maupun zoom meeting, apalagi pemerintah yang seharusnya punya resource yang lebih banyak lagi. Pasti lebih bisa lagi menyajikan platform pendidikan literasi untuk warganya, khususnya perempuan.

Cara lainnya, pemerintah juga bisa membangun kolaborasi dengan komunitas juga para pegiat literasi perempuan untuk mengadakan event-event literasi yang mengundang para perempuan, baik diadakan offline maupun online semisal mini workshop, lomba, seminar, dan lain-lain. Cara ketiga, memberikan akses kepada perempuan untuk mendapatkan penghasilan lewat dunia literasi yang difasilitasi oleh era digital. Sekarang ini, banyak sekali ibu yang juga ingin mendapatkan penghasilan walau pun tetap berada di rumah mendampingi putra-putrinya. Menurut survei, perempuan adalah pihak yang paling rentan terpapar kemiskinan. Pada 2022, sebanyak 9,68% dari perempuan Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan (garis yang menunjukkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan). Angka ini lebih tinggi dibandingkan persentase laki-laki yang 9,40%. Selain itu, pada 2021, jumlah pengeluaran per kapita laki-laki adalah sebesar 15,77 juta Rupiah. Sedangkan pengeluaran per kapita perempuan pada tahun yang sama hanya sebesar 9,05 juta Rupiah. Data ini menunjukkan adanya ketimpangan ekonomi antara laki-laki dan perempuan di Indonesia.

Oleh karenanya, program peningkatan kemampuan literasi dan digital perempuan, bahkan beasiswa yang digagas oleh beberapa NGO dan komunitas, bisa juga menjadi bagian perhatian pemerintah untuk mendorongnya apalagi memberikan fasilitas. Dengan kemampuan literasi yang lebih baik, perempuan memiliki peluang lebih besar untuk pengembangan dirinya. Misalnya jika dia seorang pegiat UMKM, dia bisa mengiklankan produknya dengan kemampuan copy writing yang bagus dan lain-lain.

Dampak Negatif Judi Menurut Islam
Judi dianggap salah satu perbuatan yang sangat dilarang dan berbahaya, baik dari segi agama maupun sosial. Ada beberapa alasan mengapa judi dianggap berbahaya menurut Islam.

Maka, menjadikan peningkatan kapasitas literasi pada perempuan sebagai sesuatu yang diprioritaskan adalah keputusan yang tepat. Bukankah ayat pertama yang turun adalah tentang membaca? Iqro bismirabbikaladzi kholaq. Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.

Maka, ini seperti isyarat dari Tuhan tentang bagaimana kita bisa “membaca” Dia dengan membaca semua tanda di sekitar kita. Keterampilan membaca akan memicu keterampilan membacakan, menceritakan, atau mengulas kembali. Membacakan keajaiban dunia kepada anak-anak kita adalah peradaban lisan yang kita nantikan.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.