Peringati 116 Tahun Hari Kebangkitan Nasional, GPKR Ajak Bangsa Indonesia Bangkit dari Bangkrut

Tanggal 20 Mei 1908 adalah salah satu tanggal penting dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Di hari itu, 116 tahun yang lalu, bangsa Indonesia memasuki satu periode penting. Yaitu periode ketika mulai tumbuh kesadaran kolektif di kalangan rakyat Indonesia bahwa mereka adalah “orang Indonesia”.

Ditandai dengan berdirinya organisasi Budi Utomo yang dimotori anak-anak muda, mulai berlangsung perkembangan pikiran dari kaum muda untuk bangkit dan memerdekakan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Kini, setelah 116 tahun berlalu, perjuangan para pemuda lewat Budi Utomo itu masih relevan dengan kondisi kekinian. Sebab, saat ini pun bangsa Indonesia masih menghadapi tantangan besar, yakni runtuhnya kedaulatan itu sendiri.

Itulah salah satu poin yang disampaikan Presidium Gerakan Penegak Kedaulatan Rakyat (GPKR) dalam Pernyataan Sikap yang diterima redaksi Sabili.id, Selasa (21/5/2024) siang. Menurut GPKR dalam Pernyataan Sikap mereka itu, kedaulatan rakyat sebagai pesan utama Kebangkitan Nasional saat ini telah terjatuh. Maka, GPKR menyerukan, kini saatnya rakyat bergerak membangkitkan diri dari kebangkrutan. Kalau tidak, maka eksistensi negara bangsa akan lenyap, tidak tersisa kecuali nama, dan tak tersisa kecuali kerangka.

Pernyataan sikap itu dikeluarkan di Jakarta, 20 Mei 2024, oleh Presidium GPKR, yaitu Abdullah Hehamahua, Didin S Damanhuri, Fachrul Razi, Hafid Abbas, M. Din Syamsuddin, Oegroseno, Paulus Januar, Rochmat Wahab, dan Sabriati Aziz. Berikut ini isi lengkap Pernyataan Sikap Presidium GPKR sehubungan dengan 116 Tahun Kebangkitan Nasional:

Baca juga: Di Depan Kedutaan Amerika Serikat, Massa Aksi 195 Tuntut Kebebasan untuk Palestina

Sehubungan 116 Tahun Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei 1908-2024), Presidium Gerakan Penegak Kedaulatan Rakyat menyampaikan pikiran/pernyataan sebagai berikut:

  • Bangsa Indonesia perlu bersyukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa pernah mengalami Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 1908. Tanggal tersebut menandai bangkitnya kesadaran rakyat Indonesia sebagai suatu bangsa yang ingin membebaskan diri dari penjajahan dan memerdekakan diri sebagai bangsa dan negara yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
  • ⁠Kebangkitan Nasional sejatinya adalah pembebasan diri dari tirani, penegakan hak dan kedaulatan rakyat, serta perjuangan bersama untuk keadilan dan kemakmuran bersama. Kebangkitan Nasional berupa kesadaran kebangsaan telah dikukuhkan dan menjelma dalam berbagai bentuk kedaulatan (sovereignty), antara lain:
    • Kedaulatan  kultural (cultural sovereignty) lewat Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928;
    • Kedaulatan Politik (political sovereignty) dengan Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945; dan
  • Kedaulatan Teritorial (Territorial Sovereignty) melakui Deklarasi PM Juanda pada 13 Desember 1959.
  • ⁠Ketiga bentuk kedaulatan itu kini menghadapi tantangan besar, yakni runtuhnya kedaulatan itu sendiri. Seyogianya Bangsa Indonesia pada era globalisasi dewasa ini dapat mengukuhkan kedaulatan harga diri (dignity sovereignty) dalam pergaulan antar bangsa yang menuntut kemampuan bersaing dan bertanding. Namun, alih-alih dapat bangkit maju, Bangsa Indonesia terpuruk. Kedaulatan ekonomi hancur oleh ketidakadilan ekonomi, sehingga yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Kekayaan sumber daya alam terkuras dan terjarah oleh segelintir orang yang bersekongkol dengan pejabat korup. Begitu pula kedaulatan politik, kedaulatan rakyat diambil alih oleh kedaulatan partai. Oligarki politik bersekongkol dengan oligarki ekonomi membuat hak rakyat dirampas/dibeli paksa pada setiap Pemilu/Pilpres. Demokrasi beralih bentuk menjadi kleptokrasi (adanya penguasa yang menggunakan kekuasaan untuk memperkaya diri). Korupsi, Kolusi, Nepotisme dan Politik Dinasti merajalela. Keteladanan dan kenegarawanan pemimpin nasional terjerembab ke titik nadir. Pada muaranya, kedaulatan rakyat sebagai pesan utama Kebangkitan Nasional terjatuh bahkan dijatuhkan oleh rezim yang berkuasa.
  • Memperingati 116 Tahun Kebangkitan Nasional menuntut rakyat bangkit dari keterpurukan. Saatnya rakyat bergerak membangkitkan diri dari kebangkrutan. Kalau tidak, maka eksistensi negara bangsa akan lenyap, tidak tersisa kecuali nama, dan tidak tersisa kecuali kerangka.
  • Bangkit dari Bangkrut bukan mengada-ada. Saatnya Bangsa Indonesia memiliki kesadaran baru, membebaskan diri dari penjajahan baru, memerdekakan diri dari belenggu tirani, berjuang menegakkan kedaulatan rakyat dengan Kembali ke UUD 1945 (Hasil Permufakatan Para Pendiri Bangsa) dengan beberapa adendum prinsipil.