Laporan/pengaduan masyarakat tentang dugaan tindak pidana nepotisme itu dilakukan di Ruang BARESKRIM Markas Besar POLRI, Jalan Trunojoyo Nomor 32, Jakarta Selatan, Senin (22/1/2024). Seperti disampaikan dalam Press Release mereka, pelaporan tersebut didukung sepenuhnya oleh 100 tokoh Petisi 100 dengan ribuan pendukung, yang diwakilkan 25 orang penanda tangan basah pada surat kuasa kepada 20 orang pengacara. Didukung pula oleh 157 orang alumni dari 18 Perguruan tinggi yang tergabung dalam Forum Perguruan Tinggi Bandung Berijazah Asli (FOR ASLI), yang diwakili 25 orang bertanda tangan basah pada surat kuasa.
Di dalam press release, PETISI 100 & FOR ASLI menyatakan, pelaporan itu dilakukan karena bukti-bukti menunjukkan bahwa Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Iriana, dan Joko Widodo, telah melanggar Pasal 5 angka 4 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang menyatakan, “Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme.”
Ada 100 tokoh yang tergabung dalam PETISI 100. Di antaranya adalah Letjen TNI Purn. Yayat Sudrajat; Dr. Marwan Batubara; HM. Rizal Fadillah, SH; Ir. Budi Rijanto; dan Ir. Syafril Sjofyan, MM. Menurut mereka, Laporan/Pengaduan Masyarakat ini disampaikan kepada Kepala BARESKRIM Mabes Polri dan bukan KPK, karena nepotisme adalah tindak pidana khusus di luar korupsi, sehingga bukan kewenangan KPK yang hanya khusus menangani korupsi.
PETISI 100 & FOR ASLI pun menyebut, sebagaimana amanat TAP MPR Nomor VI/ MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, khususnya Bab II TAP MPR mengenai Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan, meniscayakan penegakan hukum secara adil serta perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warga negara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya.
Pasal 1 angka 5 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, menyatakan, “Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.”
Baca juga: Dr. Ujang Komarudin, SH.I, MSi: "Demokrasi Ini Hanya Menguntungkan Pihak Tertentu"
Pasal 22 UU Nomor 28 Tahun 1999 menyatakan, “Setiap Penyelenggara Negara atau Anggota Komisi Pemeriksa yang melakukan Nepotisme sebagaimana Pasal 5 angka 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).”
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, menurut PETISI 100 & FOR ASLI, sangat jelas dan gamblang bahwa patut diduga kuat telah terjadi tindak pidana nepotisme yang dilakukan Joko Widodo selaku Presiden yang berkaitan dengan Anwar Usman selaku Adik Iparnya dan terhadap Gibran Rakabuming Raka sebagai anak, yang menjabat Walikota Solo.
Peran istri Jokowi, Iriana, mereka menyatakan, juga besar. Sehingga, Anwar Usman, Joko Widodo, Iriana, dan Gibran Rakabuming Raka, menurut mereka layak dilaporkan atau diadukan oleh masyarakat kepada pihak POLRI, untuk diproses secara hukum atas delik melanggar Pasal 1 angka 5, Pasal 5 angka 4, dan Pasal 22 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme jo Pasal 55 KUHP (deelneming /penyertaan).
Pihak pelapor pun menegaskan, mengingat Nepotisme merupakan tindak pidana khusus dengan ancaman pidana maksimal 12 (dua belas) tahun penjara, maka para tersangka/pelaku yang terlibat dapat atau harus segera ditahan. Laporan/Pengaduan Masyarakat ini mereka sampaikan kepada Kepala BARESKRIM Mabes Polri, dengan harapan dapat segera ditindaklanjuti. Sebab, salah satu Terlapor, yaitu Gibran Rakabuming Raka, sampai saat ini terus menggunakan Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menjadi sumber tidak pidana nepotisme untuk maju dalam Pemilihan Presiden 2024 sebagai Calon Wakil Presiden Republik Indonesia.
Para pelapor berharap, dengan cepatnya proses hukum terhadap adanya dugaan tindak pidana melanggar Pasal 1 angka 5 Jo Pasal 5 angka 4 Jo Pasal 22 UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, maka tindak kesewenang-wenangan tidak terus berlanjut di Negara Republik Indonesia. UUD menegaskan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum (Rechstaat) bukan Negara Kekuasaan (Machtstaat).
Sejauh ini, laporan tersebut masih bersifat aduan masyarakat (dumas) yang disampaikan Petisi 100 di Ruang BARESKRIM POLRI, Senin kemarin.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!