Piagam Jakarta dan Rumusan Resmi Pancasila

Piagam Jakarta dan Rumusan Resmi Pancasila
Photo by Mufid Majnun on Unsplash

Pekan lalu, 22 Juni 2023, Jakarta memperingati hari lahirnya yang ke-496. Sebenarnya, selain hari ulang tahun Jakarta, tanggal 22 Juni juga memiliki arti penting dalam sejarah Indonesia. Yaitu penetapan Piagam Jakarta (Jakarta Charter).

Sejarah mencatat, di tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan mengesahkan sebuah naskah yang kemudian kita kenal sebagai Piagam Jakarta. Naskah tersebut adalah rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Tetapi, nama “Piagam Jakarta” sendiri diusulkan Mohammad Yamin dalam Sidang BPUPKI Kedua, 10 Juli 1945. Piagam Jakarta itu tak lepas dari sejarah kelahiran Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.

Pemerintah telah menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Pemerintah juga menetapkan tanggal 1 Juni sebagai hari libur nasional. Penetapan tersebut berdasarkan Keppres Nomor 24 Tahun 2016. Tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila merujuk pada peristiwa digelarnya sidang Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) untuk merumuskan dasar negara Republik Indonesia.

Pembentukan BPUPKI berkaitan dengan Perang Dunia II tepatnya Perang Pasifik pada pertengahan tahun 1940-an. Tahun 1942, setelah ratusan tahun menguasai Indonesia, Belanda meninggalkan Indonesia usai dikalahkan oleh Jepang. Sejak itu, Indonesia dikuasai Jepang. Sebelumnya, Jepang telah menduduki negara-negara Asia lain.

Tahun 1945, Jepang menghadapi perang melawan tentara sekutu. Sebab, mereka telah memulai perang dengan Amerika Serikat. Perjalanan sejarah menorehkan, Jepang kalah dalam perang melawan sekutu. Keadaan mereka goyah. Di tengah situasi tak menentu, Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sebagai langkah untuk mewujudkan janji itu, Jepang membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI).

Tujuan pembentukan BPUPKI adalah untuk menyelidiki hal-hal penting yang berkaitan dengan kemerdekaan Indonesia sekaligus juga menyiapkan rencana kemerdekaan. Di dalam menjalankan perannya, BPUPKI menggelar beberapa kali rapat atau sidang. Dua di antaranya adalah sidang besar. Sidang pertama digelar BPUPKI tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Di dalam sidang tersebut, para anggota BPUPKI membahas apa yang akan menjadi dasar-dasar Indonesia merdeka. Salah satu agenda yang dibahas adalah perihal dasar negara Indonesia.

Di dalam sidang pertama BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin berpidato, mengusulkan dasar negara berupa Peri Kebangsaan; Peri Kemanusiaan; Peri Ketuhanan; Peri Kerakyatan; serta Kesejahteraan Rakyat. Pada 31 Mei 1945, Soepomo tampil menyampaikan usul. Menurut dia, negara Indonesia merdeka adalah negara yang dapat mempersatukan semua golongan, paham perseorangan, serta mempersatukan diri dengan berbagai lapisan rakyat. Ia juga mengemukakan dasar negara, yaitu Persatuan (Unitarisme); Kekeluargaan; Keseimbangan lahir dan batin; Musyawarah; dan Keadilan rakyat. Dan pada 1 Juni 1945, Soekarno (Bung Karno) menyatakan gagasan tentang dasar negara yang disebut dengan Pancasila. Panca artinya lima, sila artinya prinsip atau asas. Momen itulah yang ditetapkan sebagai tanggal kelahiran Pancasila.

Ketika itu, Bung Karno menyampaikan gagasan terkait Pancasila. Yaitu lima dasar untuk negara Indonesia. Sila pertama "Kebangsaan"; sila kedua "Internasionalisme atau Perikemanusiaan"; sila ketiga "Demokrasi"; sila keempat "Keadilan Sosial"; dan sila kelima "Ketuhanan yang Maha Esa".

Namun, ketika itu masih terdapat perbedaan pendapat tentang gagasan dasar negara tersebut. Muncul perdebatan di antara tokoh-tokoh golongan nasionalis dengan tokoh-tokoh Islam. Menyikapi belum dicapainya kesepakatan, maka untuk menyempurnakan rumusan Pancasila serta merancang pembuatan Undang-Undang Dasar, Dokuritsu Junbi Cosakai membentuk sebuah panitia yang disebut Panitia Sembilan. Sebab, anggotanya memang sembilan orang. Yaitu Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Abikoesno Tjokroseojoso, Agus Salim, Wahid Hasjim, Mohammad Yamin, Abdul Kahar Muzakir, Mr. AA Maramis, dan Achmad Soebardjo. Panitia Sembilan bertugas mengumpulkan pendapat para tokoh tentang rumusan dasar negara yang nantinya akan dibahas dalam Sidang Kedua BPUPKI.

Pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan selesai menyusun naskah rancangan yang akan digunakan dalam pembukaan hukum dasar negara. Mohammad Yamin kemudian menamai naskah tersebut sebagai Piagam Jakarta. Piagam Jakarta berisi gabungan pendapat antara golongan nasionalis dan golongan Islam. Berikut ini isi Piagam Jakarta 22 Juni 1945:

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Di dalam naskah Piagam Jakarta itu, terdapat rumusan Pancasila. Lima sila yang menjadi dasar negara itu adalah, Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Piagam Jakarta dari Panitia Sembilan itu kemudian dijadikan sebagai preambule atau Pembukaan UUD 1945. Namun, naskah tersebut juga tidak serta merta diterima semua kalangan. Di antaranya adalah keberatan yang disampaikan wakil dari Indonesia timur, terhadap sila pertama Piagam Jakarta yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Dengan kebesaran jiwa, tokoh-tokoh Islam ketika itu menerima keberatan tersebut. Sila pertama itu kemudian diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Selanjutnya, naskah Piagam Jakarta yang telah diubah itu dibawa ke sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Setelah melalui proses dan beberapa persidangan, tanggal 18 Agustus 1945 PPKI benar-benar mengesahkan Pancasila sebagai dasar negara. Artinya, sehari setelah dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pada sidang tersebut, disetujui bahwa Pancasila dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara Indonesia yang sah. Tetapi, kata “Mukadimah” diganti dengan “Pembukaan”. Pancasila yang disahkan di hari itulah yang isinya kita kenal sekarang.

Jadi, jika sekarang sering kita dengar perdebatan tentang kelahiran Pancasila, tanggal 1 Juni atau 18 Agustus, maka menyimak catatan sejarah tersebut, jelas bahwa tanggal 1 Juni 1945 merupakan momen penyebutan pertama kali Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Sedangkan tanggal 18 Agustus 1945 adalah momen pengesahan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang sah dan isinya sudah seperti isi Pancasila yang sekarang ini kita kenal.

Sedangkan tanggal 22 Juni 1945 juga penting karena merupakan momen penyusunan naskah Piagam Jakarta yang selanjutnya disahkan sebagai naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Piagam Jakarta antara lain mengakui dan mempromosikan kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagai hak asasi manusia yang fundamental. Sebab, setiap individu memiliki hak untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama atau keyakinan sesuai dengan kepercayaan pribadinya.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.