Prof. Dr. Effendi Gazali: "Saya Tak Bisa Jawab Bagaimana Masa Depan Demokrasi di Indonesia"

Prof. Dr. Effendi Gazali: "Saya Tak Bisa Jawab Bagaimana Masa Depan Demokrasi di Indonesia"

Ditemui Sabili.id usai tampil sebagai narasumber bersama Prof. Dr. Ma'mun Murod Al-Barbasy (Rektor UMJ) dan Dr. Ujang Komarudin, M.Si (Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia), Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali mengkritisi demokrasi kita. Menurut dia, peristiwa yang terjadi tanggal 16 sampai 25 Oktober 2023 tidak pernah ada di buku-buku tentang demokrasi yang ia pelajari. Padahal, proses yang saat ini kita lalui akan menentukan masa depan demokrasi Indonesia.

“Masa depan pemilu Indonesia ini bukan hanya lima tahun saja, tetapi 20 tahun ke depan. Padahal, (tahun) ‘98 kita merayakan kemerdekaan demokrasi,” katanya.

Menurut Staf pengajar program pascasarjana ilmu komunikasi Universitas Indonesia ini, politik dinasti membuat sistem demokrasi menjadi tidak sehat. Di negara lain, katanya, calon pemimpin yang terindikasi politik dinasti boleh tetap maju tetapi rakyat tidak boleh memilih dia.

“Kalau ada (anggota) dinasti (yang) maju, ada empat lingkaran yang akan dilanggar. Pertama, ASN atau AN kalau dinasti, yang malu pasti ayahnya, jika kalah. Kedua, relawan militant, kalau di negara lain begitu presiden terpilih (maka) relawan bubar, sedangkan di Indonesia relawan dapat jabatan. Ketiga, agamawan mulai dipengaruhi. Keempat, akademisi dan budayawan dipengaruhi,” tutur pria yang juga dosen pada Sekolah Pascasarjana Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) itu pula.

Effendi Gazali lulus sarjana dalam bidang komunikasi Universitas Indonesia tahun 1990. Kemudian ia mendapatkan gelar Master dalam bidang komunikasi dari universitas yang sama pada 1996. Di tahun 2000, ia meraih gelar Master dalam bidang International Development (konsentrasi: International Communication) dari Universitas Cornell Ithaca, New York, AS. Sedangkan gelar Ph.D ia peroleh dalam bidang Komunikasi Politik dari Radboud University Nijmegen, Gelderland, tahun 2004, dengan disertasi berjudul “Communication of Politics & Politics of Communication in Indonesia: A Study on Media Performance, Responsibility, and Accountability” (diterbitkan oleh: Radboud University Press, Belanda, 2004).

Baca juga: Prof. Dr. Ma’mun Murod: “Jokowi Tidak Mau 3 Periode Adalah Mafhum Mukholafah”

“Saya tidak masalah Gibran maju (dalam Pilpres), asalkan tidak ada Presidential Threshold. Jadi Khofifah (juga bisa) maju, RK maju, dan yang lainnya maju (dalam Pilpres),” ujarnya.

Effendi juga mengkritisi Lembaga survei. Menurut dia, perlu ada macam-macam survey. Yaitu survei yang dilaksanakan lembaga publik; survei yang dilaksanakan lembaga komersial; survei yang dilaksanakan oleh konsultan politik; dan survei yang dilaksanakan media dan lembaga akademik.

Effendi Gazali lantas mengatakan, sulit untuk meneropong masa depan demokrasi Indonesia selanjutnya. “Saya nggak bisa menjawab pertanyaan terkait masa depan demokrasi di Indonesia ini,” ujarnya.

Terkait debat Capres/Cawapres, Effendi juga punya catatan. “Saya berharap, ke depan debat-debat capres itu dibikin debat normal saja. Cuman di Indonesia debat dipotong iklan. Ini tandanya kapitalisme sudah masuk ke berbagai lini,” ucapnya.

Effendi pun mewanti-wanti kemungkinan terjadinya kecurangan dalam pemilu. Jadi, kita perlu awasi betul pelaksanaan pemilu ini.

“Rawan kecurangan itu (kemungkinannya) paling besar (ketika proses perjalanan hasil pemilihan) dari TPS ke kecamatan. Inilah potensi paling besar kecurangan dalam pemilu,” tegasnya.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.