JIDF (Jewish Internet Defense Force) atau Pasukan Pertahanan Internet Yahudi beranggotakan sekumpulan aktivis Israel yang aktif berkomentar sekaligus menyebarkan informasi secara agresif di media sosial. Alih-alih bertempur di medan perang yang nyata, pasukan ini berperang di dunia maya, menggunakan media sosial sebagai senjata utama. Tujuan mereka adalah untuk membentuk opini publik global dan memperbaiki citra Israel di mata dunia. Terutama ketika negara tersebut dipandang buruk oleh komunitas internasional.
Direktur Komite Yahudi Amerika di Israel, Avital Leibovich, mengatakan, tujuan utama gerakan ini adalah untuk menyampaikan pesan kepada publik, baik Israel maupun dunia, melalui media konvensional dan media modern (media sosial).
“Ini sangat penting bagi kami, karena terkadang citra kami dari IDF terdistorsi oleh pihak lain, sehingga kami harus menangkalnya demi menyeimbangkan citra itu,” ujar Avital.
JIDF sebenarnya adalah kelanjutan dari operasi hasbara (mesin propaganda Israel di tingkat internasional), yang bergerak melalui media dan platform komunikasi. Pasukan ini mengambil peran sentral dalam kampanye informasi pro-Israel. Dibentuk pada awal tahun 2000-an, bertepatan ketika media sosial semisal Facebook, YouTube, dan Twitter mulai merebak di internet. Juga sebagai upaya akar rumput, untuk melakukan kampanye email massal dan respon terhadap pecahnya Intifada Kedua (Intifada Al-Aqsa).
Organisasi swasta dan independen yang mewakili sekelompok aktivis itu memiliki prinsip proaktif. Berkedok untuk memerangi isu terorisme Islam dan anti semitisme di medsos.
“Kata kuncinya adalah proaktif. Kami tidak menunggu reporter atau jurnalis untuk mengontak, tetapi kami yang lebih dulu mengundangnya ke markas kami. Sehingga, kami punya hubungan baik dengan 100 jurnalisme yang datang ke markas,” jelas Avital.
Avital melanjutkan, pihaknya meluncurkan proyek media baru dan memperluasnya melalui twitter, youtube, blog, album flicker, wikipedia, baik dalam Bahasa Arab, Rusia, Prancis, dan Inggris. Di media baru itu, mereka memiliki jutaan penonton.
JIDF terus melancarkan kampanye masif di media sosial hingga tahun 2014. Mereka menargetkan beberapa situs web dan grup Facebook dengan label sebagai penyebar "terorisme Islam" atau antisemitisme. Namun, alih-alih hanya melindungi Israel dari fitnah, kelompok ini sering memanipulasi fakta, mengarahkan grup anti-Israel ke halaman-halaman yang mereka inginkan, bahkan mengubah nama-nama anggota Muslim dalam kelompok tersebut menjadi “kolaborator Mossad”, sebuah taktik yang mencerminkan upaya mendistorsi kenyataan dan menebar ketakutan.
Bulan Oktober 2008, surat kabar Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung (FAZ) menyiarkan tulisan, “Pada akhirnya JIDF juga ingin menyebarkan 'nilai-nilai Yahudi di Internet'”. Situs web JIDF sendiri mengatakan “Muhammad adalah seorang pedofil genosida”.
“Muhammad adalah seorang ‘nabi palsu’ dan ‘ideologi Islam’ itu sendiri bertekad untuk mendominasi dunia seperti halnya Nazisme. Kami menentang seluruh masjid-masjid. Kami menentang Islam, sama seperti kami menentang Nazisme. Sama seperti kita tidak ingin melihat lembaga-lembaga Nazi bermunculan di mana-mana, kita juga tidak perlu melihat lembaga-lembaga Islam bermunculan di mana-mana,” kata JIDF seperti dilaporkan surat kabar FAZ.
Sejak beberapa tahun terakhir, JIDF tampaknya telah kehilangan sebagian besar pengaruhnya, dan operasinya tidak seaktif dulu. Meski pun demikian, mereka masih dianggap sebagai salah satu kelompok yang terus berusaha mempertahankan eksistensinya dalam perjuangan melawan konten anti semitisme di internet.
(Sumber: Dari Berbagai Sumber)
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!