Meminjam istilah Bang Haji Rhoma Irama, “Sungguh Terlalu!” Kalimat itu pantas terucap ketika mendengar Dewan Pengawas KPK menyebut ada pungli (pungutan liar, red) di Rutan KPK. Di dalam rilisnya, Anggota Dewas KPK, Albertina Ho, menyebut angka pungli yang mencapai 4 miliar Rupiah!
Untuk kejadian di lembaga antirasuah, yang selama ini garang memberangus tindak pidana korupsi dan turunannya semacam suap dan pungli, angka tersebut terbilang fantastis. Angka 4 miliar adalah temuan sementara. Rentang waktunya terjadi mulai Desember 2021 hingga Maret 2022. Kurang dari satu setengah tahun. Mengingat ini adalah temuan sementara, pendalaman kasus memungkinkan adanya temuan yang lebih besar.
Fakta itu menunjukkan dengan gamblang bahwa KPK era Firli Bahuri memang bermasalah. Dugaan yang sesungguhnya telah dilempar oleh banyak pihak, namun kerap ditepis sana-sini oleh internal KPK dan beberapa kalangan yang diam-diam ngefans dengan kinerja KPK era Firli Bahuri.
Pernyataan Albertina Ho bahwa Dewas KPK bersungguh-sungguh akan menertibkan KPK dan tidak pandang siapa saja dalam upaya penertiban itu, semoga saja tidak terlambat, apalagi lip service belaka! Itu harapan sekaligus sikap skeptis yang tidak berlebihan. KPK era Firli Bahuri memang turun drastis kredibilitasnya. Jika pada era sebelumnya, KPK pernah menjadi idola masyarakat Indonesia, tidak demikian pada era ini. KPK kini dinilai banyak pihak lebih lamban dan kompromis dengan berbagai kekuatan politik yang ada. Beberapa tudingan bahkan menyebut, KPK telah menjadi alat kekuasaan.
Firli Diragukan sedari awal
Sosok Firli Bahuri semenjak awal terpilih sebagai Ketua KPK memang diragukan oleh kalangan pegiat anti korupsi di Indonesia. Sejak proses seleksi, mereka bahkan memberikan rekomendasi agar mencoret beberapa nama calon Komisioner KPK yang diajukan pada waktu itu, dan salah satu nama yang disebut adalah: Firli Bahuri.
Tetapi Panitia Seleksi ketika itu tetap meloloskan nama Firli. Bahkan, kemudian Firli terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019 – 2023.
Keraguan para pegiat anti korupsi terhadap Firli sesungguhnya telah dimulai saat Firli Bahuri masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Ada peristiwa yang masih diingat oleh publik. Di tahun 2018, Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Bahrullah, akan diperiksa oleh penyidik KPK sebagai saksi. Firli menjembut saksi tersebut di loby Gedung KPK dan membawa saksi ke ruangannya. Atas aksinya itu, Firli didakwa oleh Komisi Etik melakukan tindakan pelanggaran etik yang berat.
Keraguan lain terhadap sosok Firli Bahuri juga dipicu oleh peristiwa pada kasus PT Newmont. KPK saat itu sedang menyelidiki keterlibatan pejabat Provinsi Nusa Tenggara Barat pada kasus PT Newmont, tahun 2018. Firli justru kedapatan melakukan pertemuan dengan mantan Gubernur NTB, M. Zainul Majdi. Padahal, saat itu KPK tengah menyelidiki keterkaitan Zainul Majdi dengan kasus PT Newmont. Firli sekali lagi melakukan pelanggaran etika KPK!
Pelanggaran etika yang tak sepatutnya dilakukan itu ternyata masih ia ulangi lagi, justru pada saat ia telah menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Gaya hidup mewah. Itulah pelanggaran etika yang dilakukan Firli tahun 2020. Ia kepergok menyewa helikopter dalam perjalanan pribadi dari Palembang ke Baturaja.
Ketua KPK Paling Sering Diadukan ke Dewas
Firli Bahuri juga menjadi Ketua KPK yang paling sering diadukan ke Dewan Pengawas KPK. Berikut ini beberapa catatan terkait hal itu.
Pertama, ia dilaporkan oleh Aktivis 98 Nusantara terkait dugaan kolusi penanganan kasus Formula E. Kasus yang oleh beberapa pihak dianggap lebih memiliki tendensi politik daripada proses penegakan hukum. Aktivis 98 Nusantara menuding Firli melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan untuk memaksakan agar kasus Formula E naik ke level penyidikan.
Kedua, Kasus pemberhentian Birgjen Endar Priantoro. PB KAMI melaporkan Firli ke Dewan Pengawas atas dugaan pelanggaran etik dalam proses pemberhentian Direktur Penyelidikan KPK yang saat itu dijabat oleh Brigjen Endar Priantoro. Pemberhentian Endar Priantoro dicurigai beberapa kalangan terkait ambisi Firli untuk membawa kasus Formula E ke penyidikan. Konon, langkah getol Firli terkait Formula E dimaksudkan untuk mengganggu pencalonan Anies Rasyid Baswedan sebegai Presiden. Hal yang kemudian dibantah oleh KPK.
Ketiga, Firli juga diadukan ke Dewan Pengawas KPK karena tuduhan pembocoran dokumen penyelidikan. Dokumen yang dimaksud adalah hasil penyelidikan dugaan korupsi tunjangan kinerja di Kementerian ESDM.
Dan kini, Dewan Pengawas KPK menyebut ada pungli di Rutan KPK yang nilainya mencapai 4 miliar Rupiah. Apa yang kemarin dinyatakan oleh Dewas sebagai temuan fantastis, pungli di Rutan KPK, tentu tak dapat dipisahkan dari sosok Firli sebagai top leader di KPK. Jika ia adalah seorang pemimpin yang kompeten, teliti, dan memiliki komitmen tinggi dalam penegakan hukum dan anti korupsi, kasus pungli di depan hidung Firli seharusnya tak terjadi.
Lebih parah lagi, jika dugaan adanya setoran ke petinggi KPK sebagaimana diduga banyak pihak ternyata bisa dibuktikan. Maka, cukup sudah, Firli! Anda tak cukup cakap memimpin KPK!
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!