Delapan puluh tahun sudah bangsa Indonesia menghirup udara kemerdekaan. Sebuah anugerah besar yang diraih dengan darah, keringat, dan air mata para pejuang.
Namun, dalam peringatan kemerdekaan yang penuh syukur ini, hati kita masih tersayat oleh kenyataan pahit: Di belahan dunia lain, bangsa Palestina masih dijajah. Gaza hancur berkali-kali, rumah-rumah diratakan, masjid dan sekolah dibom, anak-anak dan perempuan menjadi korban genosida yang tidak ada henti-hentinya. Israel sudah menyatakan rencana penguasaan Gaza dan Palestina. Dunia seolah kehilangan nurani, sementara keadilan global kerap tumpul ketika berhadapan dengan kekuatan kolonialisme modern Amerika.
Bangsa Indonesia, yang sejak kelahirannya menolak segala bentuk penjajahan di atas dunia, tidak boleh tinggal diam. Pembukaan UUD 1945 telah menegaskan dengan lantang, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Kalimat itu bukan sekadar retorika, melainkan janji sejarah yang menjadi ruh perjuangan bangsa. Kemerdekaan Indonesia tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan cita-cita kemerdekaan semua bangsa di dunia. Karena itu, memerjuangkan kemerdekaan Palestina berarti menunaikan janji konstitusi, sekaligus meneguhkan jati diri Indonesia di panggung global.

Kita juga menyadari bahwa krisis Palestina bukan hanya soal politik, tetapi juga krisis kemanusiaan multidimensi. Ada penderitaan akibat blokade ekonomi, keterbatasan akses kesehatan, pendidikan yang hancur, serta trauma generasi muda yang tumbuh dalam kepungan perang. Dunia yang tidak adil telah melahirkan luka yang dalam, tidak hanya bagi rakyat Palestina, tetapi juga bagi nurani umat manusia. Di sinilah nilai-nilai kemerdekaan Indonesia harus terus kita hidupkan.
Pertama, nilai solidaritas kemanusiaan. Indonesia lahir dari semangat persaudaraan, gotong royong, dan kepedulian terhadap sesama. Semangat ini harus menjadi pijakan untuk terus menyuarakan penderitaan Palestina di forum-forum dunia, memberikan bantuan nyata, dan menggalang solidaritas global.
Kedua, nilai keadilan. Kemerdekaan Indonesia berdiri di atas tekad untuk menegakkan keadilan bagi semua. Di tengah dunia yang kerap dikuasai oleh kepentingan politik dan ekonomi segelintir negara besar, Indonesia harus berani mengambil peran sebagai penggerak keadilan global. Membela Palestina berarti membela prinsip universal bahwa setiap bangsa berhak hidup merdeka dan bermartabat.
Ketiga, nilai kedaulatan. Kemerdekaan adalah wujud kedaulatan penuh suatu bangsa atas tanah, air, dan kehidupannya. Palestina yang terus kehilangan tanah dan ruang hidup adalah cermin nyata betapa kedaulatan bisa dilucuti oleh kekuatan kolonialisme baru. Indonesia, dengan pengalamannya yang panjang, harus menjadi pengingat bagi dunia bahwa kedaulatan adalah harga mati.

Di usia ke-80 tahun ini, kemerdekaan Indonesia menjadi momentum untuk memerdalam komitmen: bahwa kemerdekaan sejati tidak hanya berarti bebas dari penjajahan, tetapi juga ikut memastikan kemerdekaan bangsa-bangsa lain. Selama Palestina masih terjajah, kemerdekaan dunia belumlah utuh.
Maka, mari kita rayakan kemerdekaan dengan penuh syukur, tetapi juga dengan keprihatinan yang mendalam. Syukur yang menumbuhkan tanggung jawab, dan keprihatinan yang mendorong kita untuk terus berdiri bersama Palestina. Harus diyakinkan bahwa di Indonesia jangan ada warga, lembaga, dan siapa pun yang justru membela zionisme dan tampil di mana pun melalui media apa pun untuk mengampanyekan pembelaan terhadap zionisme.
Semoga bangsa Indonesia tidak pernah lelah menjadi suara bagi mereka yang dibungkam, menjadi sahabat bagi mereka yang ditinggalkan, dan menjadi saksi sejarah bahwa perjuangan kemerdekaan adalah perjuangan universal.
Penulis: Sudarnoto Abdul Hakim (Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional)

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!