Mimbar Shalahuddin merupakan salah satu karya agung dalam sejarah Islam yang memiliki keterikatan mendalam dengan Al-Quds dan Masjid Al-Aqsa. Mimbar Shalahuddin dibuat atas perintah Nuruddin Zanki pada tahun 563 Hijriyah di Damaskus, oleh para perajin terbaik dari Damaskus dan Aleppo. Mimbar itu dirancang untuk ditempatkan di Masjid Al-Aqsa setelah kota Al-Quds dibebaskan dari pasukan salib.
Tahun 583 H, ketika Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil membebaskan Al-Quds, ia memerintahkan agar mimbar tersebut dipindahkan dari Damaskus dan ditegakkan di Masjid Al-Aqsa, sebagaimana dikehendaki Nuruddin Zanki. Qadhi Damaskus, Muhyiddin bin Zanki, berdiri di atas mimbar, menyampaikan khutbah Kemenangan sekaligus Khutbah Jumat pertama setelah masjid tersebut terlarang untuk digunakan ibadah oleh umat Muslim selama sekitar 90 tahun.
Tragedi memilukan lantas terjadi. Mimbar yang menjadi simbol kemenangan Shalahuddin dan simbol kemenangan umat Islam itu dibakar pada pagi 21 Agustus 1969 oleh ekstremis Yahudi asal Australia, Dennis Michael Rohan. Rohan menyiramkan bensin dan membakar anak tangga mimbar, menghancurkan bagian penting dari atap, hiasan, karpet, serta isi berharga lainnya yang ada di dalam Masjid Al-Aqsa.
Sebagai pengganti, dipasang mimbar sementara. Lalu, karena mimbar aslinya rusak, maka dilakukan usaha perbaikan dan pembuatan ulang dengan kerja keras dan dana yang sangat besar, agar bisa mengembalikan mimbar tersebut seperti bentuk aslinya. Hal ini menjadi salah satu upaya pelestarian warisan Islam yang paling rumit.

Selama puluhan tahun, proses tersebut belum juga tuntas karena belum tercapai hasil yang benar-benar menyerupai karya agung buatan Nuruddin Zanki. Kerajaan Yordania mengambil inisiatif mengumpulkan data selama kurang lebih 37 tahun dari berbagai sumber di dunia Islam. Potongan informasi diperoleh dari museum, manuskrip kuno, catatan perjalanan para sejarawan, hingga foto-foto arsip era Ottoman.
Setelah data lengkap, para perajin terampil yang sangat teliti dan ulet didatangkan untuk menyusun sekitar 16.300 - 16.500 potongan kayu dengan menggunakan teknik interlocking, di mana potongan kayu saling terkait tanpa lem atau paku. Replika mimbar itu dibuat dari jenis kayu keras berkualitas tinggi, dari negara-negara penghasil kayu terbaik di Dunia. Bahan Baku yang paling banyak digunakan adalah kayu Ceviz (Walnut Turki) dengan biaya 2,5 juta dollar, serta kayu lainnya yaitu kayu eboni dan kayu gading gajah (Diospyros buxifolia) dari Afrika.
Kemudian, proses restorasi dilaksanakan di Universitas Al-Balqa, kota As-Salt, Yordania, selama lima tahun dengan biaya mencapai jutaan dolar, melibatkan para ahli restorasi kelas dunia. Yang menarik, sekelompok perajin dan seniman ukir asal Indonesia ternyata menjadi bagian paling penting dalam proses ini, antara lain Sarmidi bin Parni, Muhammad Ali, Abdul Muthalib bin Parni, Zainal Arifin bin Parni, dan Mustafiduddin Al-Aziz dari kota Jepara, yang sejak masa kerajaan telah terkenal dengan seni ukir kayu berkualitas tinggi dengan corak yang unik. Pengerjaan restorasi itu melibatkan 25 tukang kayu dari berbagai negara, di antaranya Palestina, Turki, Yordania, Indonesia, Aljazair, dan lainnya. Akhirnya, setelah lima tahun proses restorasi berjalan dari tahun 2002 hingga tahun 2007, mimbar yang menyerupai aslinya itu pun berhasil diselesaikan.

Restorasi ini juga menghidupkan kembali narasi pembebasan Masjid Al-Aqsa. Sebagaimana mimbar aslinya menjadi simbol kemenangan Shalahuddin Al-Ayyubi, replika yang berdiri saat ini menjadi pengingat bahwa perjuangan belum usai.
Bagi Indonesia, keterlibatan dalam proyek ini bukan hanya soal kebanggaan, tetapi juga panggilan sejarah. Sebagaimana para ulama Palestina sering mengingatkan, “Kelak ketika Masjid Al-Aqsa dibebaskan dari cengkeraman penjajah, di mimbar inilah para pejuang dari Indonesia akan berkumpul.”
Pesan tersebut menegaskan bahwa hubungan antara Indonesia, Palestina, Masjid Al-Aqsa, dan Al-Quds, sejatinya bukan sekadar solidaritas politik, melainkan ikatan sejarah dan spiritual yang telah dan akan terpatri selamanya.

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!