Romantika Syawal dengan Sepupu Halal
Entah mengapa, waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa, Ramadan sebentar lagi masuk priode 10 hari terakhir, dan sebentar lagi Idul Fitri di bulan syawal. Akan tetapi, Euforia Ramadhan masih terus meriah, diwarnai aneka kegiatan atau pun tradisi misalnya persiapan malam Lailatul Qadar, itikaf, mudik, baju lebaran, dan lain-lain.
Di antara euforia itu, salah satu yang hits menjelang lebaran yakni naiknya tren pencarian di Google tentang hukum menikahi sepupu. Tren ini tahun-tahun belakangan menjadi ramai diperbincangkan, khususnya saat menjelang lebaran, dikarenakan biasanya di bulan Syawal dipenuhi agenda silaturahim kepada keluarga. Yang biasanya setahun penuh sulit bertemu karena pekerjaan, jarak, atau waktu, di momen lebaran mereka dipersatukan. Di sinilah terkadang ada momen saling ketemu antar sepupu yang terkadang melahirkan rasa suka. Maka, para lajang pun mencari tahu, bagaimana hukum menikahi sepupu dalam Islam.
Tradisi Menikahi Sepupu di Keluarga Para Nabi
Pertama-tama, kita harus tahu dulu definisi sepupu. Apa itu sepupu? Sepupu berasal dari kata “Pupu” yang artinya Kakek. Sepupu bermakna saudara se-kakek, yaitu anak Paman (om) dan Bibi (tante) yang adalah saudara dari ayah atau ibu kita.
Allah berfirman, ”Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua).” – QS. An-Nisa:23
Berdasarkan ayat di atas yang menunjukkan siapa Mahram kita, maka sepupu termasuk BUKAN MAHRAM. Artinya, wanita diwajibkan berjilbab (menutup aurat) di depan sepupu serta tidak boleh berdua-duaan (khalwat) dengan sepupu. Sebab, memang sepupu boleh dinikahi. Dan tradisi menikahi sepupu sudah dilakukan di keluarga para Nabi.
Baca juga: Menempa Sikap Ridha
Nabi Ibrahim menikahi Sarah, putri pamannya. Anak Nabi Ibrahim, Ishaq, menikahi Rifqa binti Batwayil, putri sepupunya. Ish, anak Nabi Ishaq, menikahi Nismah, putri pamannya, Nabi Ismail. Nabi Ya’qub menikahi Layya & Rahil, putri pamannya, Laban (syariat mereka memperbolehkan menikahi adik dan kakak sekaligus).
Nabi kita, Nabi Muhammad ﷺ, menikahi Khadijah, sepupu jauh dari satu kakek buyut, Qushay bin Kilab. Yang lebih jelas lagi, beliau juga menikahi Zainab binti Jahsy, anak bibinya.
Putri Rasulullah ﷺ, Zainab, menikah dengan Abul Ash, sepupunya dari jalur Khadijah. Fatimah dinikahi Ali bin Abi Thalib, dimana Rasulullah dan Ali adalah saudara sepupu.
(List di atas kami ringkas dari berbagai sumber, di antaranya Al-Bidayah wa Nihayah Ibnu Katsir, Republika.com, Ruqqoyyah.com)
Apakah Berisiko menurut Kesehatan?
Ada satu Hadits, “Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, karena anak akan diciptakan dengan lemah”. Namun, Hadits ini lemah (dhaif).
Ada segolongan orang yang takut menikah dengan sepupu karena khawatir anaknya menjadi cacat berdasarkan jurnal-jurnal kesehatan. Akan tetapi, ini perlu pembuktian dengan statistik. Sebab, ada salah satu suku di Indonesia yang telah lama menerapkan tradisi menikahi sepupu, yakni suku Batak.
Baca juga: Tiga Sistem yang Membuat Dunia Modern Sangat Materialistis
Di Batak ada tradisi Pariban. Kami kutip dari indonesiana.id yang menyebutkan, “Hukum Perkawinan Adat Batak mengenal adat pariban. Yakni, mempelai Pria dan mempelai perempuan mempunyai hubungan keluarga sebagai saudara sepupu kandung berbeda marga”.
Apakah anak-anak orang Batak yang menikah secara Pariban cenderung cacat? Tentu tidak ada bukti, karena kalau terjadi kecacatan anak, maka Pariban tidak akan menjadi tradisi. Baik di Batak atau di negeri-negeri Arab, menikah dengan sepupu sudah lumrah. Tinggal kita lihat secara langsung, apakah anak-anak mereka cacat seperti yang dituduhkan jurnal-jurnal kesehatan?
Maka, tak perlu ragu untuk menikahi sepupu jika memang ada rasa cinta. Akan tetapi, tetaplah semangat dan fokus jalani Ramadan dulu. Jangan dulu memikirkan siapa sasaran kita di lebaran nanti. Semoga Allah takdirkan yang terbaik di bulan Syawal kelak. Wallahu A’lam Bishowab.