Pemerintah Turki secara resmi memulai proses penyusunan ulang konstitusi negara. Pada Selasa (26/5/2025), Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan, mengumumkan pembentukan komite yang terdiri dari 10 ahli hukum untuk menyusun rancangan konstitusi baru. Langkah ini dipandang sebagai bagian dari upaya untuk menghapus sisa-sisa warisan konstitusi 1982 yang lahir di bawah rezim militer pasca-kudeta.
Konstitusi tahun 1982 disusun pasca kudeta militer 12 September 1980, dan diadopsi melalui referendum pada 7 November 1982. Konstitusi itu dirancang oleh Dewan Keamanan Nasional (MGK) yang dipimpin oleh Jenderal Kenan Evren, yang kemudian menjadi presiden pertama di bawah konstitusi tersebut. Meski konstitusi tersebut selama beberapa dekade telah mengalami sejumlah amandemen, banyak pihak menilai bahwa karakter dasarnya tetap mencerminkan semangat era militer dan tak sepenuhnya mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi sipil modern.
Ciri khas konstitusi 1982 adalah memerkuat peran militer dalam politik, membatasi kebebasan sipil dan politik, menekankan pada stabilitas dan keamanan nasional, serta banyak pasal yang mengekang kebebasan berekspresi, berorganisasi, dan berpolitik.

Presiden Recep Tayyip Erdoğan menyatakan bahwa Turki membutuhkan "konstitusi yang benar-benar baru" yang disusun bukan dalam bayang-bayang kudeta, melainkan melalui proses demokratis yang inklusif. Pemerintah menyebutkan bahwa penyusunan konstitusi baru akan melibatkan berbagai kalangan masyarakat, termasuk akademisi dan organisasi masyarakat sipil.
Ketua komite tersebut adalah Wakil Presiden Turki, Cevdet Yılmaz. Beberapa anggotanya pernah menjabat sebagai menteri, dan yang lainnya merupakan tokoh kunci AKP di parlemen. Hal ini menunjukkan keseriusan Erdoğan.
Rapat resmi pertama komite tersebut dijadwalkan berlangsung pada 4 Juni 2025 di kompleks Istana Presiden di Ankara, dan diperkirakan akan membahas mekanisme kerja serta tahapan penyusunan. Erdoğan kemungkinan akan hadir langsung dalam beberapa sesi, menurut laporan Anadolu Agency. Hal itu menunjukkan ketertarikan dia terhadap proses ini.
Media Turki juga melaporkan bahwa sistem musyawarah kolektif akan digunakan dalam diskusi internal komite, dan pekerjaan penuh akan dimulai setelah libur Idul Adha. Fokus awal diarahkan pada pembahasan prinsip-prinsip dasar dan metodologi penulisan konstitusi, lalu dilanjutkan dengan penyusunan pasal-pasal rinci.
Respons partai-partai politik terhadap inisiatif ini beragam. Mulai dari dukungan bersyarat hingga penolakan tegas. “Aliansi Rakyat” yang dipimpin AKP dan Partai Gerakan Nasionalis mendukung proyek ini sebagai langkah untuk mengakhiri warisan kudeta militer. Sebaliknya, partai oposisi utama, Partai Rakyat Republik (CHP), menolak terlibat kecuali jika ada jaminan terkait kebebasan dan independensi peradilan.
(Sumber: Al Jazeera)

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!