Heraclius, Gubernur Militer Romawi yang menguasai seluruh daratan Palestina, termasuk Jerussalem, merasa bimbang untuk bertempur dengan pasukan Muslimin. Ia mendengar isu bahwa tentara Islam, yang pada waktu itu dipimpin Khalid bin Walid, selalu melakukan shalat secara berjamaah. Perilaku keseharian mereka mencerminkan kebersamaan dan kesehayaan. Ia merasa tak akan mampu mengalahkan tentara yang memiliki karakteristik demikian. Tanda-tanda ruku dan sujud tampak pada sikap hidup keseharian tentara Islam.
Setelah dipertimbangkan secara seksama akhirnya Heraclius memerintahkan tentaranya untuk menyerah. Sebagai tanda takluk ia akan menyerahkan kunci suci. Syaratnya, Khalifah Umar Bin Khattab sendiri yang menerimanya. Sembari ingin tahu bagaimana tongkrongan pimpinan puncak kaum yang memiliki ciri-ciri khusus, rukuk dan sujud itu.
Ketika Umar diberitahu, tak terasa air mata menitik saking harunya. Di mana pada saat itu tak ada satu unta pun yang tertinggal di Madinah. Semua unta milik negara telah dipakai untuk berperang. Akhirnya Umar memutuskan berangkat dengan mengendarai seekor himar(red. keledai) dan hanya disertai oleh seorang pembantunya.
Setelah lewat beberapa mil Umar melihat pembantunya mulai kepayahan. Kemudian Umar menyuruh naik himar sedangkan ia ganti menuntun. Tetapi si pembantu menolak. Umar dengan bijaksana berkata, "Sekarang engkau yang mengendarai". Ingat! Ini perintah Khalifah!" Akhirnya dengan perasaan takut dan malu si pembantu menuruti perintah itu. Lalu dibuat perjanjian, untuk setiap sekian mil berganti-ganti mengendarai himar.
Menjelang sampai di pintu kota Jerussalem, rupanya giliran si pembantu yang menaiki himar. Dari jauh rakyat Jerussalem mengelu-elukan kedatangan mereka. Perasaan tidak enak muncul di hati si pembantu. Ia memohon perjanjian tadi dibatalkan saja, tetapi Umar tidak mau. Ia konsekuen dengan apa yang telah diputuskan.
Begitu sampai di pintu kota, Heraclius langsung menyambutnya. Ia terkejut dengan apa yang terjadi. Khalifah Umar yang namanya begitu menggetarkan, ternyata datang hanya dengan mengenakan pakaian lusuh, ditemani seekor himar kecil dan seorang pembantu. Ia bertambah rasa herannya -bercampur kagum- setelah tahu bukanlah Umar yang mengendarai binatang itu, tetapi justru yang menuntunnya. Ia takjub akan peristiwa yang baru pertama kali ini dijumpai dalam hidupnya. Ternyata seperti inilah sosok pemimpin orang-orang yang suka ruku dan sujud itu. "Sungguh sangat mengagumkan", jerit hati Sang Jenderal.
Empat belas abad sudah peristiwa itu berlalu, namun gemanya terasa selalu berulang sepanjang sejarah. Pekikan-pekikan kebangkitan Islam dan semangat jihad yang kita dengar kini dari seluruh penjuru negeri mengingatkan kita akan kemenangan kaum muslimin dulu. Kebenaran tegak kukuh menghalau kebatilan. Menundukkan hati setiap Insan. Membuat tercengang musuh-musuh Islam. Sejarah itu, akankah kini terulang? Jawabnya tergantung pada sejauh mana kita bergulat dan berkecimpung dalam dimensi ilahiah. Dalam makna yang lebih sederhana, akankah tanda-tanda ruku dan sujud tercermin dalam perilaku hidup keseharian kita?
Wahai, semangat empat belas abad silam tampaknya perlu dihidupkan lagi kini. Sampai kita punya bukti, Islam adalah yang terbesar sepanjang sejarah. Sampai kita atau generasi penerus kita menyaksikan pemimpin-pemimpin kaliber dunia, mungkin macam Putin dan Biden, menyatakan takluk kepada kekuatan Islam, seperti Heraclius dulu. Ini bukan Obsesi. Orang-orang yang memiliki tanda-tanda ruku dan sujud akan membuktikannya. Sejarah pasti berulang, walau dalam dimensi lain. cobalah simak Firman Allah:
Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar. – QS. Al-Fath:28-29
Firman itu dijamin keabsahannya sampai kiamat nanti. Gejolak-gejolak yang kini terjadi di seantero negeri, seperti di Afghanistan, Palestina, Azerbaijan, Maroko, Moro, Kashmir, Mesir, dan seribu negeri lain yang tak tertulis di sini, mulai merambat gemanya ke setiap hati Mu’min. Menggejala di setiap tempat. Kemudian menuntut bukti dari kebenaran wahyu Ilahi. Firman itu kini mulai memainkan peranannya. Masihkah kita tetap termangu? Diam?
Disadur dari majalah Sabili Edisi No.26/II 2 Dzulhijjah 1410H/25 Juni 1990
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!