Surat Terbuka dari Keluarga Korban Tanjung Priok untuk Presiden Jokowi
Presiden Joko Widodo yang saya hormati,
Saya menulis surat ini dengan penuh rasa hormat dan harapan yang tinggi kepada Bapak sebagai Kepala Negara. Di sisi lain, saya juga sadar sepenuhnya posisi dan kedudukan saya sebagai warga negara, bagian langsung dari rakyat Indonesia, yang memiliki hak-hak sebagaimana dijamin oleh Undang-undang.
Bapak Presiden yang saya hormati. Saat surat ini saya layangkan, kalender menunjukkan tanggal 12 September 2023. Tanggal yang sepatutnya Bapak ingat, merujuk pada peristiwa berdarah dan tindakan yang melampaui kewenangan hukum yang dilakukan oleh aparat TNI-Polri kepada warga masyarakat dan khususnya umat Islam di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Jika pun Bapak lupa, sungguh kami dapat memahaminya, mengingat begitu banyaknya urusan yang Bapak tangani dalam memimpin negara dan rakyat Indonesia dengan segala masalahnya. Kiranya surat ini dapat pula menjadi pengingat. Bahwa ada tanggung jawab pemerintah yang belum tuntas terkait peristiwa yang terjadi di Tanjung Priok pada 12 September 1984.
Memasuki rentang waktu 40 tahun, peristiwa ini mungkin akan dilupakan banyak pihak. Tetapi bagi kami, ahli waris dan keluarga korban, setiap pertambahan waktu, dari menit hingga hari, dari hari menjadi tahun, dari belasan hingga menjadi puluhan tahun, peristiwa itu justru semakin sulit dilupakan. Makin memberat, dan terus menghantui, sebagai beban tanggung jawab untuk menuntut keadilan dan membersihkan nama baik keluarga kami.
Baca Juga : Tragedi Tanjung Priok: Hak Korban yang Terabaikan
Bapak Presiden yang kami hormati. Bagi kami, ahli waris dan keluarga korban, peristiwa itu bukan sekadar kehilangan, luka, atau derita yang berkepanjangan. Tetapi menyangkut sejarah keluarga besar kami, menyangkut secara langsung bagaimana generasi keluarga besar kami tumbuh dalam stigma dan bayang-bayang, juga terkait langsung dengan martabat dan kehormatan yang entah dengan cara apa dapat dipulihkan.
Bapak Presiden Joko Widodo yang kami hormati.
Salahkah jika kami tak kunjung mampu melupakan peristiwa itu, sebagaimana diharapkan banyak pihak? Salahkah kami jika masih terus menuntut keadilan dan pembersihan nama baik keluarga kami, di negara hukum ini?
Sungguh, tuntutan keadilan yang kami perjuangkan, bukanlah ambisi untuk menang-menangan. Ini bagian dari bakti kami terhadap orang tua kami, saudara kami, bahkan menyangkut martabat generasi keluarga kami di masa yang akan datang. Lebih dari itu, ini adalah soal kebenaran yang harus dipertanggung jawabkan oleh semua pihak hingga yaumil akhir nanti.
Oleh karenanya, pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan beberapa hal kepada Bapak, sebagai Kepala negara dan sebagai pemimpin kami:
1. Kami sungguh heran dan sulit menerima, ketika pada awal tahun 2023 Bapak menyampaikan kasus Ham berat yang diakui negara, kasus Tanjung Priok tidak masuk dalam daftar itu, padahal peristiwa 1965 – 1966 yang notabene adalah konflik horizontal, bisa masuk di daftar tersebut.
2. Hasil penyidikan oleh Komnas HAM telah merekomendasikan peristiwa Tanjung Priok 1984 sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat. Jika tidak masuk dalam daftar persoalan pelanggaran HAM berat yang diakui negara, lalu dari pintu mana lagi keadilan itu dapat kami upayakan?
3. Tragedi Tanjung Priok memang sudah pernah disidangkan, tetapi hasil persidangan justru membebaskan para terdakwa. Hal ini berarti, apakah tindakan represif oleh aparat keamanan yang tidak prosedural, melampaui batas kewenangan hukum, penangkapan orang tanpa melalui persidangan, dianggap sebagai hal yang benar? Bukankah hal itu juga bermakna seolah-olah para korban memang selayaknya diperlakukan seperti itu? Jika demikian halnya, lalu di mana letak keadilan di negeri hukum ini, wahai Bapak Presiden?
4. Hingga saat ini, kami para ahli waris dan keluarga korban Tanjung Priok merasa pemerintah mengambangkan penanganan kasus tersebut. Tidak ada upaya penuntasan dan tidak ada pengembalian nama baik bagi para korban pelanggaran HAM tersebut.
5. Hingga tahun ke-39 ini, kami ahli waris dan keluarga korban tidak memperoleh kompensasi apa pun atas kemalangan yang terjadi akibat peristiwa berdarah tersebut. Selain trauma, kehilangan sandaran suami dan ayah, peristiwa itu telah pula melahirkan beragam kesulitan bagi kami dalam jangka waktu yang cukup panjang.
6. Melalui surat ini, kami mengetuk kembali pintu keadilan itu melalui hati nurani Bapak Presiden Joko Widodo, agar hak hukum dan keadilan bagi keluarga korban tragedi Tanjung Priok 1984 dapat ditegakkan sebagaimana mestinya.
Terkait dengan itu, pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan beberapa tuntutan:
Pertama, masukkan kasus Tanjung Priok sebagai salah satu kasus Pelanggaran HAM berat yang masih harus dituntaskan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Sebab, inilah pintu yang paling baik menuju tercapainya keadilan bagi para keluarga korban.
Kedua, tolong lihat kami keluarga besar korban Tanjung Priok dengan mata hati dan keadilan, apa yang telah dilakukan negara atas masa 39 tahun penderitaan sosial-psikologis, serta moral dan material yang kami alami? Tegakkanlah keadilan itu.
Ketiga, Segera proses kembali kasus ini dan tuntaskan. Agar kami keluarga korban dan anak keturunan kami terbebas dari segala stigma negatif yang telah bertahun-tahun membelenggu kebebasan kami.
Di ujung fase kepemimpinan Bapak, kami berharap penuntasan kasus Tanjung Priok dapat diprioritaskan, sehingga bisa menjadi catatan husnul-khotimah atau akhir yang baik bagi kepemimpinan Bapak selama menjadi Presiden Republik Indonesia.
Kiranya Allah memberikan inayah dan kekuatan kepada Bapak, untuk mengambil tindakan-tindakan cepat dalam menuntaskan masalah ini. Mohon maaf atas hal-hal yang tidak berkenan. Terima kasih atas perhatian Bapak.
Jakarta, 12 September 2023
Beni Biki