Tahun Baru: Antara Harapan dan Kematian
Meski disebut tahun baru, hakikatnya bumi semakin renta dan kita para penghuninya akan bertambah tinggi pula batang usianya. Semakin tua, ringkih, pastinya semakin berkurang pula jatah waktu yang tersisa untuk menempati “kos-kosan”ini.
Mungkin kelelahan dan jenuh dengan kondisi kehidupan pada tahun sebelumnya, orang bersuka cita untuk menyongsong tahun baru sembari berharap kehidupan dan peruntungan yang lebih baik di tahun berikut. Entahlah. Yang pasti hari-hari yang akan kita tapaki masih akan sama dengan tahun sebelumnya. Lalu bagaimana bisa orang berharap perubahan terjadi dari pergantian tahun?
Mencanangkan harapan pada tahun baru sesungguhnya hanya akan memiliki arti, manakala kita mengawalinya dengan proses evaluasi tentang apa yang telah kita lakukan pada satu tahun sebelumnya. Evaluasi atau muhasabah ini akan memberikan gambaran tentang apa yang berhasil kita capai dan apa yang telah kita lewatkan. Muhasabah juga akan memberikan catatan, mengapa yang ini berhasil dan yang itu gagal total. Apa yang salah dan apa yang kurang?
Hasil muhasabah ini selanjutnya diterjemahkan menjadi agenda perbaikan dan rencana yang lebih matang untuk menghadapi tahun yang akan datang. Jika rencana dan agenda itu telah matang kita persiapkan, bolehlah kita berharap munculnya situasi yang lebih baik pada tahun yang akan datang.
Tanpa rencana, bahkan jika hanya percaya pada ramalan kemujuran, sebaiknya tak perlu terlalu berharap adanya perbaikan di masa yang akan datang. Tahun baru akan segera Anda rasakan sama halnya dengan tahun sebelumnya. Masalah yang sama tetap akan Anda hadapi, atau bisa jadi semakin parah, semisal masalah kesehatan yang semakin buruk karena umur semakin bertambah.
Baca juga: Hujan: Antara Rahmat, Bencana dan Doa
Tahun baru sekali lagi hanya perubahan formasi angka. Ia sekadar bisa menjadi momentum untuk merencanakan kehidupan secara lebih baik. Ia bukan mantera sihir, yang begitu selesai pijaran kembang api dan dentuman petasan, maka pagi harinya bumi akan diliputi oleh kesejahteraan. Tidak sama-sekali!
Keuntungan dan kerugian bukanlah persoalan hari dan waktu. Menyalahkan tahun yang shio-nya buruk bukanlah cara Islam. Islam justru mengajarkan bahwa Allah menebar rahmat dan keberkahan sepanjang hari dan sepanjang tahun. Masalahnya lebih pada upaya kita dalam memanfaatkan sumber daya waktu dalam rangka menyongsong rahmat dan keberkahan tersebut.
Tentu berharap adanya situasi yang lebih baik pada tahun baru boleh-boleh saja. Tetapi tetap harus dengan rencana dan kerja keras untuk mencapai harapan itu, sembari terus berharap pada kemurahan Allah ﷻ dan pertolongan-Nya. Allah bahkan memerintahkan agar kita punya rencana terkait apa yang akan kita lakukan untuk esok hari. Bukan mengabarkan tentang tahun yang penuh hoki dan tahun yang penuh kemalangan.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” – QS. Al-Hasr:18
Bagi muslim, tahun baru ini mestinya menjadi momentum untuk meluruskan kembali cara pandang kita tentang waktu dan kehidupan. Setidaknya ada beberapa hal penting yang harus kita luruskan kembali.
Pertama, jangan menggantungkan harapan dan peruntungan kepada waktu atau pergantian waktu. Berharaplah semata-mata kepada Allah. Pesta pora menjelang pergantian tahun tak ada korelasinya sama sekali dengan peruntungan kita di masa yang akan datang. Justru akan buruk secara ruhiah dan dimensi keimanan. Maka, luruskanlah kembali mindset dan paradigma hidup yang telah terkontaminasi dengan berbagai budaya pop yang tak memiliki sandaran kebenaran. Allah hanya akan mengubah nasib suatu kaum jika kaum itu berkeinginan untuk mengubahnya. Sama-sekali bukan perubahan waktu yang akan mengubah nasib dan peruntungan kita.
Baca juga: Menemukan Kembali Kelezatan Ibadah Yang Hilang
Kedua, tahun baru mungkin akan memiliki makna yang berbeda-beda bagi suatu kaum maupun individu. Tetapi satu hal yang pasti sama: “Tahun baru mengurangi jatah kehidupan manusia satu tahun.” Artinya, tahun baru berarti mendekatkan kita pada kematian. Maka sebaiknya, setiap kali tahun baru pertanyaan penting yang perlu kita ajukan adalah: kebaikan apa yang telah aku lakukan dalam sisa umur ini? Sehingga, ketika saatnya kematian tiba, kita siap menghadapinya lahir dan batin.
Lucunya, justru pada tahun baru orang bersuka cita untuk sekadar melupakan bahwa kematian semakin dekat! Di dalam ajaran Islam, kematian dan kehidupan adalah satu kesatuan. Kehidupan di dunia akan berakhir dengan kematian. Selanjutnya, kematian akan menjadi pintu gerbang bagi kehidupan yang abadi. Gunakan waktu hidupmu sebelum datang masa kematianmu, begitu nasihat Rasulullah ﷺ.
Islam mungkin satu-satunya agama yang mengajarkan zikrul-maut dan menempatkan kematian sebagai bagian utuh dari kehidupan. Jadi, mari kita pikirkan dalam momentum tahun baru ini, apa yang telah kita rencanakan untuk kematian kita?
Ketiga, harapan tentang kebaikan di tahun depan mari kita bingkai dalam kesadaran bahwa kematian kita juga semakin dekat seiring dengan bertambahnya tahun. Dua aspek penting ini jika digunakan untuk merencanakan hari esok yang lebih baik, maka bingkainya akan luas. Tak sebatas baik dalam ukuran-ukuran duniawi tetapi juga baik dalam konotasi ukhrowi. Sehingga, resolusi tahun baru (meminjam istilah mereka yang tahun baruan) bukan sekadar keinginan untuk baik secara sosial, ekonomi, karir dan perjodohan, tetapi juga kebaikan yang berimplikasi pada kualitas hidup di akhirat yang juga hasanah.
Tahun bertambah dan umur juga bertambah. Apakah sudah berbanding lurus dengan tingginya kualitas ibadah dan akhlak kita? Tahun telah bertambah, lantas apakah hapalan Al Qur’an kita bertambah banyak atau justru semakin banyak yang terlupakan? Jangan sampai pula semakin dekat dengan ajal, malah semakin tidak siap pula kita menghadapinya.
Tahun baru penting dijadikan momentum untuk muhasabah. Tahun baru bukan untuk berfoya-foya sehingga lupa pada tujuan kehidupan yang sesungguhnya. Berlindunglah dari tahun baru yang masih saja membuat kita terjebak pada keburukan lama.