Menemukan Kembali Kelezatan Ibadah Yang Hilang

Menemukan Kembali Kelezatan Ibadah Yang Hilang

Pernahkah terbesit dibenak kita, meski bertahun-tahun beribadah kepada Allah Ta’ala namun tak kunjung menemukan kelezatan dalam ibadah. Jika kita menyadari hal semacam itu, patut bersyukur karena masih diberikan kesadaran. Namun sadar saja tidak cukup, perlu dicari solusinya. Lalu bagaimana caranya mendapatkan kelezatan ibadah itu?. Untuk menjawabnya, maka harus terlebih dahulu tahu penyebabnya.

Organ di dalam tubuh yang merasakan kelezatan ibadah ini adalah hati (qalbu), bukan lidah, hidung, kulit, atau anggota tubuh lainnya. Jika hati ini sakit, maka tidak akan bisa merasakan kelezatan ibadah, seperti halnya orang yang sakit fisiknya. Orang yang sakit fisiknya, ketika diberikan makanan yang enak, bahkan yang paling disukai sekalipun, semuanya terasa hambar. Karena itulah, jika ingin mendapatkan kelezatan dalam ibadah, maka harus menjaga kesehatan hati dari segala kotoran maksiat dan dosa. Imam Yahya bin Mu’adz al-Razi (W. 258 H) pernah berkata:

سَقَمُ الْجَسَدِ بِالأَوْجَاعِ وَسَقَمُ الْقُلُوبِ بِالذُّنُوبِ فَكَمَا لَا يَجِدُ الْجَسَدُ لَذَّةَ الطَّعَامِ عِنْدَ سَقَمِهِ فَكَذَلِكَ الْقَلْبُ لَا يَجِدُ حَلاوَةَ الْعِبَادَةِ مَعَ الذُّنُوبِ
“Sakitnya jasad karena penyakit dan sakitnya hati karena dosa, sebagaimana ketidakmampuan jasad merasakan lezatnya makanan ketika ia sakit, maka begitu pula hati, tidak akan mampu merasakan kelezatan ibadah karena dosa.” – Dzamm al-Hawa, hal. 68

Dosa demi dosa yang dilakukan oleh seseorang akan membekaskan noda yang mengotori hatinya. Noda-noda itulah yang membuat hati itu menjadi sakit, karena penuh dengan kotoran. Rasulullah saw bersabda:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ، صُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ زَادَ زَادَتْ حَتَّى يَعْلُوَ قَلْبَهُ ذَاكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي الْقُرْآنِ: {كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ} [المطففين: 14]"
“Sesungguhnya seorang mukmin itu apabila berbuat dosa, akan ada noda hitam pada hatinya. Namun jika ia bertobat, meninggalkan (dosanya), dan beristigfar, maka bersinarlah hatinya. Jika dia menambah (dosanya) maka bertambahlah noda hitam itu hingga menutupi hatinya, itulah “ran” yang Allah Azza wa Jalla sebutkan di dalam Al-Quran {Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka} [Al-Muthaffifin : 14].” – Musnad Ahmad hadis no. 7952, Syekh Syuaib al-Arnauth dkk. Mengatakan bahwa sanad hadis ini kuat

Besar dan kecilnya noda ini disesuaikan dengan dosa yang dia lakukan. Mulla Ali al-Qari ketika menjelaskan tentang noda pada hadis di atas, beliau mengatakan:

كَقَطْرَةِ مِدَادٍ تَقْطُرُ فِي الْقِرْطَاسِ، وَيَخْتَلِفُ عَلَى حَسَبِ الْمَعْصِيَةِ وَقَدْرِهَا
“Seperti setetes tinta yang mengenai kertas, dan itu berbeda-beda sesuai dengan jenis maksiat dan kadar kemaksiatannya”. – Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih, 4/1622

Di antara jalan yang sering mengantarkan kotoran maksiat dan dosa ke dalam hati adalah mata. Karena mata adalah gerbang hati. Imam Ibnul Qayyim mengatakan:

فَإِنَّ اْلعَيْنَ بَابُ اْلقَلْبِ
“Sungguh mata itu adalah gerbangnya hati.” – Raudhat al-Muhibbin, hal. 262

Diriwayatkan dari Rasulullah saw bahwasanya beliau bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَنْظُرُ إِلَى مَحَاسِنِ امْرَأَةٍ أَوَّلَ مَرَّةٍ ثُمَّ يَغُضُّ بَصَرَهُ إِلَّا أَحْدَثَ اللَّهُ لَهُ عِبَادَةً يَجِدُ حلاوتها
“Tidaklah seorang muslim melihat keindahan-keindahan yang ada pada wanita pada kali pertama, kemudian dia menundukkan pandangannya, melainkan Allah akan membuatnya merasakan kelezatan ibadah.” – Misykat al-Mashabih, hadis no. 3124, menurut Syekh Al-Albani, hadis ini dhaif

Imam Ibnu Taimiyyah ketika mengomentari hadis ini dalam Majmu’ Fatawa-nya mengatakan bahwa salah satu faidah yang luar biasa dari menundukkan pandangan adalah:

حَلَاوَةُ الْإِيمَانِ وَلَذَّتُهُ الَّتِي هِيَ أَحْلَى وَأَطْيَبُ مِمَا تَرَكَهُ لِلَّهِ فَإِنَّ مَنْ تَرَكَ شَيْئًا لِلَّهِ عَوَّضَهُ اللَّهُ خَيْرًا مِنْهُ
“Manisnya iman dan kelezatannya merupakan hal paling indah dan baik dari apa yang ditinggalkan karena Allah, karena siapapun yang meninggalkan sesuatu karena Allah maka Allah akan menggantikan sesuatu yang lebih baik untuknya” – Majmu’ al-Fatawa, 15/420

Jadi, solusi dari permasalahan ini sebetulnya adalah segera bertobat dan perbanyak istigfar. Jika Nabi Muhammad saw sebagai manusia yang ma’shum saja beliau senantiasa beristigfar sehari sebanyak 100 kali, lalu bagaimana dengan kita yang tidak memiliki jaminan itu? Rasulullah saw. bersabda:

إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Sesungguhnya aku beristigfar (memohon ampun) kepada Allah dan bertobat kepada-Nya dalam sehari sebanyak 100 kali.” – Sunan Ibni Majah hadis no. 3815, Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih

Di samping itu, kita juga harus pastikan bahwa hati tetap mendapatkan suplai nutrisinya berupa ibadah dana amal soleh, meskipun terkadang kita merasakan kehambaran. Tidak boleh berhenti. Sebab itu hanya akan menambah kotoran dan penyakit. Sebagaimana seseorang yang sakit, selain diobati sakitnya, dia juga harus tetap diberikan nutrisi. Rasulullah saw. bersabda:

وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا
“Dan iringilah keburukan itu dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapus keburukan tersebut.” – Musnad Ahmad, hadis no. 21354, Syekh Syuaib al-Arnauth dkk. mengatakan bahwa hadis ini hasan lighairih

Syekh Abdul Muhsin Al-Abbad Ketika menjelaskan hadis ini, beliau berkata:

عِنْدَمَا يَفْعَلُ الْمَرْءُ سيِّئةً فَإِنَّهُ يَتُوبُ مِنْهَا، وَالتَّوْبَةُ حَسَنَةٌ، وَهِيَ تَجُبُّ مَا قَبْلَهَا مِنَ اْلكَبَائِرِ وَالصَّغَائِرِ، وَيَكُونُ أَيْضاً بِفِعْلِ الْحَسَنَاتِ، فَإِنَّهَا تَمْحُو الصَّغَائِرَ، وَأَمَّا اْلكَبَائِرُ فَلَا يَمْحُوهَا إِلاَّ التَّوْبَةُ مِنْهَا
“Ketika seseorang melakukan keburukan maka dia harus bertobat dari keburukan tersebut, dan tobat itu adalah kebaikan. Tobat itu menghapus dosa-dosa besar maupun dosa-dosa kecil sebelumnya. Dengan melakukan kebaikan-kebaikan maka kebaikan-kebaikan itu akan menghapus dosa-dosa kecil. Adapun dosa-dosa besar maka tidak bisa dihapus kecuali dengan tobat dari dosa tersebut.” – Fath al-Qawiy al-Matin, hal. 68

Di dalam Al-Quran Allah Taala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
“Siapa saja yang mengerjakan amal salih (kebaikan), baik laki-laki maupun perempuan, maka pasti akan Kami berikan kepadanya berupa hayah thayyibah.” – Al-Nahl:97

Menurut Imam Hasan al-Bashri dan ulama salaf yang lain, makna hayah thayyibah pada ayat di atas adalah kelezatan ibadah.

لَنَرْزُقَنَّهُ عِبَادَةً يَجِدُ حَلَاوَتَهَا فِي قَلْبِهِ
“Sungguh Kami benar-benar akan memberikan rezeki kepadanya berupa ibadah yang dia bisa merasakan kelezatannya di dalam hatinya.” – Tafsir Ibn Rajab al-Hanbali, 2/133

Wallahu a’lam

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.