Menurut laporan terbaru yang dirilis Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food and Agriculture Organization (FAO) pertengahan bulan Oktober 2024, Indonesia menempati urutan ketiga dalam tingkat kelaparan tertinggi di Asia Tenggara. Peringkat itu merujuk pada Indeks Kelaparan Global (Global Hunger Index/GHI). Angka skor GHI Indonesia adalah 16,9 dengan predikat “tingkat kelaparan sedang” atau moderat.
Dikutip dari situs web GHI, www.globalhungerindex.org, Indonesia secara global berada di peringkat ke-77 dari 127 negara. Sedangkan di Asia Tenggara, Indonesia dengan skor 16,9 itu berada di peringkat tiga, di bawah Laos yang memiliki skor 19,8 dan Timor Leste di peringkat satu dengan skor 27.
GHI sendiri adalah indeks untuk mengukur dan memantau kelaparan secara komprehensif di tingkat global, regional, dan nasional. Skor GHI di setiap negara dihitung berdasarkan empat indikator utama. Yaitu prevalensi kekurangan energi kalori (persentase populasi penduduk yang tidak mendapat cukup kalori untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka); stunting pada anak (jumlah anak di bawah usia lima tahun di negara tersebut yang mengalami stunting atau pertumbuhan terhambat karena kurang gizi); wasting pada anak (dihitung dari jumlah anak di bawah usia lima tahun yang mengalami wasting atau berat badan yang terlalu rendah untuk tinggi badan mereka, hal itu menunjukkan malnutrisi akut); serta kematian anak (angka kematian anak di bawah usia lima tahun yang disebut mencerminkan kondisi kesehatan umum dan akses terhadap layanan kesehatan).
Di sisi lain, di dalam laporan United Nations Environment Programme (UNEP) pertengahan tahun 2024 ini, Indonesia masuk dalam daftar negara penyumbang sampah makanan terbesar di dunia. Tepatnya di urutan ke-8 dengan 14,73 juta ton per tahun atau 2,33% dari jumlah global sampah pangan.
Tentu, hal ini menjadi kontradiksi. Di satu sisi, Indonesia disebut salah satu negara kekurangan pangan, tetapi di sisi lain dinyatakan sebagai salah satu negara pembuang makanan terbanyak di dunia.
Di dalam laporannya yang berjudul “Food Waste Index Report 2024”, United Nations Environment Programme (UNEP) mengestimasi jumlah sampah makanan yang dihasilkan secara global maupun domestik di tingkat ritel maupun konsumen (rumah tangga). Hasil estimasi mereka adalah setiap tahunnya sejumlah 630,96 juta ton sampah makanan dihasilkan secara global di tingkat rumah tangga. Tiongkok menjadi negara penyumbang sampah makanan terbesar di dunia dengan 108,67 juta ton per tahun atau 17,22% dari jumlah sampah makanan yang dihasilkan secara global.
India berada di posisi kedua karena menghasilkan 78,19 juta ton sampah makanan rumah tangga per tahun atau 12,39% dari jumlah global. Pakistan di posisi ke-3 dengan 30,75 juta ton sampah makanan per tahun atau 4,87% dari jumlah sampah makanan secara global. Sedangkan di posisi empat dan lima ada Nigeria dan Amerika Serikat yang masing-masing menghasilkan 24,79 juta ton dan 24,72 juta ton sampah makanan per tahun.
Menurut laporan UNEP, terbuangnya makanan dalam skala besar itu menjadi sebuah ironi, karena di saat yang bersamaan terdapat 783 juta orang di dunia yang menderita kelaparan dan 150 juta anak mengalami stunting setiap tahun. UNEP pun menyebut, laporan tersebut dirilis dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat global tentang betapa besarnya dampak negatif yang ditimbulkan dari tindakan membuang-buang makanan.
Dua laporan tersebut mencerminkan kondisi yang patut menjadi perhatian. Apalagi, laporan tersebut dirilis di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mencapai swasembada pangan. Laporan-laporan tersebut juga memberikan tantangan tersendiri bagi pemerintah Republik Indonesia di bawah pimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Seperti diketahui, ketika menyampaikan pidato pertamanya usai dilantik, Presiden Prabowo Subianto mengutarakan target untuk menjadikan Indonesia swasembada pangan dalam lima tahun ke depan. Untuk mewujudkan target itu, Presiden Prabowo Subianto membentuk Kementerian Koordinator yang khusus mengurusi masalah pangan. Adalah Zulkifli Hasan yang dipercaya menjabat Menko Pangan.
Pemerintah tentu telah menyiapkan langkah-langkah strategis untuk mencapai target swasembada pangan itu. Dan tentu, kita semua berharap, langkah-langkah yang disiapkan pemerintah itu menjadi aksi jitu dalam mengatasi kekurangan pangan masyarakat Indonesia, sekaligus mencapai kondisi swasembada pangan.
Dan laporan lembaga-lembaga dunia itu juga selayaknya mengingatkan kita semua. Makanlah secukupnya, jangan berlebihan, apalagi sampai membuang-buang makanan dari piring kita. Jika kita masih melakukan tindakan mubazir dengan membuang-buang makanan dari piring kita, ingatlah bahwa masih banyak saudara kita yang justru kekurangan makanan.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!