Tiga Calon Raja Majapahit, Umat Islam Pilih Siapa?
Tiga tokoh besar di dunia politik Indonesia yang telah dideklarasikan sebagai calon presiden itu adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan. Sebagaimana pilpres-pilpres sebelumnya, rakyat Indonesia kembali terbagi pada kubu-kubu yang mendukung para bakal Capres yang bersaing. Kali ini, walau belum jelas benar, terlihat dukungan rakyat sudah mulai terbagi ke tiga kubu bakal Capres itu.
Namun tahukah Anda bahwa pada zaman dulu, tepatnya di zaman Majapahit, rakyat di Nusantara juga pernah terbagi dalam 3 kubu dalam persaingan mendapatkan singgasana Kerajaan Majapahit? Ketiga kubu itu adalah kubu Wikramawardhana, Bhre Wirabumi, dan Raden Patah.
Tentu saja, tulisan ini bukan untuk mencocok-cocokkan dengan tokoh-tokoh yang berlaga di Pilpres 2024, karena tentu saja berbeda. Tiga bakal Capres tersebut beragama Islam, sedangkan tiga tokoh Kerajaan Majapahit tersebut terdiri dari dua orang beragama Hindu-budha dan satu beragama Islam. Siapa saja mereka? Bagaimana dinamika politik di zaman Majapahit?
Tiga Putra Majapahit
Dahulu, Majapahit adalah kerajaan terbesar di Nusantara. Pada puncak kejayaannya, di bawah Raja Hayam Wuruk, Majapahit menguasai lebih dari setengah wilayah Nusantara. Mulai dari Jawadwipa (Pulau Jawa, kecuali wilayah Kerajaan Pajajaran), Swarnadwipa (Sumatera), Nusa Kencana (Kalimantan), Bali dan kepulauan sekitarnya, bahkan konon katanya mencapai Maluku. Semua daerah itu ditaklukkan oleh tentara Majapahit dengan Maha Patihnya yang legendaris, Gajah Mada.
Baca Juga : Hari Lahir Jakarta, Ketika Fatahillah Mengusir Armada Portugis dari Sunda Kelapa
Namun, setelah Raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada meninggal, Majapahit berangsur-angsur mundur dan bahkan terjerumus ke dalam perang saudara bernama Perang Paregreg. Paregreg adalah perang saudara antara Majapahit istana Barat melawan Majapahit istana Timur pada sekitar tahun 1400-an. Istana Barat dipimpin Wikramawardhana, sedangkan istana timur dipimpin Bhre Wirabhumi.
Mengutip dari Wikipedia, “pada tahun 1406, pasukan barat dipimpin Bhre Tumapel - putra Wikramawardhana - menyerbu pusat kerajaan timur. Bhre Wirabhumi dikejar dan dibunuh oleh Raden Gajah. Raden Gajah membawa kepala Bhre Wirabhumi ke istana barat".
Perselisihan antara istana barat dan timur membuat Majapahit remuk. Banyak wilayah taklukan Majapahit melepaskan diri (merdeka) dari Majapahit. Tanah-tanah pertanian rakyat berubah menjadi medan perang yang mengakibatkan kelaparan. Di saat inilah, Islam yang disebar oleh para Wali dan Ulama berkembang semakin pesat dan massif.
Di masa kekacauan dalam negeri ini, para wali dan ulama tampil sebagai sosok yang mengajarkan bakti sosial, toleransi, serta tidak mengenal rasisme dan kasta. Di ranah politik, banyak petinggi Majapahit yang masuk Islam. Salah satunya adalah ayah Sunan Kalijaga yang Bupati Tuban. Di antara petinggi Majapahit itu, yang power politiknya paling kuat adalah Raden Patah, anak Raja Brawijaya yang masuk Islam dan mendukung semua aktivitas keislaman di seluruh kerajaan. Para Wali dan Ulama bernaung di bawah faksi ini.
Power Kesultanan Demak
Majapahit semakin mundur, lalu ketika Raden Patah maju mendeklarasikan Kesultanan Demak sebagai penerus sah Majapahit, umat Islam satu suara bersama para Wali, santri dan Ulama, mendukung Raden Patah. Maka berdirilah kesultanan Islam pertama di tanah Jawa. Efek dari Kesultanan Demak ini begitu dahsyat dalam penyebaran Islam.
Contohnya pendirian Kesultanan Cirebon yang dirintis oleh Sunan Gunung Jati, salah satu Walisongo. Yang kemudian Kesultanan Cirebon ini bergabung dengan Demak untuk merebut Sunda Kelapa dari Portugis. Dari Sunda Kelapa, bergerak mengislamkan tanah Sunda dengan pendirian Kesultanan Banten yang dirintis oleh Maulana Hasanudin, menantu Sultan Trenggono dari Demak. Dakwah Islam bergerak masuk hingga pedalaman Sunda, ekspansi sampai ke Lampung dan daerah Banjar di Kalimantan.
Islam pun menyebar begitu cepat di Nusantara. Inilah efek dahsyat dari persatuan dan Ukhuwah Islamiyah, padahal waktu itu umat Islam masih belum sebanyak sekarang.
Belajar dari Demak, hubungannya dengan Pilpres 2024 adalah, hendaknya kita memilih pemimpin yang direstui mayoritas para ulama dan orang shalih, agar umat Islam mampu membangun peradabannya sendiri serta terlindungi hak-haknya. Di dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “Umatku tidak akan bersepakat di dalam kesesatan” (HR Ibnu Majah).
Mari kita ikuti pilihan para alim ulama, agar umat ini tegak berdiri di atas negerinya sendiri. Wallahu a'lam bishowab.