TikTok Jadi Media Kampanye yang Efektif untuk Memikat Suara Generasi Muda
Berdasarkan sebuah laporan yang dirilis oleh We are Social dan Hootsuite, bahwa jumlah pengguna TikTok di Indonesia sebanyak 106,52 juta orang pada Oktober 2023. Angka tersebut mengalami peningkatan 6,74% dibandingkan tiga bulan sebelumnya.
Lebih lanjut dalam laporan tersebut mencatat bahwa sebanyak 41,26% pengguna TikTok di Indonesia berada pada rentang usia 18-24 tahun, dan sebanyak 38,40% berusia 25-34 tahun.
Maka jelas sudah, media sosial TikTok yang menampilkan konten berdasarkan minat dari penggunanya menjadi basis penting untuk memikat pemilih muda. Namun pertanyaannya adalah "Apakah para calon presiden Indonesia akan berani menggunakan TikTok, yang lazimnya banyak berisi disinformasi politik, dan mampukah hal ini membantu memenangkan pemilu 2024?"
Menjawab pertanyaan.
Mengakhiri tahun 2023, calon presiden nomor urut satu, Anies Baswedan melakukan debutnya di aplikasi media sosial TikTok. Dengan percaya diri, Anies menampilkan siaran langsung bertajuk “Temani Saya di Jalan”, dan hasilnya konten tersebut telah ditonton oleh 300.000 pemirsa.
Pada hari berikutnya, mantan gubernur DKI Jakarta ini coba melakukan hal yang sama, dan hasilnya ditonton oleh sekitar 420.000 pemirsa. Anies berencana melakukannya kembali; menyapa warganet melalui sesi live TikTok di tengah perjalanannya bersafari politik.
Baca juga: Debat Ketiga Pilpres 2024 Ahad Malam, Pertahanan Keamanan dan Hubungan Internasional Jadi Tema
Aksi ini juga dilakukan oleh calon wakil presiden nomor urut tiga, Mahfud MD yang memulai debutnya di TikTok pada malam tahun baru. Walaupun audiensnya tidak sebanyak capres dari nomor urut satu, namun harapannya mampu mengupayakan peningkatan pribadi di tahun 2024 mendatang.
Lalu bagaimana dengan pasangan calon nomor urut dua? Meski belum melakukan live streaming di media sosial tersebut, namun beberapa jajak pendapat menunjukkan bahwa pasangan calon nomor urut dua merupakan kandidat terpopuler di TikTok. Mungkin sebagian disebabkan oleh meme yang menggambarkan Prabowo sebagai sosok yang menawan, menggunakan istilah gemoy (menggemaskan), video yang menampilkan Prabowo menari pun kerap menuai ribuan respons dan komentar positif dari warganet.
Potensi kampanye.
Di era media sosial ini, tampaknya akan lebih efektif bagi para kandidat untuk mendalami platform tersebut guna menjangkau dan memikat pemilih muda. Kelompok ini memiliki proporsi yang sedikit lebih besar dari keseluruhan kelompok umur pemilih di Indonesia.
Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), sekitar 56% dari 204 juta pemilih didominasi oleh dua kelompok generasi, yaitu Generasi Milenial dan Generasi-Z. Kedua generasi ini berada pada rentang di bawah 40 tahun, generasi milenial adalah mereka yang lahir pada tahun 1980an hingga akhir 1990an, sementara Generasi-Z adalah mereka yang lahir setelah tahun 1997.
Survei lain yang dilakukan We Are Social, dengan hasil yang dipublikasikan pada pertengahan tahun 2023, menunjukkan bahwa delapan dari 10 orang berusia 18 tahun ke atas adalah pengguna media sosial. Seorang pengguna juga dapat menghabiskan 29 jam per bulan di TikTok. Menurut survei tersebut, TikTok menjadi platform media sosial paling populer di Indonesia, durasi penggunaannya hanya tertinggal enam menit dari aplikasi perpesanan WhatsApp.
Baca juga: Indonesia di Bawah Bayangan Tiga Capres
Kisah sukses pencitraan.
Salah satu kisah sukses pencitraan dapat ditemukan di negara tetangga kita, Filipina.
Melansir dari laman Times Magazine, Filipina menyaksikan kemenangan telak Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr., putra diktator Filipina Ferdinand Marcos, dalam pemilihan presiden 2022. Para pengamat melihat bahwa terjunnya Bongbong ke TikTok membantunya mengamankan jabatan tertinggi.
Selama musim kampanye, keluarga Marcos sering digambarkan sebagai “Dinasti politik yang membawa kemewahan ala Kennedy dan rasa hormat global ke istana presiden,” seperti yang dijelaskan oleh media The Los Angeles Times.
Mendiang Ferdinand Marcos dikenal karena pemerintahannya selama 14 tahun di Filipina berdasarkan darurat militer, di mana ia memerintahkan pembunuhan ribuan lawan politiknya.
Namun kampanye TikTok tampaknya berhasil mengubah citra keluarga tersebut, dengan salah satu komentar pemilih yang dikutip dari laman Times Magazine mengatakan, “Kami tidak lagi mempercayai buku sejarah. Kami memiliki media sosial sekarang.”