Ulama Uighur Berkata, “Palestina Adalah Alasan kami”
Pada tanggal 12 November 1933, lahirlah “Republik Islam” yang pertama dideklarasikan pada saat dunia sedang terguncang akibat runtuhnya khilafah terakhir dan para cendekiawan serta pemimpin dunia Islam sedang berusaha untuk beralih ke bentuk kenegaraan yang baru. Negara yang masih baru ini bukanlah Pakistan, Turki, atau Iran. Negara itu adalah Republik Islam Turkestan Timur dengan Hoja Niyaz Haji sebagai presiden pertama dan Sabit Damolla sebagai perdana menterinya.
Negara itu didirikan pada empat prinsip. Yaitu Islamiyyah; Ukhuwwah; Adalah; Insaniyyah. Ini adalah wilayah yang sekarang dikuasai dan dikontrol penuh oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT), yang masyarakat dunia kini menyebutnya sebagai Xinjiang, kata yang jika ditafsirkan menjadi “wilayah baru yang diambil secara paksa”.
Masyarakatnya – yang terdiri dari warga Uighur dan Muslim Turki lainnya – telah menderita di bawah penindasan brutal selama beberapa dekade oleh Partai Komunis Tiongkok. Geoffrey Nice selaku ahli hukum independen pada 2021 mengungkapkan, bahwa penindasan yang mereka (Partai Komunis Tiongkok) lakukan dalam beberapa tahun terakhir lebih mengarah kepada genosida. Dia (Geoffrey Nice) juga pernah menjadi jaksa penuntut utama dalam kasus kejahatan Slobodan Milošević atas perannya dalam genosida Bosnia.
Orang Uighur Tahu Apa Itu Penindasan
Masyarakat Uighur sebelumnya telah menghadapi kengerian seperti dimasukkan ke kamp konsentrasi, hanya karena menunjukkan identitas dirinya sebagai seorang Muslim, semisal sekadar memiliki Al Qur'an, mengucapkan salam, berpuasa di bulan Ramadhan, dan sebagainya. Sterilisasi etnis, kerja paksa, pernikahan paksa perempuan Uighur dengan laki-laki Tionghoa dari suku Han, pengambilan organ, dan lebih banyak lagi, sebagaimana dibuktikan oleh kesaksian beberapa orang dan mereka yang mencoba melaporkan hal tersebut kepada dunia.
Sayangnya penderitaan mereka belum mendapat perhatian yang seharusnya di dunia Muslim karena beberapa alasan, termasuk kurangnya informasi yang valid secara historis tentang bagaimana caranya lolos dari kamp konsentrasi yang ketat dan meningkatnya ketergantungan negara-negara Muslim terhadap Tiongkok. Akibatnya, beberapa aktivis Uighur di luar dunia Muslim mendapat dukungan diplomatik dan finansial dari negara-negara Barat, karena imperialisme Tiongkok semakin dipandang sebagai ancaman terhadap imperialisme AS.
Baca Juga : Genosida, Membuat Penjajah Israel Terus Terkucil
Akan tetapi ketika Zionis Israel meningkatkan penindasannya terhadap warga Gaza, Palestina, setelah “Operasi Badai al-Aqsa” pada tanggal 7 Oktober yang lalu, seorang pelapor Uighur di sebuah organisasi yang mendapatkan dukungan dari LSM dan pemerintah Barat mengatakan sesuatu yang mengejutkan: “Rasanya seperti saya berada di Tiongkok Komunis.”
Hal ini karena mereka merasa mendapat tekanan yang luar biasa dari beberapa pendukung mereka, yang dalam hal ini juga pro-Zionisme. Setidaknya pesan yang mereka terima adalah, “Tutup mulutmu mengenai Palestina, atau kami akan membiarkan Tiongkok menghabisimu.”
Kami berada dalam situasi yang dalam banyak alasan tidak menguntungkan, mengenai kurangnya persatuan, kekuatan, dan strategi umat Islam. Tetapi, alhamdulillah keadaan kini sudah berbalik. Inilah salah satu alasan kami meluncurkan kampanye #Stand4Uyghurs. Gerakan ini merupakan koalisi organisasi baik individu Muslim maupun non-Uighur yang memperjuangkan dukungan perjuangan Uighur dari paradigma Islam, berdasarkan keadilan sejati dan solidaritas terhadap saudara dan saudari kita dalam Ukhuwah Islamiyah. Dan dengan izin Allah, kampanye ini telah membangun momentum di kalangan umat Islam di berbagai negara di dunia.
Peluncuran Masyarakat Turkistan Timur Inggris
Tahun ini, tepatnya tanggal 12 November 2023, saya mendapat kehormatan untuk menjadi bagian dari peluncuran organisasi Uighur yang baru saja diresmikan di Inggris, di mana tujuannya untuk menceritakan kisah mereka dan memperjuangkan perjuangan mereka, juga dalam paradigma Islam: Masyarakat Turkistan Timur Inggris.
Sebagai ketua organisasi, Syaikh Abdulkerim Karahanli, seorang ulama keturunan dari keluarga Ulama di Turkistan Timur. Ia melewati masa lalunya dengan cara diam-diam menuntut ilmu di madrasah bawah tanah pada malam hari. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari ancaman dari rezim PKT yang ateis dan kejam ketika ia masih tumbuh dewasa, yang menganggap hal itu merupakan sebuah kejahatan.
Ia bahkan pernah dipenjara dan disiksa selama tiga bulan pada tahun 1995 karena dituduh melakukan kejahatan karena telah membacakan Al Qur'an secara sembunyi-sembunyi kepada anak-anak. Namun ia berhasil melarikan diri dan melanjutkan pencarian ilmunya di seluruh dunia Muslim, lalu menetap di Inggris sejak tahun 2020.
Baca Juga : Enam Puluh Sembilan Tahun Genosida Uighur
Di dalam pidatonya, beliau menegaskan kembali sentimen seluruh Muslim Uighur yang terhubung dengan saudara-saudari mereka. “Turkistan Timur adalah alasan kami. Palestina juga merupakan alasan kami,” kata Syaikh Abdulkerim Karahanli.
Syaikh Abdulkerim menegaskan, umat Islam Uighur mengecam keras Zionis Israel atas tindakan mereka sebagai penindas terhadap umat Islam di Palestina. “Sebagai warga Uighur yang merupakan bagian dari Umat Islam, kami memahami betul apa yang dimaksud dengan penjajahan, penindasan, dan genosida,” katanya.
“Oleh karena itu, kami mengutuk keras pembantaian yang dilakukan oleh Zionis Israel yang masih berlanjut di Palestina saat ini, dan kami menyatakan: hentikan genosida! Kami mendoakan kesabaran dan kemenangan dari Allah kepada saudara-saudara kami di Palestina, rahmat bagi para almarhum, dan kesembuhan yang cepat bagi mereka yang terkena dampak. Kami, Muslim Uighur, sebagai orang yang mengalami penderitaan yang sama, akan selalu mendukung kaum tertindas di mana pun mereka berada, dan kami akan terus berdiri tegak melawan para penindas tanpa tunduk kepada mereka,” tegasnya.
Turut hadir pula Syekh Ebu Bekir Hoca, tokoh masyarakat Turki, Dr. Asim Qureshi, Hamza Tzortzis, dan Syekh Dr. Haitham al-Haddad. Mereka masing-masing menyatakan dukungan mereka terhadap masyarakat Turkistan Timur Inggris, dan menegaskan kembali prioritas strategis yang penting bagi perjuangan Uighur dan Palestina, semisal memupuk persatuan dan mengatasi “penyakit” nasionalisme, mendorong ketabahan, perlunya keberanian dan pembangkangan sipil dalam menentang penindasan, dan bersikap optimis untuk meraih kemenangan ketika menghadapi tantangan.
Islam Adalah Dasar Keadilan yang Universal
Selalu menggembirakan melihat dukungan yang luas untuk tujuan yang baik, misalnya non-Muslim yang berdiri bersama kami untuk mendukung pembebasan Turkistan Timur, Palestina, Kashmir, atau di mana pun tempat yang menghadapi penindasan. Namun, apa yang segera kita ketahui adalah mereka yang tidak termotivasi oleh moralitas yang terikat pada sesuatu di luar kemanusiaan, kesukuan, dan kepentingan lainnya, pada akhirnya akan berpihak sebagai penggembos perjuangan atau setidaknya bersikap diam dan tidak berbicara mengenai penindasan.
Jika seseorang pro-Palestina, mungkin mereka juga pro-Tiongkok. Jika seseorang pro-Uighur karena anti-Tiongkok, kita mungkin menganggap mereka berada di pihak yang salah dalam keadilan ketika menyangkut Israel-Palestina.
Inilah sebabnya, meskipun kita terus bekerja sama dengan siapa pun demi tujuan yang benar, kita harus berdiri teguh pada landasan keadilan yang universal, yang mana hal itu diperintahkan kepada kita sebagai umat Islam. Allah subḥānahu wa ta'āla mengatakan dalam Al Qur'an,
“Hai orang-orang yang beriman, berdirilah teguh dalam keadilan, menjadi saksi bagi Allah, meskipun terhadap diri sendiri, orang tua, dan sanak saudara.” – QS. An-Nisa:135
Genosida yang sedang berlangsung di Gaza, Palestina, adalah bukti bahwa dunia sangat membutuhkan keadilan yang terikat pada sesuatu di luar kepentingan kemanusiaan, suku, atau pribadi. Dan saya berpendapat bahwa Islam adalah satu-satunya peradaban yang mampu menuntaskan hal ini.
Islam telah memberi kita sebuah konkretisasi keadilan yang terikat pada sesuatu yang tidak tergoyahkan dan tidak berubah, tidak terkekang oleh kepentingan-kepentingan kuat atau tren-tren populer, sebuah gagasan yang tidak memerlukan penciptaan “diri manusia dan orang lain yang tidak manusiawi” secara bersamaan, atau “diri yang liberal dan orang lain yang tidak liberal”, yang satu layak mendapatkan perlakuan yang adil dan yang lainnya layak mendapatkan kekerasan reparatif.
Baca Juga : Kronologi Tercapainya Kesepakatan Gencatan Senjata Pejuang Hamas dan Penjajah Israel
Gagasan Islam tentang keadilan meluas ke semua makhluk – manusia, hewan, harta benda, dan sumber daya alam. Sebagai umat Islam, kita mempunyai kewajiban untuk memperjuangkan hal ini demi kepentingan semua orang, baik Muslim maupun non-Muslim, karena dunia sedang menyerukan hal ini saat ini.
Artikel ini telah tayang dalam bahasa Inggris di Islam21c.com dengan judul "Uyghurs say, Palestine is our cause".
Penulis: Dr. Salman Butt
Alih bahasa: Susilo
Editor: Yogi