Persoalan di seputar UU Kesehatan masih merebak. Penolakan terhadap UU tersebut sudah banyak pula beredar di media sosial. Tetapi, di tengah pro dan kontra terhadap UU Kesehatan itu, kebutuhan akan layanan kesehatan masyarakat (Kesmas) justru terabaikan.
Hal itu menjadi salah satu pembicaraan yang mengemuka dalam Webinar Nasional "Undang-Undang Kesehatan" yang diadakan Center for Information and Development Studies Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (CIDES ICMI) dan Dewan Pakar ICMI Pusat, Jum'at malam, 4 Agustus 2023, mulai pukul 19.30 WIB. Acara yang bisa diikuti via Zoom Meeting itu diikuti oleh berbagai kalangan dengan jumlah peserta kurang lebih 120 orang.
Sekretaris CIDES ICMI, Dr. Hery Margono, menjadi Moderator webinar itu. Tampil tiga pembicara sebagai narasumber webinar. Masing-masing Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK UNDIP) Semarang, Prof. Zaenal Muttaqien Sp.Bs (K); Ketua Departemen Upaya Kesehatan Masyarakat - MPP ICMI, Dr Zaenal Abidin, MH.Kes; dan Sekretaris Dewan Pakar ICMI Pusat, Prof. Dr. Didin Muhafidin, S.IP, M.Si. Zaenal Muttaqien membawakan materi pertama dengan judul "Dampak buruk UU Kesehatan bagi Kesehatan Masyarakat". Sedangkan Zaenal Abidin membawakan materi berjudul "UU omnibus kesehatan dan kebutuhan kesmas yang terabaikan". Dan Didin Muhafidin yang menyoroti UU Kesehatan itu dari segi kebijakan publik.
Di kesempatan itu, Dr Zaenal Abidin, MH.Kes mengatakan, sejak awal dirilis sebagai RUU, UU Omnibus Kesehatan Tahun 2023 memang sudah menuai kontroversi. Banyak orang yang mendukung tetapi banyak pula yang menolak. Mereka yang mendukung mengatakan, UU Kesehatan Tahun 2023 ini adalah untuk kepentingan rakyat.
“Itu tidak salah juga. Karena yang membentuk UU itu memang digaji dari uang rakyat. Jadi, mereka memang harus ngomong tentang kepentingan rakyat. Kalau tidak, nanti didemonstrasi sama rakyat,” ujarnya.
Zaenal Abidin juga menyebut, ada sebagian pendukung yang mengatakan bahwa memang UU Kesehatan 2023 ini bukan UU profesi dan UU Nakes sebagai dasar transformasi kesehatan yang integratif, holistik, dan komprehensif. Dasarnya ini diangkat dari kebijakan menkes. Di sisi lain, sudah banyak komentar yang beredar di media sosial yang berisi pesan-pesan terkait penolakan atas UU Kesehatan tersebut.
Setidaknya ada enam alasan mengapa Dokter dan Nakes menolak RUU Kesehatan disahkan menjadi UU Kesehatan. Dilansir dari cnnindonesia.com, keenam alasan tersebut yaitu penyusunan RUU yang tidak transparan, penyusunannya dilakukan tanpa kepastian hukum organisasi, di dalamnya menghapus pembiayaan tenaga kesehatan, terdapat risiko impor tenaga kesehatan asing, aborsi diperbolehkan dalam 14 minggu, dan yang terakhir yaitu pembahasan RUU tersebut terkesan dikebut.
Jadi, walaupun sudah disahkan oleh DPR, tetapi bisa dikatakan, UU tersebut masih banyak menuai kontroversi. Apalagi, pemberlakuan UU ini dinilai nantinya dapat merugikan tenaga kesehatan. Sehingga, UU Kesehatan ini potensial akan terus mendapat penolakan dan pembangkangan dari berbagai pihak, khususnya para Dokter dan Nakes. Maka, pemerintah hendaknya mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan itu. Jangan sampai, ada korban lain yaitu layanan kesehatan masyarakat yang justru menjadi terabaikan.
Penulis: Mutiara Ananda Millenia (Alumni Pelatihan Jurnalistik sabili.id Batch 2)
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!