Jamila Abdallah Thaha al-Shanti atau Jamila Al Shanti menghabiskan hidupnya penuh dedikasi dan pengorbanan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan Palestina. Ia memiliki peran besar dan penting dalam pekerjaan perjuangan parlementer, akademis, politik, advokasi dan pendidikan. Dialah ikon perlawanan Muslimah Palestina.
Jamila Al Shanti lahir di camp pengungsian Jabalia di Jalur Gaza, 15 Maret 1955. Ia adalah istri dari Dr Abdel Aziz al Rantisi, tokoh penting dan salah satu pendiri Hamas yang menjadi pemimpin politik Hamas dan menjadi Juru Bicara di Jalur Gaza. Asy-Syahid Aziz Rantisi meninggal di bom oleh penjajah menyusul pembunuhan terhadap Asy-Syahid Syeikh Ahmad Yassin pada Maret 2004.
Jamila Al Shanti ialah Muslimah yang mengabdikan dirinya untuk Bangsa Palestina. Pada tahun 1980, Jamila Al Shanti meraih gelar Ph.D dalam bidang bahasa Inggris dari Universitas Ain Shams di Mesir. Jamila Al Shanti juga terkenal berkat keberanian dia dalam melawan penjajahan Israel.
Sebelum menikah dengan Aziz Rantisi, Jamila bekerja sebagai dosen Fakultas Pendidikan di Universitas Islam Gaza. Tahun 2006, Jamila terpilih sebagai anggota Dewan Legislatif untuk Blok Perubahan dan Reformasi Hamas, menjadi anggota aktif di Komunitas Wanita Muslim di Palestina, dan merupakan pendiri serta kepala organisasi perempuan Hamas. Tahun 2011, Jamila Al Shanti diangkat menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan di pemerintahan Hamas yang memerintah Jalur Gaza.
Pengabdian kepada Bangsa Palestina
Setelah kematian kekasihnya, Abdel Aziz al-Rantisi, Jamila Al Shanti melanjutkan keterlibatan dia dengan Hamas. Tahun 2021, ia menciptakan sejarah setelah terpilih sebagai perempuan pertama yang menjadi bagian dari sayap politik Hamas. Ia adalah perempuan pertama dan satu-satunya yang menjadi bagian dari biro politik Hamas yang beranggotakan 15 pejuang. Banyak ahli percaya bahwa pemilihan Jamila menandai perubahan besar dalam pendekatan organisasi terhadap penempatan perempuan dalam peran kepemimpinan.
Penunjukan Jamila Al-Shanti menjadi Anggota Biro Politik Hamas memainkan peran internal seperti memberdayakan wanita dalam masyarakat Palestina. Meski pun tidak memainkan peran dalam keputusan besar, termasuk perang melawan penjajah, namun tidak peduli peran apa pun yang akan dimainkan oleh Al Shanti, ia mengatakan akan selalu siap dan bersedia untuk menjalani semua tantangan itu. Jamila Al Shanti berjanji bahwa dirinya akan bertanggung jawab atas posisi apa pun yang ditugaskan kepadanya.
Pejabat senior Hamas, Suheil Al-Hindi, mengatakan, terpilihnya Jamila Al Shanti oleh pejabat dan gerakan telah memberikan bukti bahwa “Gerakan Hamas menghormati wanita Palestina, perjuangan, kepahlawanan serta pengorbanan mereka”.
Tentu saja ini sekaligus memperkuat bukti, bahwa perempuan Palestina memiliki identitas dan kekuatan yang dapat diekspresikan secara langsung pada agenda politik Palestina. Serta keterlibatan efektif perempuan Palestina yang membuat perempuan berhak mendapatkan posisi di mana pun.
Keteguhan Jamila Abdallah Thaha al-Shanti
Nama Jamila Al Shanti mencuat pada tanggal 3 November 2006. Saat itu, ia menjadi pemimpin demonstrasi perempuan yang berhasil mematahkan pengepungan yang dilakukan oleh penjajah Israel atas perampasan terhadap sebuah Masjid di kota Beit Hanoun di Jalur Gaza Utara. Tiga hari kemudian, rumahnya dibom oleh pesawat penjajah, yang mengakibatkan kematian saudara iparnya, Nahla Al Shanti.
“Kami akan selalu mengatasi ketakutan kami terhadap penjajah. Pagi tadi pesawat penjajah mengebom rumah saya. Saya adalah targetnya, tetapi serangan itu malah menewaskan saudara ipar saya, Nahla, seorang janda dengan 8 anak yang di asuhnya,” katanya.
Jamila Al Shanti memberikan kesaksian, bahwa hari itu adalah serangan kesepuluh yang dilancarkan penjajah ke Beit Hanoun. Penjajah telah mengubah kota indah itu menjadi kota yang terkutuk, merampas hak 28.000 penduduk di dalamnya. Selama berhari-hari, kota itu dikepung oleh tank-tank. Jumlah korban terus meningkat. Semua pasokan air dan listrik diputus, ambulan dilarang masuk, dan penjajah menyerbu rumah-rumah serta membungkam keluarga.
Sungguh, tidak mudah bagi seorang ibu, saudara perempuan, atau pun istri, untuk melihat orang-orang yang dicintai menghilang di depan mata. Tetapi hal itulah yang menjadi kekuatan Jamila Al Shanti dan 1.500 wanita lainnya untuk mengatasi ketakutan mereka. Untuk mengatasi rasa takut itu, Jamila dan pejuang muslimah lainnya mulai membebaskan beberapa pemuda yang dikepung di Masjid.
Syahidnya Jamila Al-Shanti
Jamila menghadapi penjajah tanpa senjata. Sedangkan para penjajah dilengkapi dengan persenjataan lengkap dan modern. Namun, Jamila dan teman-temannya tidak memiliki apa pun kecuali keteguhan satu sama lainnya serta kerinduan akan kebebasan.
Saat mereka mencoba untuk menerobos, justru kekuatan serta tekad itu semakin kuat. Tanpa ragu penjajah mulai menembaki wanita yang tidak memiliki senjata. Pemandangan mengerikan lainnya adalah penjajah dengan brutal menembaki bus yang membawa anak-anak ke taman kanak-kanak. Sebagian dari mereka bermandikan darah. Betapa kejinya penjajah!
“Kami tidak akan menyerahkan hak-hak kami demi sepotong roti atau segenggam beras. Para wanita Palestina akan melawan penjajahan yang mengerikan ini. Penjajah mengutuk kami dengan menodongkan senjata, melakukan pengepungan dan menimpakan kelaparan. Hak-hak kami dan hak-hak generasi kami tidak untuk diperjual belikan,” serunya.
Semasa hidupnya, Jamila Al Shanti selalu dekat dengan perang, perlawanan, dan senjata. Ia menyaksikan betapa kejinya penjajah yang mulai merenggut nyawa keluarganya satu demi satu. Termasuk kekasih hidupnya, Abdel Aziz Rantisi, yang tewas dibunuh oleh penjajah tahun 2004.
Perjuangan Jamila semasa hidupnya tidak lepas dari darah dan air mata, saat ia sebagai pejuang berusia 68 tahun menghembuskan nafas terakhirnya setelah terjadi pemboman oleh pesawat penjajah ketika fajar, di rumahnya pada 18 Oktober 2023. Kesyahidannya menggemparkan publik. Sebab, beliau-lah pencetak sejarah sebagai perempuan palestina pertama yang tergabung menjadi Anggota Biro Politik Hamas serta turut serta memainkan peran strategis terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina.
Kini, Asy-Syahid Jamila Al Shanti telah berjumpa dengan suaminya, Asy-Syahid Abdel Aziz Rantisi di surga. Kisah cinta sehidup sesyahid yang tercurahkan dalam sejarah. Dan menjadi simbol keteguhan bangsa Palestina.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!