Pada Rabu (6/11/2024) malam, ribuan warga Israel kembali turun ke jalan. Mereka melancarkan protes atas keputusan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang memecat Menteri Pertahanan, Yoav Galant. Demonstrasi berlangsung di depan gedung Knesset, lalu berlanjut menuju kediaman Netanyahu di Yerusalem Barat, dengan tuntutan agar Netanyahu membatalkan keputusan yang dianggap sebagai ancaman bagi stabilitas dan keamanan negara.
Demonstrasi itu dipengaruhi oleh dua hal. Pemecatan Yoav Galant yang dilakukan pada Selasa malam memicu keresahan publik, ditambah hasil survei yang menunjukkan bahwa 52% masyarakat Israel kini menganggap Netanyahu sebagai ancaman bagi keamanan negara.
Keputusan Netanyahu untuk memecat Galant diikuti oleh pengangkatan Yisrael Katz sebagai pengganti dan penunjukan Gideon Sa'ar sebagai Menteri Luar Negeri. Banyak pihak menganggap keputusan itu sebagai langkah politik semata, dengan tujuan untuk memerkuat koalisi pemerintahan Netanyahu tanpa memertimbangkan dampak pada keamanan nasional.
Menurut laporan media lokal, pemecatan Galant memicu kemarahan di kalangan masyarakat dan memunculkan berbagai anggapan bahwa Netanyahu lebih mengutamakan kepentingan politik pribadi dibandingkan stabilitas keamanan negara. Pada Rabu malam, ribuan demonstran berkumpul di Lapangan Agranat, dekat Knesset, sambil meneriakkan slogan-slogan menentang pemecatan Galant. Mereka juga mendesak pemerintah untuk segera membuat kesepakatan dengan Hamas demi membebaskan tawanan Israel di Gaza, membentuk komisi investigasi atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, dan memercepat pemilihan umum.
Kritik dari Kalangan Pejabat dan Masyarakat
Mantan Menteri Pertahanan, Moshe Ya’alon, ikut hadir dalam demonstrasi di depan Knesset dan melontarkan kritik tajam terhadap keputusan Netanyahu. Ia memertanyakan keputusan mengganti seorang Menteri Pertahanan berpengalaman di tengah situasi genting demi menjaga kelangsungan koalisi.
Kritik juga datang dari Ketua Oposisi, Yair Lapid, yang dalam konferensi pers menyebut Netanyahu tidak lagi layak memimpin pemerintahan karena mengabaikan keamanan nasional demi ambisi politiknya sendiri. Lapid menegaskan bahwa langkah-langkah Netanyahu telah membahayakan stabilitas negara dan menambah buruk krisis yang ada.
Ketua Partai Demokrat, Yair Golan, menyerukan aksi mogok nasional dan peningkatan intensitas demonstrasi sebagai bentuk penolakan terhadap pemecatan Galant. Sementara itu, Ketua Partai Negara, Benny Gantz, yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan, menyebut keputusan tersebut sebagai pengabaian terhadap keamanan Israel. Menurut Gantz, pemecatan Galant bertujuan untuk mendorong undang-undang pembebasan Yahudi ultra-ortodoks dari kewajiban militer.
Pernyataan Resmi Likud dan Respon Pemerintah
Merespon gelombang kritik, Partai Likud yang merupakan partai yang dipimpin Netanyahu, menyebut bahwa dukungan oposisi kepada Galant mengungkapkan motif politis di balik demonstrasi warga. Partai tersebut menyatakan bahwa Netanyahu bersama Menteri Pertahanan yang baru, Yisrael Katz, akan memimpin Israel menuju kemenangan, sementara oposisi hanya akan “terus mengeluh”.
Di dalam laporan yang dirilis Channel 12 Israel, disebutkan bahwa Komite Luar Negeri dan Pertahanan Knesset mengawali sesi sidang dengan perdebatan panas terkait pemecatan Galant. Ketua Komite, Yuli Edelstein, mengumumkan bahwa Netanyahu akan hadir dalam rapat komite untuk memberikan penjelasan keamanan terkait keputusan tersebut.
Survei: Kepercayaan Publik Terhadap Netanyahu Menurun
Di dalam survei yang dilakukan oleh Channel 13 Israel, sebanyak 52% responden menyatakan bahwa mereka menganggap Netanyahu sebagai ancaman bagi keamanan nasional setelah adanya kebocoran informasi dari kantornya. Survei ini juga menunjukkan bahwa 60% masyarakat Israel lebih memercayai Yoav Galant untuk mengisi posisi Menteri Pertahanan, sementara hanya 14% yang mendukung Yisrael Katz.
Mayoritas responden, sebanyak 66%, percaya bahwa pemecatan Galant dipengaruhi oleh kepentingan politik, sedangkan 25% lainnya berpendapat bahwa keputusan tersebut diambil demi kepentingan Israel. Pemecatan itu terjadi di tengah-tengah agresi ke Palestina, di mana Israel, dengan dukungan Amerika Serikat, terus melakukan serangan di Gaza yang telah berlangsung selama lebih dari setahun. Agresi Israel ke Gaza itu menyebabkan lebih dari 45.000 warga Palestina syahid. Kebanyakan korban tersebut adalah anak-anak dan perempuan.
Keputusan Netanyahu untuk memberhentikan Galant menambah perpecahan negara Israel yang kini sedang menghadapi kecaman internasional terkait aksinya di Gaza. Para pengunjuk rasa di Israel menuntut adanya perubahan kebijakan serta memeringatkan bahwa langkah-langkah pemerintah saat ini dapat menambah parah situasi keamanan, yang tidak hanya mengancam Israel tetapi juga merusak citra negara di mata dunia.
(Sumber: Al Jazeera)
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!