Kedengkian Politik Menjadikan Ia Gembong Kemunafikan

Kedengkian Politik Menjadikan Ia Gembong Kemunafikan

Tokoh ini sangat populer dalam tarikh Islam. Sayang, popularitasnya terkait dengan sifat yang buruk. Para ustadz kerap menyebut namanya saat mendidik umat tentang bahaya berbuat nifak dan menjadi pelaku kemunafikan. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Ubay bin Sahlul, kerap dipanggil sebagai Abu Hubab.

Abdullah bin Ubay berasal dari suku Khazraj. Ia termasuk tokoh terkemuka suku Khazraj. Khazraj adalah salah satu dari dua suku besar di Madinah. Sebelum kedatangan Islam, suku-suku di Madinah terlibat dalam pertikaian dan konflik berkepanjangan. Peperangan antara suku Khazraj dan suku Aus adalah di antara yang terbesar dan berjalan dalam waktu yang lama. Bahkan terwariskan secara turun temurun sebagai dendam dan kebencian.

Sebagai salah satu pemuka suku Khazraj, Abdullah bin Ubay punya hubungan dekat dengan para tokoh agama Yahudi di Madinah. Ia ditengarai sebagai sekutu kaum Yahudi, sebelum masuk Islam maupun setelah ia menyatakan diri sebagai pemeluk Islam.

Secara lahiriah, Abdullah bin Ubay memang telah menyatakan diri memeluk Islam dan bersumpah setia kepada Rasulullah saw sebagai Nabi dan pemimpin kaum muslimin. Namun, di dalam hatinya tidak demikian. Justru ia memendam kebencian dan kedengkian pada Rasulullah saw.

Sikap Abdullah bin Ubay berbeda dengan sikap Abu Jahal. Abu Jahal menyatakan kebencian dan permusuhannya kepada Rasulullah secara terbuka. Sementara Abdullah bin Ubay mengambil langkah berbeda. Ia lebih memilih berpura-pura menjadi pengikut Rasulullah saw, namun tindakannya justru kerap menjadi penghalang agenda Rasulullah, menyerang dengan opini dan kabar bohong yang dimaksudkan untuk melemahkan dakwah dan memecah-belah kaum muslimin dari dalam.

Sosok Abdullah bin Ubay melengkapi daftar tentang jenis-jenis manusia dalam menghadapi dakwah Islam dan kategori musuh-musuh dakwah Islam. Ada orang beriman, ada orang kafir, dan ada orang munafik. Sejarah Islam setidaknya mencatat dua peristiwa besar yang melibatkan peran kemunafikan Abdullah bin Ubay.

Baca juga: Hari Bumi: Perlu Paradigma Tauhid dalam Upaya Menjaga Kelestarian Alam

Pertama, peristiwa perang Uhud. Perang yang terjadi di tahun ke-3 Hijrah itu, awalnya tentara Islam berjumlah 1000 orang. Namun, karena Abdullah bin Ubay membelot, ada sekitar 300 tentara dari kelompok dia yang ikut membelot dan menggembosi kekuatan tentara Islam di tengah perjalanan menuju Bukit Uhud, tempat penghadangan yang telah disepakati. Ke-300 tentara itu terdiri dari pendukung setia Abdullah bin Ubay dan kelompok Yahudi yang telah lama menjadi sekutunya. Tersisa 700 personel tentara Islam yang menghadapi 3000 kekuatan kafir Qurays.

Abdullah bin Ubay memang mengusulkan agar pertempuran dilakukan di dalam Kota Madinah, tetapi usul itu ditolak oleh Rasulullah dengan pertimbangan dampak kerusakan dan perlindungan atas penduduk sipil kota, anak dan kaum perempuan. Rasulullah lebih memilih strategi penghadangan sebagaimana diusulkan oleh para sahabatnya.

Kedua, Abdullah bin Ubay adalah orang yang paling bertanggung jawab sekaligus dalang atas tuduhan keji terhadap Aisyah binti Abu Bakar, istri Rasulullah saw. Peristiwanya terjadi dalam perjalanan pulang rombongan kaum muslimin usai Perang Bani Musthaliq, dimana Aisyah tertinggal dari rombongan, lalu diketemukan dan diantar oleh sahabat Shafwan bin Mu’aththal. Fitnah keji terlontar saat keduanya berhasil menyusul rombongan. Aisyah diisukan telah bermalam dengan laki-laki lain dengan aneka bumbu gosip yang  sangat beracun.

Peristiwa ini berdampak luas. Bukan hanya pada diri Aisyah, bahkan Rasulullah pun terjebak dalam kekalutan, sehingga beliau mendiamkan (tak bertegur sapa) dengan Aisyah dalam waktu yang lama. Lebih parah lagi, fitnah keji ini bahkan telah menumbuhkan syak wasangka yang luas di tubuh umat.  Kredibilitas rumah tangga Rasulullah dan kapasitas beliau sebagai kepala rumah tangga menjadi pertaruhannya.

Hingga Allah Swt mengonfirmasi melalui ayat 11 Surat An-Nur: “Sesungguhnya, orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu, bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barangsiapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula).
Kedengkian Politik

Ada banyak peristiwa lain yang melibatkan Abdullah bin Ubay. Bahkan, setidaknya ada 5 ayat dalam Al Qur’an yang ditengarai turun berkaitan dengan tingkah polah Abdullah bin Ubay.

Baca juga: Bukit Uhud dan Benteng Puasa yang Ditinggalkan

Mengapa Abdullah bin Ubay begitu benci terhadap Rasulullah saw, hingga rela berpura-pura menjadi pendukungnya meski hati penuh kedengkian? Menarik jika kita ungkit. Semuanya berawal dari beberapa waktu sebelum hijrah atau kedatangan Rasulullah saw ke Madinah. Abdullah bin Ubay adalah salah satu sosok pemimpin yang berpengaruh di Yastrib (sebelum berubah menjadi Madinah) ketika itu. Ia populer serta dikenal luas di kalangan Suku Aus dan Khazraj, dua suku paling besar dan dominan.

Peran pentingnya muncul usai perang Bu’ats. Perang saudara terbesar terakhir antara suku Aus dan Khazraj. Tokoh dari kedua belah pihak banyak yang tewas. Di dalam situasi ini, Abdullah bin Ubay muncul karena gagasan perdamaian yang ia ajukan. Ia berhasil memaparkan kerugian yang dialami oleh kedua belah pihak akibat terus berperang dalam waktu yang lama.

Dengan gagasan perdamaian itu, sosok Abdullah bin Ubay bahkan diterima oleh kedua belah pihak, meski ia berasal dari suku Khazraj. Beberapa musyawarah di antara kedua suku tersebut bahkan telah bersepakat untuk menjadikan Abdullah bin Ubay sebagai pemimpin bagi suku Aus dan Khazraj. Hari pelantikan secara formal telah dibincangkan oleh kedua belah pihak. Bahkan, mahkota dan atribut kebesaran lainnya telah dipersiapkan untuk dipakaikan kepada Abdullah bin Ubay sebagai tanda resmi dirinya menjadi penguasa dua suku terbesar di Yastrib itu.

Abdullah bin Ubay sadar betul apa makna itu semua bagi dirinya; tak akan butuh waktu lama ia akan segera menjadi penguasa Yastrib! Namun situasi berubah drastis. Pada saat yang hampir bersamaan, Rasulullah telah pula mengutus para dai-nya untuk mengislamkan penduduk Yastrib. Suku Aus dan Khazraj sudah barang tentu menjadi target dakwah paling strategis. Islam akan cepat berkembang di Yastrib jika kedua suku terbesar ini bisa diislamkan.

Mushab bin Umair, dai pintar dan berhati lemah lembut yang diutus Rasulullah untuk berdakwah di Yastrib telah berhasil memikat petinggi suku Aus dan Khazraj. Bahkan, banyak di antara mereka yang kemudian berbai’at kepada Rasulullah.

Dakwah Mushab bin Umair berhasil mengondisikan Yastrib untuk menyongsong hijrah Rasulullah saw. Waktu untuk hijrah pun tiba. Masyarakat Yastrib yang diam-diam telah berhasil diislamisasikan berduyun-duyun datang menyongsong Baginda Nabi dengan suka cita dan penuh kebahagiaan.

Baca juga: Iman di Atas Statistik dan Angka-Angka

Pada fase berikutnya, suku Aus dan Khazraj pun berhasil disatukan oleh Rasulullah dengan ikatan akidah Islam dan keimanan. Ikatan yang amat kuat mengikat mereka di dunia hingga akhirat nanti. Agenda pelantikan Abdullah bin Ubay pun terlupakan. Pendukungnya habis. Semuanya telah bersumpah setia kepada Rasulullah Saw.

Kekuasaan atas Yastrib yang nyaris berada dalam genggaman pun hilang. Bahkan, Yastrib telah diubah menjadi Madinal al-Munawarah. Di dalam hati dan pikiran Abdullah bin Ubay; ini semua akibat keberadaan Muhammad bin Abdullah!

Gerakan kenabian telah menghancurkan bukan hanya ambisi kekuasaannya. Pengaruh politik Abdullah bin Ubay atas kaumnya pun berantakan. Ia tak lagi punya pengaruh, apalagi kendali.

Abdullah bin Ubay telah mengakui kebenaran Allah, mengakui Rasulullah sebagai nabi terakhir, dan mengakui kebenaran Al Qur’an. Namun, kedengkian politiknya kepada Nabi tak pernah bisa ia tepis. Kaum Yahudi yang tahu persis luka hati Abdullah bin Ubay, kerap memanfaatkannya untuk sama-sama menentang dakwah Islam. Dia terjebak dalam kemunafikan sekaligus menjadi ikon kemunafikan yang abadi.

Dunia politik dan kekuasaan telah semenjak dahulu kala penuh kedengkian, intrik, dan kemunafikan. Praktik di hari ini mungkin lebih buruk. Maka, berhati-hatilah dengan kedengkian politik yang rentan menjebak pada kemunafikan dan kekafiran.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.