Mencoba Mengingat Kembali Profesionalisme Guru Sebagai Amanah UU

Mencoba Mengingat Kembali Profesionalisme Guru Sebagai Amanah UU
Photo by Husniati Salma on Unsplash

Apa jadinya jika tunjangan profesional tidak dibarengi oleh profesionalisme? Sedangkan dalam iklim kompetisi yang ketat seperti sekarang ini, bisnis apa pun akan mempertaruhkan layanan yang profesional. Siapa pun yang tidak profesional pasti akan kehilangan pendapatan dan hak-hak sebagai profesional. Namun, dalam sistem besar yang tidak profesional, ada kemungkinan, pribadi tidak profesional juga memiliki tunjangan layaknya profesional sejati.

Masalahnya, sistem besar yang tidak profesional itu akan bertahan berapa lama? Akan segera ada hukuman dari pelanggan jika layanan tidak profesional terus dipertahankan. Akan ada sosok-sosok profesional yang kuat yang akan segera menggusur realitas tidak profesional itu, sehingga budaya pun berubah, dan matilah para benalu.

Pendidikan adalah sebuah sistem layanan, dimana jasa institusi pendidikan dibutuhkan untuk menghasilkan orang-orang yang terampil, cakap, dan berakhlak mulia. Guru adalah elemen penting dalam sistem layanan pendidikan itu. Maka, wajar jika para penyelenggara Pendidikan, baik pemerintah maupun swasta, menuntut profesionalisme guru dalam memberikan jasa pendidikan, karena konsumen pendidikan (baca: Banga Indonesia) menuntut adanya output pendidikan yang memilki mutu berkualifikasi internasional. Sebab, kita ingin menjadi bangsa yang maju dan sejajar dengan bangsa mana pun di dunia ini. Pendidikan yang baik adalah satu-satunya jalan untuk sampai pada hasrat tersebut.

Antara lain dalam konteks inilah, UU Nomor 14 Tahun 2005 dahulu digagas. UU ini memberi prioritas awal pada pengembangan guru, dengan asumsi jika guru bermutu tinggi maka hasil pendidikan pun akan baik. UU ini mengukuhkan profesi guru setara profesi yang lain, dengan hak dan kesetaraan di hadapan hukum. Pengukuhan ini akan berdampak secara langsung terhadap profesionalisme guru dan tingkat kesejahteraan mereka.

Profesionalisme yang baik dan kompensasi yang setara, diharapkan mampu mendongkrak kompetensi guru. Undang-undang itu juga menjadi dokumen penting serta rujukan bagi pihak-pihak terkait untuk meretas arah pengembangan kompetensi guru. Lantas apa saja kompetensi yang diamanahkan oleh undang-undang itu kepada para guru?

Pasal 10 UU Nomor 14 Tahun 2005 menyebutkan empat kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu Kompetensi Pedagogik; Kompetensi Kepribadian; Kompetensi sosial; dan Kompetensi profesional. Jabaran lebih lanjut soal empat kompetensi ini bisa dilihat pada Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007. Di sana ada perincian tentang apa-apa yang terangkum di dalam setiap kompetensi itu.

Baca Juga : Ada Pendidikan Qiraatul Kutub Metode Sidogiri di Pesantren At Taqwa 03 Babelan, Bekasi

Dua dokumen tersebut mestinya bisa dipedomani oleh setiap guru, bahwa secara profesional seharusnya mereka mendekati kriteria amanah dalam undang-undang dan permen tersebut.

Di pasal 1 tentang ketentuan umum, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 juga memberi arah terkait konsep profesional. Mencermati makna profesional di dalam undang-undang ini menjadi penting, karena di dunia kerja, konsep profesional agak lentur. Misalnya, ada istilah copet profesional, maling professional, dan lain sebagainya. Pasal 1 ayat 4 UU Nomor 14 Tahun 2005 memberikan batasan makna profesional sebagai berikut:

“Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.”

Pada ayat tersebut, ada konsep standar mutu dan norma. Ini memberi batasan bahwa keahlian yang tidak sesuai dengan mutu, baik moralitas maupun kualitas, tida bisa disebut profesional. Pencuri dan pencopet tidak bisa disebut sebagai profesional dalam konteks ini.

Menjadi guru profesional di Republik Indonesia sudah semestinya mengacu kepada sistem perundang-undangan yang ada. Sebab, sifat undang-undang mengikat kepada institusi maupun perorangan.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, secara institusi akan terikat pula oleh undang-undang ini. Bahkan, mereka memiliki kewajiban untuk menjalankannya dengan program-program tertentu. Pengembangan profesionalisme guru hendaklah dilihat dalam koridor ini. Pertama, ia adalah kewajiban individual para guru. Dan kedua, ia adalah kewajiban institusional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara sistemik dan struktural.

Jika semua elemen menjunjung tinggi konstitusi, bersikap jujur terhadap cita-cita pendidikan nasional, mestinya di hari-hari ini kita sudah mentas menjadi bangsa yang maju melalui para guru profesionalnya. Tetapi faktanya bagaimana?

Ternyata kita masih saja lebih sering gonta-ganti kurikulum dan jargon-jargon pendidikan. Dari istilah CBSA, RSBI, dan seabrek istilah lainnya, serta sekarang menjadi merdeka belajar, apa sih yang telah kita capai? Apakah itu semua semakin memberi ruang kepada guru untuk tumbuh professional? Atau justru membingungkan guru?

Isu pendidikan sangat menarik, mudah dipolitisasi dan menyangkut banyak kepentingan. Sehingga banyak elemen yang gagal bersikap profesional. Mereka terjebak pada kepentingan diri semata, kepentingan partai politik, dan kepentingan kekuasaan dalam jangka pendek.

Baca Juga : Masalah di Sistem Zonasi, Kualitas Sekolah Dipersalahkan

UU Nomor 14 Tahun 2005 sebagai rujukan profesionalisme guru setidaknya harus menginspirasi para guru terkait hal-hal sebagai berikut:

Pertama, pendidikan adalah persoalan yang sangat strategis bagi kemajuan dan eksistensi bangsa di percaturan internasional. Guru sebagai bagian penting di dalam dunia pendidikan harus menyiapkan diri secara serius.

Kedua, UU ini memberi ruang bagi pengembangan profesionalisme guru secara lebih lanjut. Ia adalah pedoman atau aturan main, visi profesionalisme, serta jaminan hak untuk menjadi profesional dan dihargai secara professional.

Ketiga, pendidikan dan guru selalu menjadi identitas penting bagi pembangunan jati diri bangsa. Oleh karenanya, profesionalisme guru tidak boleh menabrak sendi-sendi moral dan norma bangsa kita.

Keempat, UU ini melindungi, memberi pengakuan, memberi arah, bagi para guru untuk mengembangkan profesionalisme secara pribadi maupun kelembagaan.

Nah, di momen Peringatan Hari Guru Nasional, 25 November 2023 ini, rasanya penting untuk mengingatkan kembali para pihak tentang profesionalisme guru sebagai amanah UU. Apakah semua elemen terkait telah memberi ruang bagi guru untuk tumbuh profesional? Sebab, profesionalisme guru tak mungkin berkembang di tangan para guru sendiri. Harus ada kebijakan yang benar-benar konsisten untuk menumbuhkan ekosistem yang sehat bagi tumbuhnya profesionalisme guru.

Capaian PISA (Programme for International Students Assessment) terakhir kita adalah tahun 2018. Posisi Indonesia dalam perankingan tiga tahunan itu masih berada pada level 10 terbawah dari 79 negara yang berpartisipasi. Tepatnya di urutan ke-74 dari 79 negara. Artinya, semenjak UU itu disahkan, prestasi pendidikan kita belum beranjak dari posisi sebelumnya.

Tahun 2012, posisi kita ada di urutan ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi. Pada 2015, kita berada pada level 64 dari 72 negara yang terlibat pengukuran. Dan terakhir tahun 2018 di urutan ke-74 dari 79 negara sebagaimana telah disebut di atas. Artinya apa? Kelahiran UU yang mengatur profesionalisme guru, peningkatan kesejahteraan guru, ternyata belum mampu mengubah kualitas pendidikan kita secara signifikan selama lebih dari 1 dasawarsa ini. Belum beranjak dari ranking 10 terbawah.

Baca Juga : Kiprah Guru Wujudkan Indonesia Gemilang

Saat ini, kita tengah menunggu hasil PISA tahun 2022. Namun, jauh-jauh hari Nadiem Makarim (Mendikbud) telah memohon maaf karena mengecewakan. Beliau bahkan mengajak rakyat Indonesia realistis, hasil PISA 2022 belum akan berubah (KumparanNews, 24 Januari 2023).

Mengingatkan kembali profesionalisme guru pada Peringatan Hari Guru Nasional sejatinya mengajak serta para pengambil kebijakan pendidikan untuk juga bersikap profesional agar memfasilitasi profesionalisme guru semakin tumbuh. Agar kualitas pendidikan kita bisa naik kelas, menjadi lebih baik.

Selamat Hari Guru.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.