Nama Jakarta Sering Berubah

Nama Jakarta Sering Berubah
Photo by Affan Fadhlan / unsplash.com

Ketika meresmikan selesainya proses revitalisasi kawasan Kota Tua, Jakarta, menjadi jalur pedestrian kawasan rendah emisi atau low emission zone (LEZ), 11 September 2022, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengumumkan perubahan nama kawasan Kota Tua menjadi Batavia. Nama Batavia aslinya merupakan nama kota Jakarta di masa kolonial Belanda. Seperti dikutip detikNews.com, ketika itu Anies menuturkan, pemberian nama itu mencerminkan masa lalu di kota masa depan.

"Jadi ini adalah pembukaan kembali kawasan Kota Tua Jakarta. Kawasan Kota Tua ini kita namai kawasan Batavia, sebagaimana nama aslinya dulu. Ini adalah Batavia," kata Anies Baswedan seperti dikutip detikNews.com.

Ketika itu, Anies mengatakan, kawasan Kota Tua Batavia di Jakarta Barat itu akan menjadi ruang bagi pejalan kaki. Harapannya, saat berkunjung ke Kota Tua Batavia, masyarakat bisa merasakan sensasi perjalanan lintas waktu.

"Kawasan ini disebut Kota Tua, tetapi kita rancang ulang sehingga Kota Tua ini menjadi kota masa depan. Namanya Batavia mencerminkan masa lalu, tetapi konsepnya mencerminkan kota modern masa depan. Itu yang sedang dibangun di tempat ini," ucapnya waktu itu.

Bermula dari sekitar abad ke-5 Masehi, Kota Jakarta melewati fase panjang dalam sejarah perjalanannya. Fase panjang itu mengiringi pula perubahan nama Jakarta dari masa ke masa. Sejak sekitar abad ke-5 Masehi hingga tahun 1527, kota pelabuhan itu dikenal dengan nama Sunda Kelapa. Di abad XVI itu, bangsa Portugis menguasai dan menjajah Sunda Kelapa.

Pada 22 Juni 1527, Fatahillah memimpin pasukan dari Kerajaan Demak untuk mengusir bangsa Portugis yang menjajah Sunda Kelapa. Usai kemenangan atas Portugis itu, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Artinya adalah kota tempat kemenangan yang nyata. Nama Jayakarta ini merujuk pada Al Qur’an surat Al Fath ayat 1, yang menyebutkan, Inna fatahna laka fathan mubina. Artinya, “Sesungguhnya, Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata”. Menurut Fatahillah, kemenangan yang nyata dalam bahasa lokal adalah “Jayakarta”.

Konon, nama Jayakarta itu bertahan hingga tahun 1619. Di tahun tersebut, banyak orang Belanda yang menyebut Jayakarta menjadi Jacatra. Konon, dari Jacatra inilah kota tersebut populer dengan nama Jakarta. Namun, Pemerintah VOC di bawah Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen kemudian mengambil alih kekuasaan Kota Jayakarta dan membangun kota baru di bagian barat Sungai Ciliwung. Berdasarkan kesepakatan De Heeren Zeventien (Dewan 17) dari VOC, pada 4 Maret 1621, nama Jayakarta atau Jakarta itu diganti menjadi Batavia.

Nama Batavia berasal dari nama etnis Jermanik, yaitu Bataf, yang bermukim di tepi Sungai Rhein dan konon dianggap sebagai nenek moyang bangsa Belanda dan Jerman. Tata kota Batavia waktu itu didesain menyerupai kota-kota yang ada di negeri Belanda. Bangunan-bangunan di kawasan itu pun disusun dalam bentuk blok dan dipisahkan dengan kanal. Nama Batavia untuk Jakarta itu berlangsung hingga sekira tiga abad, sampai tahun 1942.

Beberapa rujukan pustaka juga menuliskan perubahan nama yang lain untuk Jakarta. Yaitu, di saat periode penjajahan Jepang atas Indonesia dimulai. Ketika itu, pemerintah Jepang mengganti nama Batavia menjadi Tokubetshu Shi. Di dalam buku “Jakartaku, Jakartamu, Jakarta Kita” karya Lasmijah Hardi, nama Tokubetshu Shi memiliki arti “jauhkan perbedaan”.

Kala itu, kondisi Batavia memang menjadi kawasan yang dihuni oleh warga yang bercampur dari berbagai negara dan ras. Penamaan Tokubetsu Shi untuk kota Jakarta itu disahkan bertepatan dengan peringatan Hari Perang Asia Timur Raya, 8 Desember 1942. Namun nama Tokubetsu Shi tidak lama disematkan untuk Jakarta, karena di bulan Agustus tahun 1945 Jepang menyerah pada tentara sekutu.

Di dalam Perang Dunia II Jepang kalah dari sekutu. Pada 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Kota Jakarta menjadi tempat dikumandangkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Tepatnya di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat. Sejak itu, nama Tokubetsu Shi pun diganti menjadi Djakarta. Sekaligus, Djakarta dipilih sebagai ibu kota negara Republik Indonesia.

Di awal kemerdekaan, selain nama Jakarta, nama Batavia juga masih kerap digunakan orang untuk menyebut ibu kota negara Republik Indonesia ini. Hingga saat Menteri Penerangan Republik Indonesia Serikat, Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu, di penghujung tahun 1949 menyatakan bahwa sejak 30 Desember 1949, penyebutan nama Batavia sudah tidak ada lagi di Indonesia.

Nama Jakarta kemudian dikukuhkan pada 22 Juni 1956. Ketika itu, Jakarta dipimpin oleh seorang Walikota. Sebab, kala itu, status Jakarta masih merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Adalah Sudiro, Walikota Jakarta ketika itu, yang mengukuhkan penggunaan nama Jakarta.

Setelah Indonesia merdeka, pemimpin pertama Jakarta adalah Suwiryo. Waktu itu, nama jabatannya adalah Pemimpin Pemerintahan Kota Jakarta. Ia menjabat hingga 1951. Kemudian, jabatan tersebut berganti nama menjadi Wali Kota Jakarta. Pejabatnya adalah Sjamsuridjal (1951-1953). Pada 25 Februari 1958, jabatan wali kota di Jakarta berubah menjadi Kepala Daerah. Ketika itu, pemimpin Jakarta adalah Sudiro (1953-1960).

Pada 1960, status Jakarta sebagai Kota Praja di bawah Wali Kota, diubah menjadi Daerah Tingkat Satu yang dipimpin oleh Gubernur. Gubernur Jakarta yang pertama adalah Soemarno Sosroatmodjo. Kemudian, di tahun 1961 status Jakarta berubah menjadi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI). Tokoh-tokoh yang pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta setelah Soemarno adalah Henk Ngantung, Ali Sadikin, Tjokropranolo, R. Suprapto, Wiyogo Atmodarminto, Surjadi Sudirdja, Sutiyoso, Fauzi Bowo, Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, dan Anies Rasyid Baswedan.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.