Agenda Penting Da'wah Sunan Drajat: Mewujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat

Agenda Penting Da'wah Sunan Drajat: Mewujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Photo by Hobi industri on Unsplash

Sunan Drajat dikenal sebagai penyebar agama Islam yang berjiwa sosial tinggi. Hal itu terlihat, mulai dari memperhatikan fakir miskin hingga sikapnya yang lebih mengutamakan kesejahteraan sosial masyarakat. Ajarannya lebih menekankan kepada etos kerja keras dan empati, berupa kedermawanan, pengentasan kemiskinan, usaha menciptakan kemakmuran, solidaritas sosial, dan gotong royong.

Tidak hanya itu. Sunan Drajat juga mengajarkan tata cara membangun rumah, membuat peralatan berupa tandu dan joli. Mengutip buku Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah karya Agus Sunyoto, berikut ini biografi Sunan Drajat.

Sunan Drajat diperkirakan lahir tahun 1470 Masehi, dengan nama Raden Qasim. Beliau merupakan putra bungsu Sunan Ampel dengan Nyi Ageng Manila. Sunan Drajat diketahui memiliki garis keturunan Sunan Bonang, yaitu berdarah Champa-Samarkand-Jawa. Sebab, sang ayah adalah putra Ibrahim Asmarakandi.

Menurut Babad Tjirebon, Babad Risakipun Majapahit, dan Hikayat Hasanuddin, kakek Sunan Drajat berasal dari Negeri Tyulen, Kazakshtan. Dengan begitu, nasab Raden Qasim adalah dari Tyulen di Kazakshtan dan Samarkand di Uzbekistan Asia Tengah, yang berimigrasi ke Champa.

Baca Juga : Dinasti dan Syahwat yang Tak Pernah Kenyang

Babad Tanah Djawi mengungkapkan, Sunan Ampel sebelum menikah dengan Nyai Ageng Manila, terlebih dahulu menikahi Nyai Karimah. Dari pernikahan dengan Nyai Karimah, lahirlah Dewi Murtosiyah yang dinikahi Sunan Giri. Sementara adiknya, yakni Dewi Murtosimah, dinikahi Raden Patah. Oleh karena itu, Raden Qasim mempunyai dua saudara lain ibu.

Diketahui, ada sembilan anak dari Sunan Ampel. Mereka adalah Nyai Ageng Manyuran, Nyai Ageng Manila, Nyai Ageng Wilis, Sunan Bonang, Ki Mamat, Syaihk Amat, Sunan Drajat, Nyai Ageng Medarum, dan Nyai Ageng Supriyati.

Terdapat poin pembelajaran yang penting untuk kita teladani dan penting pula untuk calon pemimpin di negeri ini. Di antaranya yaitu:

Pertama, Menehono teken marang wong wuto. Artinya, berilah tongkat kepada orang yang buta. Maksud dari kalimat tersebut adalah, hendaknya siapa pun kita – lebih-lebih sebagai pemimpin – harus bisa memberikan petunjuk serta bimbingan atau pendidikan di segala bidang kepada orang-orang/penduduk/rakyat yang masih minim pengetahuan dan teknologi (bodoh).  Cerdaskan dan lakukan gerakan pemberdayaan agar masyarakat tidak menjadi obyek pembangunan tetapi menjadi subyek pembangunan. Jika masyarakat atau penduduk Indonesia menjadi subyek dalam pembangunan, maka tak lagi perlu TKA berbondong-bondong masuk ke Indonesia. Justru TKI secara mandiri mengelola sumber daya alamnya sendiri, sehingga masyarakat Indonesia menjadi sumber daya manusia yang punya kemandirian.

Kedua, Menehono mangan marang wong luwe. Artinya, berilah makan kepada orang yang kelaparan. Maksud dari kalimat tersebut adalah, siapa pun kita – apalagi pemimpin – wajib hukumnya memperhatikan dan memberikan atau berbagi makanan kepada fakir dan miskin. Cara memberikan makanan perlu melihat sasaran. Jika sasaran merupakan orang-orang fakir-miskin yang cacat, jompo, maka berikanlah zakat, shodaqoh. Bagi sasaran yang merupakan orang-orang muda yang kuat fisiknya, maka berikanlah dalam bentuk keterampilan, lapangan pekerjaan, modal, dan sejenisnya.

Baca Juga : Tiga Calon Raja Majapahit, Umat Islam Pilih Siapa?

Ketiga, Menehono busono marang wong wudo. Artinya, berikanlah pakaian kepada orang yang telanjang. Kalimat tersebut mengandung pesan bahwa rakyat yang tidak tahu malu, orang yang tidak beretika, tidak berakhlaq, serta yang berperilaku menyimpang semisal LGBT, suka nonton BF (Blue Film, red), perilaku koruptor, maka berikanlah pendidikan akhlaq mulia serta budi pekerti yang mulia. Apabila rakyat berakhlaq mulia, maka tidak akan ada lagi tawuran, candu narkoba, LGBT dan perzinaan, koruptor, perampok, perompak, begal, garong. Kemudian akan tercipta suasana negara aman, tenteram, dan kondusif.

Keempat, Menehono ngiyup marang wong kang kudanan. Artinya, berikanlah tempat berteduh bagi orang yang kehujanan. Maksud dari kalimat tersebut mengandung pesan bahwa, hendaknya siapa pun kita dan terlebih seorang pemimpin, wajib memberikan perlindungan terhadap orang-orang yang tertimpa musibah dan atau orang-orang yang terkena bencana. Pemimpin juga wajib memberikan perlindungan dari gangguan kesehatan, keamanan, baik dari dalam terlebih lagi gangguan dari luar. Seorang pemimpin peka dan waspada jika terdapat gejala atau tanda-tanda yang dapat mengganggu kondusifitas rakyatnya.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.