Ali Audah, Kenangan dan Kesan Pribadi

Ali Audah,  Kenangan dan Kesan Pribadi
Ilustrasi Ali Audah oleh Ichsan / Sabili.id

Peminat sastra Indonesia tentu mengenal sastrawan Ali Audah dengan baik. Alhamdulillah, saya sempat mengenal pria yang lahir di Bondowoso, Jawa Timur, 14 Juli 1924, itu. Saya menyebut beliau "Pak Ali".

Perkenalan saya dengan Pak Ali Audah terjadi tiga kali. Tepatnya tahun 2006 ketika saya menjadi pengurus Pelajar Islam Indonesia (PII) Bogor, tahun 2010 di Kampus UIKA Bogor, dan tahun 2015 saat saya bersama Pimpinan Pondok Pesantren Tarbiyatun Nisaa Bogor, KH. E Khairul Yunus, menjenguk beliau di rumahnya di Bogor.

Sebagai aktifis muda, saya tertarik membaca karya-karya Pak Ali Audah. Baik karya tulisan maupun terjemahannya. Semula saya mengira, beliau adalah akademisi yang mengenyam pendidikan tinggi. Terlebih karena beliau adalah penerjemah “The Reconstruction of Religious Thought in Islam”, sebuah karya monumental dari seorang sastrawan dan filsuf besar asal Pakistan, Sir Mohamad Iqbal.

Saya baru tahu belakangan bahwa Pak Ali Audah ternyata adalah produk “sekolah alam”. Pendidikan formalnya hanya sampai kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah (Sekolah Rakyat). Namun, berkat kekuatan mujahadah, tafakkur, dan kematangan otodidak, beliau lantas berkembang menjadi satu sosok penulis dan penerjemah terbaik di negeri ini. Menurut dia, semua itu adalah karunia Allah SWT yang dipilih untuk hamba-Nya, Hadza Min Fadhli Rabbi.

Kenangan dan Kesan

Kesan mendalam saya dapatkan saat bertemu Pak Ali Audah di rumahnya di Kompleks Perumahan Bogor Baru, Bogor. Suasana rumahnya begitu teduh dan asri. Di depan rumahnya ada taman berukuran sekitar empat kali sepuluh meter. Taman kecil itu ditanami rerumputan dan bunga-bunga.

Sosok Pak Ali Audah sungguh mengundang simpati. Kala itu, saya adalah anak muda yang terpaut jauh dengan beliau, dari segi usia, pengalaman, wawasan keilmuan, maupun status sosial. Namun, Pak Ali Audah tidak pernah memandang dan memerlakukan saya dengan sebelah mata. Beliau selalu bersedia meluangkan waktu dan sangat terbuka untuk diajak berdiskusi tentang segala hal.

Sosok Pak Ali Audah yang teduh, rendah hati, santun dalam nada bicaranya, dan sikapnya yang ramah, pasti membuat siapa pun yang kenal dan bergaul dengan beliau merasa nyaman. Ada satu kalimat sederhana dari beliau yang sampai sekarang saya masih ingat betul. Isinya singkat, “Saya sangat bahagia”.

Hamka, Ali Audah, dan LEKRA

Nama Ali Audah memang tak sebesar Buya Hamka. Namun, sumbangsihnya bagi dunia sastra Indonesia tidaklah kecil. Salah satunya adalah inisiatifnya untuk mengakhiri polemik yang dikembangkan Pramoedya Ananta Toer dan sastrawan LEKRA di tahun '60-an, yang menuduh "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck" karya Hamka sebagai plagiat dari "Al-Majdulin" karya sastrawan Mesir, Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi.

Ketika itu, dengan bijak Ali Audah menerbitkan "Al-Majdulin" (versi terjemahan, dengan judul "Magdalena"). Maksudnya supaya masyarakat bisa menilai sendiri, apakah karya Hamka tersebut merupakan jiplakan atau bukan. Terobosan Ali Audah itu terbukti begitu efektif. Setelah "Magdalena" terbit, polemik seputar autentisitas "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck" berangsung-angsur hilang.

Ali Audah juga dengan tenang menolak sikap tokoh PKI, Njoto, yang bersama para sastrawan kiri yang tergabung dalam LEKRA, menjadikan sastra sebagai kendaraan politik. Ketika itu, LEKRA dan PKI sedang berada di atas angin di bawah payung kekuasaan Demokrasi Terpimpin yang minus demokrasi itu. “Jikalau politik sudah menjadi objek sastra, maka dia bukannya sastra lagi, tetapi politik dalam bentuk sastra,” ujarnya.

Bagi Ali Audah, sastra adalah ekstrak atau saripati dari kehidupan sesuatu bangsa. Tentang seni, khususnya "seni yg bertendensi" dan "seni tak bertendensi’, Ali Audah memberikan pendapatnya. “Apabila kita cenderung untuk menyuruh sastra itu bertendensi, misalnya tendensi politik, maka hasil seni ini bukanlah suara batin dari si pengarang lagi, melainkan sesuatu hal yang berada di luar batin si pengarang. Karena itu, dia bukanlah seni lagi namanya. Seni tidak bisa dijadikan propaganda dan agitasi”. Itulah di antara reaksi Ali Audah terhadap politisasi sastra oleh LEKRA dan PKI.

Menjaga Warisan Leluhur

Tahun 2011, beserta kawan-kawan, kami mendirikan komunitas bernama Pusat Dokumentasi Islam Indonesia Tamaddun. Komunitas ini adalah sebuah lembaga yang menaruh perhatian khusus dalam merawat, menjaga, dan memublikasikan kembali dokumen-dokumen karya para Ulama, Ilmuwan, dan Cendekiawan Indonesia. Salah satu yang kami simpan di Perpustakaan Riset Tamaddun adalah karya-karya penulis, pemikir, sastrawan, dan pujangga Ali Audah.

Di antara karya-karya Ali Audah yang tersimpan dengan baik di rak Perpustakaan Riset Tamaddun antara lain, "Ibn Khaldun: Sebuah Pengantar", "Konkordinasi Qur’an: Panduan Dalam Mencari Ayat Qur’an", "Dari Khazanah Dunia Islam" (dengan pengantar: Dr. Kuntowijoyo dan editor Endang Saifuddin Anshary), "Sejarah Hidup Muhammad" karya Husain Haikal (terjemahan sastrawan Mesir Husain Haikal), "Biografi Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan" karya Thaha Husain, "Ahmadiyah Qadian: Sejarah, Pokok-Pokok Ajaran dan Pribadi Mirza Ghulam Ahmad" (karya Abu Hasan Ali Nadwi), "Tafsir Holy Qur’an Yusuf Ali", "Makalah Pemikiran Ibn Khaldun yang disampaikan pada orasi ilmiah di Kampus UIKA tahun 80-an" (makalah ini saya dapatkan dari Hardi Arifin, pembina Dewan Da’wah), Biografi Memoar Bung Hatta dan terbitan Tintam, Litera Antar Nusa, dan beberapa karya cendekiawan semisal Haji Agus Salim (Riwayat Kedatangan Islam di Indonesia), serta beberapa tulisan makalah di Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKSPTIS) 1974-1984 tempat Pak Ali Audah berkarya dan bekerja.

Ada yang luar biasa dari Pak Ali Audah. Sehari, beliau biasa mengarang dan menulis mulai dari jam sembilan pagi sampai dengan jam sembilan malam. Subhanallah.

Saya merasakan manfaat besar dari perjalanan ‘rihlah ilmiah’ itu. Maka, saya berterima kasih kepada guru-guru yang mengenalkan saya kepada sosok Bapak Ali Audah. Mereka antara lain, Ustadz Ade Syatibi Darwis (Guru Tsanawiyah Pesantren Muhammadiyah Cipanas), KH Mansur Ali (Guru Mu’allimin Pesantren Persatuan Islam Bogor), Hardi Arifin (Mentor Sejarah SPUII), Prof. KH Didin Hafidhuddin (Pimpinan Pondok Pesantren Mahasiswa Ulul Albab UIKA Bogor dan Pimpinan BKSPPI), KH E Khairul Yunus Allahuyarham (Pimpinan Pesantren Tarbiyatun Nisaa) dan KH Abbas Aula, Lc (Pimpinan BKSPPI dan Dosen UIKA Bogor). Semoga ikhtiar kami mengumpulkan karya-karya Ali Audah itu dapat menjadi sumbangsih dalam “menjaga warisan leluhur” dan menjadi batu bata dalam membangun peradaban Islam di Indonesia.

Pesan dan Kesan Bersama Ali Audah

Atas jasa-jasanya sebagai pengarang dan penerjemah "buku-buku berat", Ali Audah telah mendapatkan penghargaan dari pemerintah RI dan beberapa lembaga pemerintah dan swasta. Antara lain adalah tanda jasa kehormatan Satya Lencana Wira Karya dari Presiden RI (20 Juni 2008) dan Anugerah Rumah Puisi dari Sumatera Barat (3 Desember 2011).

Ali Audah telah wafat di Bogor tahun 2017. Bagi Ali Audah, bakat bukanlah nomor satu. Yang lebih penting dari bakat adalah latihan yang tekun dan ulet. Itulah syarat utama untuk sebuah keberhasilan. Termasuk dalam penerjemahan. Jadi, keluhan seseorang yang sering kita dengar, semisal ”Saya tidak punya bakat untuk menjadi penulis", itu harus ditolak berdasarkan resep Ali Audah. Sebab, latihan yang terus menerus adalah cara terbaik dan modal untuk meningkatkan mutu sebuah karya, asli atau terjemahan. Modal ini didapat dari sebuah kalimat sakti “Man Jadda Wajada”.

Selamat jalan, Pak Ali Audah. Semoga Allah SWT menempatkan engkau disisi-Nya yang terbaik. Sebab, engkau adalah karunia tak bertara dari Allah SWT untuk bangsa Indonesia.


Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.