Penulis : Muhammad Iqbal (Mahasiswa STID Mohammad Natsir)
Akhir-akhir ini hangat perbincangan di Masyarakat pasca diadakannya pengumuman Cawapres yang akan mendampingi Anies Baswedan untuk maju pada perhelatan Pemilihan Presiden tahun 2024. Keputusan yang segera disusul dengan deklarasi pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden itu pun memicu respon positif dan negatif. Berbagai pihak menyambut hangat tampilnya Pasangan Anies dan Cak Imin yang dideklarasikan di Hotel Yamato, Surabaya, pada Sabtu, 2 September 2023 ini.
Deklarasi tersebut cukup menarik perhatian banyak kalangan. Banyak pula yang menghadiri acaranya. Di antara yang hadir dalam deklarasi itu adalah para tokoh publik, tokoh ormas Islam, kader partai-partai Koalisi Perubahan, puluhan kiai, santri, dan puluhan Ning.
“Alhamdulillah, sudah ada 50 kiai dan 20 Ning yang hadir dari Situbondo, Lirboyo, bahkan ada juga yang hadir dari Brebes, Jawa Tengah,” kata Wakil Ketua Umum DPP PKB, Jazilul Fawaid, seperti dikutip republika.co.id.
Baca Juga : Siapa yang Fajir?
Deklarasi itu merupakan salah satu strategi Koalisi Perubahan, guna meraup suara di Jawa Timur yang notabene merupakan basis suara PKB. Mengapa? Sebab, melihat strategi geopolitik bahwa Jawa Timur pada 2019 secara administrasi merupakan provinsi terbesar di Pulau Jawa, terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota. Luas wilayahnya 47.803,49 kilometer persegi. Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu Jawa Timur daratan (90 persen) dan kepulauan Madura (10 persen).
Namun keputusan yang diambil Koalisi Perubahan itu juga menimbulkan respon negatif dari sebagian kalangan, termasuk mitra koalisi mereka sendiri. Bahkan, sebagai respon atas deklarasi pasangan Capres-Cawapres yang digelar di Hotel Yamato, Surabaya, pada Sabtu, 2 September 2023 itu, Partai Demokrat keluar dari Koalisi Perubahan.
Seperti diberitakan, Partai Demokrat yang sebelumnya bergabung bersama Koalisi Perubahan merasa dikhianati. Sebab, mereka menilai Anies Baswedan dan Surya Paloh telah secara sepihak memutuskan Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, sebagai Bakal Cawapres yang mendampingi Anies Baswedan. Sedangkan sebelumnya Partai Demokrat merasa, Ketua Umum mereka, Agus Harimurti Yudhoyono, digadang-gadang sebagai Bakal Calon Wakil Presiden mendampingi Anies Baswedan.
Berdasarkan video yang tersebar di media sosial, DPP Partai Demokrat segera mengadakan konferensi pers dan menyatakan kekecewaan mereka terhadap pendeklarasian Capres-Cawapres tersebut. Begitu juga kekecewaan dilontarkan Dewan Pimpinan Daerah dan kader-kader mereka. Bahkan, kader-kader Partai Demokrat di daerah melakukan aksi mencopot baliho-baliho yang sudah terpampang di banyak tempat yang menampilkan foto Anies Baswedan bersama Agus Harimurti Yudhoyono.
Mengutip Warta Kota, 4 September 2023, Agus Harimurti Yudhoyono selaku Ketua Umum PDP Partai Demokrat menyampaikan, “Lebih baik bersepakat untuk tidak sepakat, daripada dipaksa menerima keputusan yang Partai Demokrat tidak terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut. Partai Demokrat akan membangun koalisi dengan partai lain yang punya etika politik, visi pandang kebangsaan, cara berpolitik yang baik, dan memiliki tujuan yang baik pula,” pungkasnya.
Baca Juga : PKS Nyatakan Sikap terhadap Situasi Terkini Koalisi dan Pencapresan
Langkah kekecewaan tersebut direalisasikan oleh Partai Demokrat dengan bergabung bersama Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang baru berganti nama setelah sebelumnya bernama Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Pada 22 September 2023, Partai Demokrat resmi menyatakan keberpihakannya pada Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto dan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM). Bergabungnya Demokrat menjadikan Prabowo Subianto kini didukung empat partai parlemen, dan menjadi koalisi terbesar dibanding pesaingnya.
Mengutip berita di Kompas TV, 18 September 2023, Karim Suryadi selaku pengamat politik, berpendapat, bergabungnya Demokrat dengan Koalisi Indonesia Maju hanya bisa sekadar berkoalisi saja. Sangat sulit untuk Partai Demokrat bisa mensyaratkan ketua umumnya, AHY, untuk jadi bakal Cawapres Prabowo Subianto.
“Kalau menawarkan untuk sekadar berkoalisi saja, maka ke kubu mana pun tidak akan susah. Namun akan susah jika menawarkan Ketua Umum mereka, AHY, sebagai Calon Wakil Presiden,” katanya.
Berdasarkan pengamatan, langkah politik yang dilakukan Partai Demokrat tampaknya salah. Mereka salah dalam menempuh jalan perpolitikan, karena sebagian rakyat Indonesia akan menilai langkah yang mereka ayunkan itu hanya karena ego untuk menjadi Calon Wakil Presiden. Sebagian kalangan akan menilai, sikap mereka tidak legowo dan hal itu tentu tidak menguntungkan secara politik.
Bahkan, ada juga yang akan membandingkan langkah mereka saat dikecewakan itu dengan kejadian menjelangan Pemilihan Presiden tahun 2009. Jika kita melihat pada kenyataan tanggal 16 Mei 2009, ketika itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meninggalkan Hidayat Nur Wahid dan lebih memilih Boediono sebagai Cawapres yang mendampinginya. Keputusan SBY ketika itu dipahami dengan baik oleh PKS. Mereka pun tetap dalam koalisi.
Lantas, pertanyaannya kini adalah apakah Demokrat tak salah jalan? Wallahu a’lam bishowab.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!