Ahmad Syauqi Banna

Isu perlucutan senjata para pejuang Palestina sebagai syarat perdamaian telah lama digaungkan. Sebuah pertanyaan pun mencuat. Apakah perlucutan senjata benar-benar menjadi solusi paling tepat untuk mencapai perdamaian antara kedua belah pihak?

Tokoh Senior Hamas, Osama Hamdan, mengatakan, penjajah Israel telah mengubah Jalur Gaza menjadi kamp korban Nazi. Bahkan lebih buruk dari Kamp Auschwitz yang terkenal kejam. Ia pun menyerukan kepada masyarakat internasional untuk segera menghentikan kekejaman itu.

Pada Ahad (3/8/2025) pagi, lebih dari 3.000 pemukim ilegal penjajah merangsek Masjid Al-Aqsa. Mereka melakukan hal itu dalam acara memeringati hari kehancuran “Kuil Solomon”. Sejak dini hari, mereka telah memadati gang-gang Kota Tua sembari melakukan tarian dan doa-doa Taurat.

Penjajah Israel terus mencari-cari cara demi merebut tanah suci Al-Quds. Tidak hanya lewat serangan bom yang membabi buta, mereka juga membuat propaganda sistematis guna mendistorsi sejarah.

Para pejuang perlawanan Palestina, termasuk Hamas, Jihad Islam, dan Front Pembebasan Palestina, tegas menolak hasil Konferensi “Two-State Solution” di markas besar PBB di New York. Mereka juga menolak segala bentuk integrasi dan legitimasi entitas Zionis ke kawasan Arab.

Isu solusi dua negara telah lama menjadi sorotan dalam masalah penjajahan atas tanah Palestina. Kritik terhadap gagasan ini terus bergulir hingga hari ini. Kini, Arab Saudi dan Prancis mengajukan visi bersama yang mencakup empat poin utama.

Penjajah Israel memblokade Jalur Gaza dari bantuan kemanusiaan sejak Maret 2025. Dari Beirut hingga London, ribuan orang melakukan aksi besar-besaran di depan Kedutaan Besar Mesir. Tuntutan mereka satu: “Buka perbatasan Rafah (di Mesir), sekarang!”