Pertanyaan tentang bolehkah mendidik anak menjadi kaya sebenarnya terkait dengan pandangan kita mengenai “hidup kaya” itu sendiri. Di dalam pemahaman umum, “hidup kaya” sering dikaitkan dengan memiliki aset, properti, atau harta melimpah. Namun, menurut pakar psikologi keuangan semisal Thomas Stanley dalam bukunya “The Millionaire Next Door”, kekayaan sejati itu lebih dari sekadar akumulasi uang. Ia mencakup kemampuan mengelola keuangan dengan bijaksana, hidup hemat, dan memanfaatkan aset secara produktif.
Di dalam Islam, konsep “hidup kaya” memiliki perspektif lebih luas. Ulama semisal Ibn Qayyim al-Jawziyya menekankan bahwa kekayaan tidak sebatas materi, tetapi juga terkait dengan kaya hati — yakni kedamaian batin, ketulusan, dan keberkahan harta yang diperoleh.
Di beberapa negara yang memiliki tingkat ekonomi tinggi, pola pendidikan hidup kaya sudah diterapkan sejak usia dini. Negara semisal Jepang tidak hanya menanamkan keterampilan finansial kepada anak-anak, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai disiplin, tanggung jawab, dan kerja keras. Di Jepang, ada kurikulum pendidikan untuk anak-anak yang mencakup pembelajaran tentang pengelolaan uang, tanggung jawab sosial, dan kedisiplinan sejak usia dini.
Anak-anak di sana diajarkan untuk menabung, memahami nilai uang, serta merencanakan penggunaan uang secara bijak, misalnya dengan membuat anggaran kecil untuk kegiatan sehari-hari. Selain itu, mereka juga dilatih untuk bekerja sama dalam kelompok, membantu orang lain, menghargai barang yang dimiliki, yang semuanya bertujuan membentuk kebiasaan finansial yang sehat dan sikap hidup mandiri.
Pendekatan itu sejalan dengan konsep dalam Islam, yang menggarisbawahi pentingnya upaya yang halal dan keberlanjutan. Pakar pendidikan finansial semisal Robert Kiyosaki, dalam bukunya “Rich Dad Poor Dad”, juga menekankan pentingnya pendidikan keuangan sejak dini, di mana anak diajarkan untuk berpikir secara mandiri dalam mengelola dan menginvestasikan aset.
Untuk membangun generasi yang mampu hidup kaya, pendidikan kepada anak harus menitikberatkan pada beberapa faktor penting. Salah satunya adalah pengelolaan keuangan yang baik. Hal ini bisa diterapkan melalui pembiasaan menabung, mengenali nilai uang, dan pentingnya investasi.
Para ulama semisal Dr. Yusuf al-Qaradawi menekankan pentingnya melatih anak-anak agar berorientasi pada keberlanjutan dan tidak sekadar konsumtif. Di sisi lain, nilai-nilai spiritual semisal kejujuran, keadilan, dan penghindaran dari praktik curang semisal korupsi harus dijadikan pilar dalam pendidikan. Dengan nilai-nilai tersebut, anak belajar untuk hidup kaya tanpa mengambil jalan pintas.
Sayangnya, sering kali pandangan tentang kekayaan terdistorsi oleh tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai etika dan agama, semisal korupsi dan nepotisme. Di dalam Islam, perolehan harta dengan cara yang terlarang adalah dosa besar.
Para pemikir Islam kontemporer, semisal Tariq Ramadan, dalam bukunya “Islam, the West, and the Challenges of Modernity”, mengingatkan bahwa keberhasilan tidak boleh dicapai dengan cara-cara yang merusak moralitas dan kepercayaan masyarakat. Mendidik anak untuk menghargai kerja keras, etika kerja, serta pengabdian kepada masyarakat sangat penting agar mereka menjauh dari godaan jalan pintas yang merusak integritas diri.
Negara-negara yang sukses menanamkan pendidikan hidup kaya berbasis spiritual juga menunjukkan implikasi positif bagi masyarakatnya. Di Amerika Serikat, pendidikan tentang tanggung jawab sosial menjadi bagian dari kurikulum di sekolah-sekolah. Anak-anak diajarkan tentang pentingnya berbagi dengan yang kurang beruntung, menumbuhkan kesadaran bahwa kekayaan bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk kebaikan sosial.
Hal ini bisa menjadi inspirasi bagi Indonesia dalam mengembangkan program pendidikan berbasis spiritual yang memromosikan kesejahteraan dan keadilan sosial. Indonesia memiliki potensi untuk meniru pendekatan ini, dengan memanfaatkan nilai-nilai luhur yang sudah tertanam dalam budaya lokal dan agama. Pendidikan hidup kaya berbasis spiritual yang mengedepankan kejujuran, kemandirian, dan kebermanfaatan sosial, dapat memberikan dampak positif bagi bangsa.
Dengan pendidikan semacam ini, anak-anak Indonesia dapat tumbuh menjadi pribadi yang sukses secara ekonomi, namun tetap berkomitmen pada nilai-nilai kebajikan. Model pendidikan seperti ini akan menciptakan generasi yang kaya dalam arti luas, yaitu kaya harta, kaya jiwa, dan kaya manfaat bagi bangsa.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!