Bambang Widjojanto: Pemberantasan Korupsi Mati di Kandangnya Sendiri

Bambang Widjojanto: Pemberantasan Korupsi Mati di Kandangnya Sendiri
Bambang Widjojanto dan Novel Baswedan pada acara King Maker 30 November 2023, AQL Center, Jakarta / Kanzul R. (Sabili.id)

Diskusi yang juga menghadirkan Ustadz Bahtiar Nasir dan Mantan Penyidik KPK, Novel Baswedan, itu dimulai pukul 19.00 WIB sampai dengan selesai. Menurut Bambang, perang di Palestina sejak 7 Oktober 2023 terjadi karena Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memang ingin berperang.

Menurut Bambang, Netanyahu memerlukan perang itu, dan lantas melakukan aksi militer. Yang paling zalim luar biasa adalah yang terjadi di 7 Oktober 2023 itu. Dan perang paling zalim yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023 itu terjadi karena persoalan korupsi di belakangnya.

“Pada saat itu Netanyahu dihadapkan pada 3 tuntutan korupsi. Bahkan ada 4. Di Israel, kasus 1000 (seribu), kasus 2000 (dua ribu), kasus 3000 (tiga ribu), kasus 4000 (empat ribu), hampir semua kasus itu berkaitan. Jadi, bagaimana memanfaatkan media, begitu ada juga dengan alutsista angkatan perang, itu juga ada kaitan dengan pemberian izin kepada seorang konglomerat di Amerika. Jadi, Netanyahu melakukan perang itu untuk menghindarkan diri dari tuntutan atas tindak pidana korupsi,” katanya.

Menurut Bambang, kalau ditelusuri dalam sejarah Israel, hampir sebagian besar unsur pemerintah Israel, bahkan hingga Perdana Menteri dan Ketua Partai yang pernah berkuasa di sana terlibat dalam korupsi. Korupsi di sana tak bisa lepas dari kekuasaan pemerintahan. Di Israel, Netanyahu ternyata adalah orang yang menjaga sekali pencitraan. Sebabnya karena korupsinya.

“Dia memberikan konsesi terhadap media tertentu, supaya bisa memberitakan hal-hal baik dari pemerintah Israel. Itu sebabnya, di media sosial Instagram, semua kejelekan dan kesesatan Israel itu ditutup. Itu sebenarnya memang karakternya Netanyahu. Itu yang akan menutup segala impresif negatif yang melekat pada dirinya. Yang juga menarik untuk dilihat adalah dia mencoba menggunakan beberapa instrumen untuk melindungi dirinya. Dia pernah meminta kepada parlemen supaya diberikan hak imunitas. Bahkan yang lebih gila lagi, dia pernah mencoba supaya penetapan Hakim Agung dikontrol melalui Perdana Menteri. Maka, dia harus menaklukkan media, untuk melindungi pencitraannya, melindungi imunitasnya, dia kemudian minta perlindungan dari parlemen. Bahkan dia kemudian mau mengontrol peradilan di sana. Ini sebenarnya watak dari otoritarian. Jadi kira-kira itulah karakter korupsi yang ada di sana,” urainya.

Baca Juga : Novel Baswedan: Korupsi Adalah Pengkhianatan kepada Negara

Korupsi di Indonesia

Bambang lantas menyoroti persoalan korupsi di Indonesia. Menurut dia, KPK sebenarnya adalah anak kandung reformasi. Sama seperti MK (Mahkamah Konstitusi). Dasarnya adalah Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 dan Ketetapan MPR Nomor 8 Tahun 2001.

“Pada saat itu ada keputusan politik yang menyatakan, korupsi itu salah satu musuh terbesar yang menyebabkan pemerintahan tidak bisa berjalan. Itu sebabnya perlu dibentuk lembaga seperti KPK yang independen. Jadi, KPK adalah anak kandung demokrasi. Tetapi anak kandung ini ketika membesar, dia melakukan Tindakan-tindakan yang dianggap melukai kekuasaan. Sehingga, kemudian KPK diupayakan untuk dihabisi,” ujarnya.

Bambang menyebut, ada 5 cara yang dilakukan untuk menghabisi KPK. Pertama, KPK dirusak kehormatannya. Antara lain dengan mengembuskan isu KPK itu tebang pilih dan macam-macam. Itu menurut dia dilakukan untuk menghancurkan kredibilitas KPK. Kedua, setelah lembaganya, orang-orangnya dihancurkan. Bambang lantas menyebut Novel Baswedan sebagai contoh orang yang dihancurkan itu. Ketiga, disisipkan. Artinya, ke dalam KPK dimasukkan orang-orang yang sebenarnya tidak mempunyai kepantasan untuk ada di situ.

“Di KPK itu dulu – waktu kami masih di sana – diterapkan zero tolerance integrity. Orang yang nggak punya integritas nggak bisa masuk, karena sangat ketat sekali. Jadi, disisipkanlah orang-orang itu ke sana. Nah, dalam konteks hari ini misalnya, agak aneh, Ketua KPK yang sekarang ini memberantas korupsi tetapi melakukan korupsi. Jadi dia mengadili pemeras korupsi, tetapi dia sendiri memeras si pemeras. Jadi, pemberantasan korupsi mati di kandangnya sendiri,” katanya.

Yang keempat, kata Bambang, melalui regulasi. Undang-undang KPK yang awal itu kan memberikan prinsip independensi yang ditegakkan dengan sangat luar biasa. Menurut dia, dulu pimpinan KPK bukan hanya ASN tetapi juga penyidik dan penuntut umum. Sekarang mereka hanya jadi ASN saja. Dan karakter serta perilakunya pun menjadi agak berubah.

Yang kelima, kata Bambang, KPK kemudian ditempatkan sebagai bagian yang tidak lagi penting dari upaya pemberantasan korupsi. Jadi, KPK bukan lagi dijadikan sebagai role model atau trigger dari mekanisme pemberantasan korupsi tetapi menjadi follower. “Di KPK dulu, kami punya cita-cita bahwa kita harus menciptakan lembaga KPK yang kecil tetapi kemampuannya besar dan ditakuti karena ketangguhan spiritualitas,” tuturnya.

Jenis Korupsi

Di bagian lain diskusi, Bambang menyebut, ada tiga jenis korupsi. Pertama, korupsi karena kebutuhan. Biasa dilakukan orang-orang kecil. Yang penghasilannya kurang jika dibandingkan kebutuhannya. Korupsi jenis ini disebutnya Petty Corruption. Kedua, korupsi di orang-orang yang punya kekuasaan. Gajinya cukup, fasilitasnya ada, tetapi terus ingin yang besar lagi. Dia terus ingin memperbesar kekayaan yang dimiliki. Ini disebut grandy Corruption. Dan ketiga, corruption by system. Jadi dia bukan sekadar mencari kekayaan, tetapi ingin merebut kekuasaan. Untuk memenuhi keinginan itulah sistem dipakai sebagai dasar untuk menjustifikasi.

“Apa kelemahan kita sekarang ini? Kelemahan kita sekarang ini adalah, korupsi itu muncul karena sanksi yang diberikan tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatkan si koruptor. Jadi, koruptor itu merasa bahwa kalau dia korup, sebagian dari hasil korupsinya itu masih bisa dipakai ketimbang sanksi yang diberikan, dan dengan uang yang dia dapat itu dia bisa membeli sistem yang akan dipakai menghukumi dia. Itu sebabnya, walau pun masuk di (penjara) Sukamiskin, dia nggak miskin-miskin banget,” tegasnya.

Baca Juga : Mengapa Koruptor tidak Merasa Bersalah ?

Menyikapi persoalan korupsi di Indonesia itu, Bambang mengemukakan ada beberapa usul solusi. Jika penyelenggara negara harus membuat LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), maka kalau LHKPN itu dibangun dengan lebih baik lagi, akan bisa diverifikasi antara penghasilan dan kekayaan, dan instrumen itu dapat dipakai untuk mengontrol integritas seseorang.

“Jadi kalau ada seseorang yang profil penghasilannya tak sebanding dengan profil kekayaannya, maka dia bisa punya indikasi. Apalagi dia tidak bisa bertanggung jawab punya indikasi dia menyalah gunakan kewenangan. Nah, untuk itu perlu satu pasal yang sebenarnya juga sudah ada di dalam united nation convention against corruption yang disebut bahasa kerennya ‘kekayaan yang tak mampu dijelaskan asal usulnya’. Ini kalau penyelenggara negara tiba-tiba kaya banget padahal profil penghasilannya kita tahu segitu, maka kita bisa tanya sama dia, ‘Eh coy, bro, eh sis, dari mana itu kekayaan?’ Kalau dia tidak bisa jelaskan, maka kita harus bikin satu undang-undang tentang perampasan aset,” tegasnya.

Jadi, menurut Bambang, orang boleh kaya, asalkan juga bisa menjelaskan asal-usul kekayaannya itu. Bagaimana dengan pengusaha? Pengusaha juga bisa diperlakukan sama, kata Bambang. Sebab, profil usahanya bisa dipotret. Jika ia hanya jual mebel atau furniture lalu jualan mangkok putih, tetapi punya kekayaan milyaran rupiah, patut dipertanyakan, “Mangkok putih apa ini?” Jika dia tak bisa jelaskan, bisa diterapkan LHKPN. Dan perampasan aset itu menjadi sesuatu yang terintegrasi.

“Yang kedua, membangun sistem integritas nasional. Apa itu? Dimulai dari orang per orang, masuk ke unit, masuk ke direktorat, masuk ke instansi, integritas itu bisa dibangun. Cara membangun integritas pun ada mekanismenya. Ini yang tidak dilakukan. Kalau nanti kita punya pemimpin yang baru, integritas ini mejadi bagian penting untuk melakukan rekrutmen,” ujarnya.

Kita Ingin Menyejahterakan

Lantas Bambang mengatakan, jika kita lacak naskah Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, di alenia keempat telah ditegaskan mengapa para founding fathers perlu membentuk pemerintahan Indonesia. Itu karena mereka tak ingin sekadar mencerdaskan kehidupan bangsa. Di alenia keempat Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 itu ditegaskan, kita ingin bangsa ini bisa menyejahterakan dan mewujudkan keadilan sosial.

“Kalau kita top leader-nya jelas, maka orang orang di bawah itu akan juga jelas. Jadi, pimpinan KPK atau siapa pun yang berposisi pimpinan, dia harus menjadi role model. Kemudian ditunjukkan di dalam sikap dan perilaku. Pada saat itu, di KPK kami sengaja membuka diri untuk bisa diperiksa seluruh rekam jejaknya. Contohnya begini. Di mobil saya dulu ada GPS, ke mana saja saya pergi akan terpantau. Itu bagian dari mitigasi risiko. Saya nggak akan mungkin bisa difitnah karena di mobil saya sudah ada GPS, di rumah dipasang CCTV yang connected dengan kantor. Jadi, orang bisa melihat saya di rumah tamu dengan siapa saja. Itu sebenarnya kan satu metode untuk membangun akuntabilitas. Dulu kami juga meminimalisir potensi conflict of interest. Misalnya, kami dulu dikasih ajudan, dikasih supir, tetapi mobilnya adalah mobil sendiri. Tidak ada mobil operasional kantor, karena gaji kami sudah termasuk biaya operasional atau biiaya trasportasi,” kisahnya.

Baca Juga : Pengalaman 8 Tahun Menjadi Penasehat KPK (Bagian 12): Koruptor dan Burung Nuri

Bambang memberi contoh, kisahnya dulu ia mengantar anaknya pagi hari dengan mobil, maka yang menyetir mobil itu bukan supir dari kantor, tetapi ia sendiri. Supir kantor dan ajudannya duduk di kursi belakang. Jadi, ketika mengantar anaknya, ia mengantar sendiri, tidak menggunakan fasilitas kantor. Setelah mengantar anaknya, mereka berganti posisi, sang supir pindah ke kursi depan, duduk di belakang kemudi. Jadi, supir dinas hanya difungsikan untuk mengantar berdinas.

“Mengapa korupsi menjadi isu? Di dalam korupsi itu bukan sekadar terdapat kerugian keuangan negara. Tetapi kalau ada korupsi, itu menyebabkan ketidak percayaan kita kepada kekuasaan. Kalau sistem elektoral ini tidak menghasilkan pemimpin yang baik, untuk apa ada pemerintah dan untuk apa ada Indonesia? Itu yang kesatu. Yang kedua, lingkungan yang dikorup itu bukan pohon yang ditebang, tetapi ekonomi kita terganggu. Hari ini clime change kita terganggu karena korupsi di sektor sumber daya alam. Ini korupsi yang menghancurkan ekologi yang berpengaruh kepada semua human dignity. Yang ketiga, kalau korupsi itu terjadi, tidak akan mungkin ada kesejahteraan dan keadilan, karena korupsi itu menjadi penyebab utama yang membuat ketidakadilan dan diskriminasi. Sebab, dia menciptakan pemerintahan yang brengsek,” tegasnya.

Bambang menyoroti kalimat korupsi menciptakan pemerintah yang brengsek. Jika pemerintah brengsek, ia tak bisa dipercaya. Jika tak bisa dipercaya, untuk bisa kita bernegara? Jadi, korupsi punya dampak dan daya rusak yang luar biasa dahsyat. Bahkan korupsi itulah yang menyebabkan kemiskinan absolut, karena akibat dana negara dikorupsi, orang-orang yang seharusnya mendapatkan fasilitas kesejahteraan akhirnya menjadi tidak mendapat apa-apa. Bahkan, dia mendapat diskriminasi.

“Terjadilah kasus Wadas, Rempang, dan macam macam. Itu salah satu penyebabnya adalah korupsi. Jadi, korupsi menyebabkan kemiskinan dan dipastikan melanggar hak asasi manusia. Jadi karena korupsi itu dampak strukturalnya gede banget, tidak ada pilihan lain, kita harus melawan korupsi,” pungkasnya.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.