Bangladesh: Lonceng Tanda Bahaya Bagi Penguasa Nepotis!

Bangladesh: Lonceng Tanda Bahaya Bagi Penguasa Nepotis!
Para pengunjuk rasa antipemerintah mengibarkan bendera nasional Bangladesh saat menyerbu istana Perdana Menteri Sheikh Hasina di Dhaka pada tanggal 5 Agustus 2024. / AFP

Pada Senin, 5 Agustus 2024 lalu, pada akhirnya Seikh Hasina mundur. Perdana Menteri terlama dalam sejarah Bangladesh itu pun diberitakan kabur setelah istananya diserbu para demonstran. Ia dikabarkan meninggalkan Bangladesh menggunakan helikopter militer menuju India.

Budi daya nepotisme memanen kerusuhan. Itulah yang hari ini perlu kita baca dari Bangladesh. Bermula dari ibukota Dhaka, kemudian meluas ke Chittagong dan beberapa kota lainnya, demontrasi yang berujung kerusuhan di Bangladesh dikabarkan telah merenggut 300 nyawa.

Hingga hari ini, situasi di Kota Dhaka belum sepenuhnya terkendali, meski Mahkamah Agung Bangladesh beberapa waktu lalu telah membatalkan skema penerimaan pegawai di sektor publik – semacam PNS di Indonesia – yang memicu demontrasi di negara tersebut. Melihat tayangan televisi terkait demonstrasi di Bangladesh, banyak pihak di Indonesia akan teringat peristiwa Reformasi Politik tahun 1998. Kala itu, massa mahasiswa yang menyatu dengan masyarakat turun memenuhi jalanan. Di ujung jalan, barikade polisi dengan tameng dan gas air mata siaga menghadang gerakan massa.

Lemparan batu yang dibalas dengan tembakan gas air mata diselingi letusan bunyi tembakan membuat barisan massa demontran kocar-kacir. Di Jalanan batu berserak, bambu, kayu, dan berbagai atribut organisasi demontran berceceran.

Pemandangan yang mungkin membuat Angkatan 98 mengalami déjà vu. Betapa peristiwa Dhaka pada beberapa hari terakhir ini pernah pula terjadi di Jakarta sekira 25 tahun yang lalu. Mahasiswa yang menjadi aktor utama demonstrasi kemudian diikuti elemen masyarakat yang lain.

Rusuh di Inggris: Kelompok Sayap Kanan Ancam Komunitas Muslim
Hoaks yang memfitnah pemeluk Islam di Inggris dan telah dipatahkan oleh otoritas Inggris sendiri, kiranya dapat membuka mata kalangan yang benci terhadap Islam, bahwa Islam sangat jauh dari yang mereka persangkakan.

Krisis Ekonomi dan Politik Nepotis

Bukan hanya aktor gerakan sosial dan bentuk peristiwanya saja yang memiliki kemiripan. Ada latar belakang dan pemicu yang kurang lebih sama.

Pertama, persoalan ekonomi. Setelah sempat membaik pada beberapa tahun sebelum pandemi Covid-19, perekonomian Bangladesh yang mengandalkan industri ekspor garmen kembali terpuruk. Terjadi penurunan yang tajam terhadap kebutuhan produk garmen di pasar dunia, selama dan sesudah Covid-19. Akibatnya, industri garmen yang menjadi primadona perekonomian Bangladesh mengalami pukulan yang telak.

Ekonomi Bangladesh yang tidak baik-baik saja sebenarnya telah dipahami oleh banyak pihak semenjak akhir tahun 2022. Al Jazeera pada Februari 2023 bahkan telah membuat laporan yang cukup spesifik dengan menyebut negara tersebut kekurangan mata uang dollar yang parah karena cadangan devisanya menipis di bawah $ 32 miliar dari sebelumnya $ 98 miliar. Mata uang taka telah turun 27% terhadap dolar, dari 84 menjadi 107 terhadap dolar.

Al Jazeera bahkan menyebut situasi Bangladesh semakin parah karena Perang Rusia – Ukraina. Ekonomi Bangladesh yang tergantung pada impor makin tak berdaya saat harga minyak global naik tak terkendali akibat perang tersebut. Inflasi nyaris menyentuh dua digit dan pengangguran kian meluas. Laporan bertajuk “Severe dollar crisis hobbles Bangladesh businesses juga menginformasikan, setidaknya ada 20 Bank dengan saldo negatif atas kepemilikan mata uang asing. Sehingga, iklim usaha diramalkan bakal makin sulit di negara tersebut.

Kedua, kondisi lain yang memunculkan ketidakpuasan atas rezim Seikh Hasina adalah kecurangan politik dan sikap Hasina yang dianggap membungkam oposisi. Partai Liga Awami yang menjadi kendaraan politik Hasina kembali menang, untuk yang keempat kalinya, secara berturut. Banyak tuduhan adanya kecurangan. Bangladesh Nationalist Party (BNP) sebagai partai oposisi bahkan menuding Liga Awami curang dan membuat Pemilu palsu. Benih kebencian politik telah tertanam dari banyak sisi.

Ketiga, kebijakan politik nepotis penguasa dalam bentuk kuota PNS yang tidak adil menjadi terasa menyakitkan bagi rakyat yang tengah menghadapi kesulitan ekonomi dan hilangnya lapangan kerja. Awalnya berupa protes yang wajar, dari para mahasiswa yang resah dengan masa depannya.

Kapolri Kaget, Presiden Kaget, tetapi Rakyat Lebih Kaget kok Mister “T” Belum Juga Ditangkap!
Benny bahkan menggambarkan bahwa Presiden dan Kapolri kaget dengan sosok yang ia sebutkan inisialnya itu. Bahkan ia menyebut rapat terbatas itu agak heboh dengan pengungkapannya tentang sosok Mr T ini.

Nepotisme yang awalnya ditoleransi itu berubah menjadi sandungan. Kekuatan moral mahasiswa yang tidak di-handle secara bijak malah bertemu dengan kepentingan lawan-lawan politik Sheikh Hasina. Lalu demontrasi berubah jadi beringas, entah siapa yang memulai. Keberingasan yang lebih dari peristiwa hura-hara 1998 di Jakarta. Jumlah kerusakan lebih banyak, bahkan korban jiwa jauh lebih berlipat-lipat lagi dari pahlawan reformasi dalam proses reformasi politik di Indonesia pada 1998.

Eskalasinya berbeda, namun plot hampir sama dengan yang terjadi di Indonesia. Di tahun 1997 kita dilanda krisis moneter yang akut. Rupiah terpuruk di hadapan dolar Amerika. Harga-harga membumbung tinggi, ekonomi rakyat sulit, mahasiswa turun ke jalan. Demonstrasi tiada henti hingga melahirkan krisis politik.

Isu KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) menjadi agenda serius para demonstran. Rezim Orde Baru memang nampak terang-terangan membangun politik yang nepotis, kolusif, dan korup. Pembangunan bukan gagal, namun dikorupsi dan tidak terdistribusi secara merata akibat kolusi dan nepotisme.

Pesan Bagi Benih Baru KKN

Pemilu 2024 ramai kembali memunculkan istilah nepotisme. Masyarakat melihat betapa benih nepotisme, korupsi, dan kolusi tengah disemai kembali di ladang politik kita. Mungkin bangsa ini telah mulai lupa dengan apa yang terjadi pada 1998.

Nepotisme hari ini telah begitu kentara dipertontonkan oleh elit kekuasaan dan politik di Indonesia. Jika dahulu nepotisme hanya tersentralisasi pada Keluarga Cendana, maka kini telah menyebar luas di semua aktor politik dan kepala daerah.

Kekuasaan Hanya Segenggam, Taburlah Kebaikan
Gunakanlah sebaik mungkin untuk mengurus rakyat dengan efektif. Taburlah kebaikan sebanyak mungkin di ladang kekuasaanmu, agar namamu langgeng dalam ingatan sejarah.

Anak-anak penguasa dan petinggi partai mendapat jalan mulus untuk menjadi pejabat dan anggota dewan. Karirnya mulus bukan karena kompetensi tetapi karena ia anak tokoh partai tertentu. Ketika suaminya pensiun dari jabatan kepala daerah, maka istri atau anaknya dimajukan untuk menggantikan. Terjadi bukan hanya di kalangan istana negara, tetapi bahkan partai oposisinya pun nepotis!

Kader-kader biasa harus merangkak terus dan tak pernah bisa meraih kursi. Tidak ada dana dan tidak ada endorse dari politisi senior. Lihatlah pula bagaimana kolusi merajalela kembali. Jabatan di BUMN, komisaris dibagi-bagi kepada para kroni. Bukan memberi prioritas kepada kalangan profesional, tetapi tim sukses-lah yang diutamakan. Tak hanya di BUMN, tetapi fenomena serupa menggejala luas pula di BUMD!

Maka, mari kita ingat kembali peristiwa 1998. Kabar yang dibawa angin tentang jatuhnya Seikh Hasina di Bangladesh karena nepotisme adalah lonceng tanda bahaya bagi semua penguasa di Indonesia yang tengah menebar nepotisme. Hati-hatilah, kau akan menuai kejatuhan!

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.