Belajar Merdeka

Belajar Merdeka

Semakin banyak bukti bahwa kita makin kehilangan banyak kemerdekaan. Padahal pembangunan seharusnya memperluas kemerdekaan itu, bukan mempersempitnya. Proklamasi Kemerdekaan telah mengantarkan bangsa ini ke depan pintu gerbang kemerdekaan, namun kita gagal menyediakan syarat-syarat budaya bagi bangsa merdeka untuk masuk ke gerbang kemerdekaan itu. Para penjajah tidak mau begitu saja pergi meninggalkan Republik, bahkan telah menyiapkan ranjau-ranjau budaya agar kita tidak pernah melewati pintu gerbang kemerdekaan itu. Bahkan nafsu menguasai dan menjajah fir'auni itu menggelora pada segelintir elite kaki tangan penjajah yang senantiasa ingin mencegah sesama warga negara lain untuk ikut merdeka dengan berperan serta mengelola berbagai sumberdaya publik yang terbatas: tambang, air, hutan, kesehatan, pendidikan, keamanan, dan ketahanan.

Nafsu fir'auni itu diwujudkan dengan memonopoli banyak sumberdaya alam maupun buatan. Ketimpangan pendapatan melebar, dan kesenjangan spasial meluas. Upaya jahat ini diawali dengan monopoli politik oleh partai-partai politik melalui pemalsuan kontitusi, manipulasi undang-undang dan regulasi. Warga negara, melalui Pemilu, dirampok hak-hak politiknya untuk memberi legitimasi atas monopoli berbagai sumberdaya itu. Pantaslah apabila Pemilu hampir selalu memilukan publik pemilih begitu pesta demokrasi itu usai. Akibat monopoli ini kelangkaannya justru terjadi. Persekolahan memonopoli pendidikan, kesempatan belajar makin terbatas, lalu gelar atau jabatan akademik begitu saja diraih para politikus. Saat rumah sakit dan industri farmasi memonopoli kesehatan, maka layanan kesehatan justru langka dan mahal. Terobosan Ida Dayak jadi viral. Kita boleh bertanya apakah para politikus akan mencoba menjadi dokter HC.

Monopoli politik oleh partai-partai politik telah melahirkan jagad politik yang diawaki oleh para badut, bandit dan bandar politik. Sementara itu publik pemilih hanya menjadi jongos politik, bahkan presiden sekalipun hanya pesuruh partai politik, bukan mandataris MPR pemegang kedaulatan rakyat. Dunia pendidikan dibutakan secara politik, padahal berpolitik di negeri Pancasila ini berarti memasukkan nilai-nilai Pembukaan UUD45, termasuk Pancasila, dalam kerangka berpikir, merasa, dan bertindak dalam seluruh sendi kehidupan. Akibatnya, praktik politik di negeri ini jauh dari nilai-nilai Pancasila. Pelajar dan mahasiswa makin pragmatis menyiapkan diri menjadi buruh yang cukup trampil menjalankan mesin, sekaligus cukup dungu untuk setia bekerja bagi kepentingan pemilik modal terutama asing yang menjanjikan kemapanan kelas menengah.

Di bidang pendidikan yang akan segera kita rayakan, kampus-kampus berlomba-lomba membuka fakultas kedokteran. Akan kita lihat apakah layanan kesehatan makin meluas dan murah, atau justru makin langka dan mahal sementara dokter-dokternya makin memiliki empati. Jika dulu banyak kampus membuka Fakulas Hukum, kita sudah lihat bahwa makin banyak sarjana hukum, keadilan justru makin langka dan mahal. Saat ini kita sudah well over schooled, lalu kita justru makin sulit menemui perilaku terdidik. Korupsi adalah salah satu sikap tak terdidik ini.

Saat keamanan dimonopoli polisi seperti belakangan ini, kita justru melihat bahwa rasa aman itu hilang jika tidak menipis. Ketahanan kita masih lumayan karena tidak dimonopoli oleh tentara. Melalui puasa Ramadhan, ketahanan nasional kita diperkuat oleh partisipasi masyarakat melalui puasa sebagai latihan menahan diri dari syahwat perut dan kelamin. Muhammad Rasulullah mengatakan bahwa semua ancaman pertahanan dimulai dari penghambaan pada syahwat perut dan kelamin.

Nadiem Makarim meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Saya ragu atas keberhasilan kebijakan ini karena sesungguhnya yang kita butuhkan adalah kesempatan belajar merdeka. Shaum Ramadhan lagi-lagi merupakan sumbangsih ummat Islam atas keterdidikan bangsa ini, karena melalui Ramadhan sebagai bulan pendidikan telah menghasilkan warga negara yang senang belajar, hidup sederhana, sehat dan peduli sehingga senang berbagi tanpa membebani APBN atau APBD. Tantangan setiap peradaban adalah merdeka dengan masukan energi minimal. Puasa mengajarkan kita untuk belajar merdeka dengan cara itu.

Gunung Anyar, 30 April 2023

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.