Pada Rabu (3/1/2024), Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, mengatakan, Amerika Serikat tidak menganggap tindakan militer Israel di Gaza sebagai genosida. Miller menyampaikan hal itu dalam konferensi pers untuk menanggapi Afrika Selatan yang memulai proses peradilan terhadap Israel di Mahkamah Pidana Internasional, terkait dengan genosida di Jalur Gaza.
“Ini adalah tuduhan yang harus diverifikasi secara hati-hati. Kami tidak melihat tindakan apa pun yang mengarah pada genosida,” kata Miller.
Gedung Putih juga menganggap bahwa gugatan yang diajukan oleh Afrika Selatan ke Mahkamah Internasional, yang menuduh Israel melakukan “genosida” terhadap warga Palestina di Jalur Gaza, tidak berdasar dan membahayakan secara militer. Pernyataan tak berbeda dengan Miller dan Gedung Putih itu juga dikeluarkan oleh Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby.
“Gugatan ini tidak berdasarkan fakta apa pun,” pungkas Kirby.
Pengadilan mengatakan bahwa mereka akan mengadakan jajak pendapat publik pada tanggal 11 dan 12 Januari 2024 atas permintaan Afrika Selatan. Sementara Israel mengatakan bahwa mereka akan melakukan pembelaan diri terhadap tuduhan tersebut.
Baca juga: Militer Israel Semakin Terpuruk Hadapi Pejuang di Gaza
Afrika Selatan mengajukan gugatan terhadap Israel ke Mahkamah Internasional pada Selasa, 2 Januari 2024. Israel dianggap telah melanggar hak asasi manusia berdasarkan Konvensi Genosida 1948. Konvensi Genosida (Convetion on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide 1948) adalah salah satu konvensi hak asasi manusia internasional yang tertua. Konvensi itu lahir bahkan sebelum Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM).
Agresi Israel yang sedang berlangsung di Gaza menyebabkan terbunuhnya lebih dari 22.000 warga Palestina yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak. Selain itu, juga menyebabkan kehancuran di sebagian besar wilayah Jalur Gaza dan mengakibatkan munculnya bencana kemanusiaan bagi penduduk Gaza yang berjumlah 2,3 juta orang.
Mahkamah Internasional didirikan setelah Perang Dunia II. Ia merupakan badan peradilan tertinggi di Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengadili perselisihan antar negara. Meski pun keputusan pengadilan tersebut mengikat secara hukum, tetapi pengadilan tersebut tidak memiliki banyak pengaruh untuk melaksanakan putusannya.
(Sumber: Al Jazeera)
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!