Dai Digital: Kekuatan Baru Politik Islam di Indonesia

Dai  Digital: Kekuatan Baru Politik Islam di Indonesia
Dai Digital: Kekuatan Baru Politik Islam di Indonesia / Foto Istimewa

Di dalam beberapa tahun terakhir, dinamika politik Islam di Indonesia mengalami transformasi yang signifikan. Jika dulu para dai lebih banyak dikenal melalui mimbar masjid, majelis taklim, atau program televisi, kini mereka hadir dalam bentuk baru yang jauh lebih masif dan dinamis: dai digital. Melalui platform media sosial semisal YouTube, TikTok, Instagram, dan Twitter, mereka menjangkau jutaan umat -- terutama generasi muda -- dengan gaya dakwah yang lebih santai, interaktif, dan mudah dipahami.

Fenomena ini bukan sekadar perubahan medium komunikasi, melainkan perubahan fundamental dalam cara pesan keagamaan dan politik disampaikan dan diterima. Dai digital kini menjadi aktor yang sangat berpengaruh dalam membentuk opini publik dan arah politik umat Islam di Indonesia.

Media Sosial sebagai Panggung Politik baru menjadi ruang publik baru yang efektif bagi para dai untuk menyebarkan dakwahnya. Tidak hanya membahas soal akhlak dan ibadah, banyak dai yang juga mengangkat isu-isu politik dan sosial. Ceramah mereka kerap menyinggung kebijakan pemerintah, isu korupsi, kondisi sosial ekonomi, hingga seruan untuk memilih pemimpin yang dianggap “beriman” dan menjunjung nilai-nilai Islam.

Kelebihan media sosial adalah kemampuan untuk menjangkau audiens dalam jumlah besar dengan biaya yang relatif rendah. Konten berupa video singkat, live streaming interaktif, dan infografis menarik, membuat pesan dakwah cepat tersebar dan mudah dicerna. Algoritma platform juga membantu menyebarkan pesan ini ke segmen yang tepat, sehingga pengaruh dai digital menjadi sangat masif.

Matahari Kembar dan Indonesia Gelap
Di dalam perbincangan politik Indonesia, istilah “Matahari Kembar” sering digunakan untuk menggambarkan situasi ketika terdapat dua pusat kekuasaan atau figur dominan di satu institusi, partai politik, atau bahkan dalam pemerintahan. semoga saja “matahari-matahari” itu tak saling menutupi.

Meski tidak selalu eksplisit, narasi politik sering kali menjadi bagian dari isi dakwah digital. Seorang dai menyampaikan kritik terhadap sistem sekularisme, menolak liberalisme, dan menyuarakan pentingnya kepemimpinan yang berdasarkan nilai-nilai Islam. Banyak dari mereka yang secara implisit atau eksplisit mengarahkan umat untuk memilih pemimpin yang dianggap berintegritas secara agama.

Hal ini menciptakan fenomena baru, yaitu mobilisasi politik berbasis identitas agama yang tersebar luas melalui media digital. Narasi ini cukup efektif memengaruhi pilihan politik masyarakat, terutama mereka yang menginginkan representasi keagamaan yang kuat dalam pemerintahan.

Dampak Positif dan Negatif Dai Digital

Peran dai digital membawa dampak positif yang tidak bisa diabaikan. Mereka meningkatkan literasi politik umat, mendorong partisipasi politik yang lebih sadar, dan mengajak masyarakat untuk lebih kritis dalam memilih pemimpin. Ini adalah bentuk peran dakwah yang memerkuat demokrasi dan partisipasi umat dalam kehidupan berbangsa.

Namun, dampak negatifnya juga cukup serius. Politik identitas yang disebarkan bisa memerkuat polarisasi dan memerlebar jurang perpecahan di antara kelompok umat Islam sendiri. Kadang bahasa yang digunakan bersifat provokatif dan menyederhanakan persoalan kompleks menjadi dikotomi hitam-putih, yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal.

Selain itu, dominasi dai digital berpotensi menggeser posisi ulama tradisional yang selama ini menjadi rujukan umat. Ulama pesantren dan MUI kini dianggap kurang relevan oleh sebagian generasi muda yang lebih nyaman dengan gaya dakwah yang modern dan interaktif di media sosial.

Etika Dakwah

Kehadiran dai digital dalam ranah politik menghadirkan tantangan besar bagi regulasi dan etika dakwah. Negara harus mampu menjaga keseimbangan antara kebebasan beragama dan berekspresi dengan upaya mencegah penyebaran ujaran kebencian, hoaks, dan politisasi agama yang berlebihan.

Di sisi lain, dai digital juga harus memegang prinsip etika dakwah yang bertanggung jawab. Mereka perlu menghindari ujaran yang memecah belah, memastikan kebenaran informasi, dan menegakkan inklusivitas dalam setiap pesan yang disampaikan.

Menuju Kebahagiaan Hidup
Lantas bagaimana meraih kebahagiaan? Bagaimana konsep dalam Islam untuk memeroleh kebahagiaan hakiki?

Dai digital adalah kekuatan yang tidak bisa diabaikan dalam politik Islam Indonesia masa kini dan mendatang. Mereka punya potensi besar untuk menggerakkan perubahan positif, asal niat dan cara mereka berjalan di jalur yang benar.

Yang dibutuhkan adalah sinergi antara dai, umat, dan pemangku kebijakan, untuk membangun ruang digital yang sehat dan konstruktif. Dakwah harus menjadi medium yang tidak hanya menggerakkan umat secara spiritual, tetapi juga membangun masyarakat yang kritis, toleran, dan demokratis. Dengan pendekatan yang matang, politik Islam melalui dai digital dapat menjadi kekuatan pembangun bangsa, bukan sumber perpecahan. Ini adalah tantangan sekaligus peluang besar bagi Indonesia dalam mengelola pluralitas dan dinamika politik di era informasi.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.