Allah ﷻ berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung” – QS. Al Maidah:90
Judi online (judol) begitu mendominasi berita di berbagai media, sehingga sangat menggemparkan masyarakat dunia, tak terkecuali di negara Indonesia. Sejumlah data tentang peristiwa bunuh diri yang disebabkan oleh kecanduan judol tersaji dalam berita di beberapa media, tak terkecuali media internet. Di antaranya, seseorang ditemukan gantung diri dalam posisi kendaraannya parkir di bahu Jalan Tol Tangerang-Merak Km 52 Ciputat; Seorang pria berinisial KA ditemukan tewas gantung diri di Mataram, NTB, diduga akibat terlilit utang dan kecanduan judi online; Anggota TNI bunuh diri akibat terlilit utang judi online; Perwira TNI AL asal Sumatera Utara (Sumut), Lettu Laut (K) ED, 31 tahun, tewas karena judol; Seorang pria di Kota Semarang nekat mengakhiri hidup dengan cara gantung diri di dalam rumahnya, diduga karena terjerat utang untuk judi online; dan masih banyak lagi lainnya.
Sungguh! Sangat memilukan dan memalukan bahwa ada hasil survei internasional yang konon menunjukkan bahwa Indonesia yang notabene mayoritas penduduknya adalah penganut agama Islam, justru menjadi negara terbanyak pelaku Judi online dibandingkan negara yang mayoritas beragama non Islam. Sementara jika dilihat dari profesi, pelaku judol di Indonesia sangat heterogeny. Ada PNS/ASN, petani, pedagang, pelaut, tukang ojek, supir taksi, TNI-POLRI, anggota legislatif, yudikatif, serta pegawai swasta dan lain sebagainya.
Di dalam pandangan Islam, judi dianggap sebagai salah satu perbuatan yang sangat dilarang dan berbahaya, baik dari segi agama maupun sosial. Ada beberapa alasan mengapa judi dianggap berbahaya menurut Islam. Pertama, judi hakikatnya mengambil harta secara tidak sah. Menurut ajaran Islam, harta harus diperoleh dengan cara yang halal, dan judi dianggap sebagai cara untuk memeroleh harta dengan cara yang haram dan tidak sah. Hal ini bisa menyebabkan ketidakadilan, di mana seseorang bisa merugikan orang lain hanya untuk memeroleh keuntungan pribadi.
Kedua, mengarah kepada kerugian. Judi sering kali berujung pada kerugian besar, baik secara finansial maupun emosional. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian dalam hidup, dan judi termasuk dalam kategori tersebut.
Ketiga, memicu kecanduan. Seperti halnya obat terlarang dan minuman keras, judi dapat menjadi kebiasaan buruk yang mengarah pada kecanduan. Menurut para pecandu, jika seseorang telah menjadi pecandu judi, ia sangatlah sulit untuk berusaha melepaskan diri. Hal ini dapat merusak sendi-sendi kehidupan seseorang, keluarga, dan masyarakat.
Keempat, mengganggu keseimbangan social. Judi dapat menimbulkan konflik antara individu dengan keluarga, serta merusak ikatan sosial dalam masyarakat. Orang yang terlibat judi sering kali lebih fokus kepada permainan dan uang, serta mengabaikan tanggung jawab sosial dan moral terhadap diri sendiri, keluarga, dan lingkungan masyarakat.
Kelima, secara tegas judi dilarang dalam Al Qur'an. “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung” – QS. Al Maidah:90
Keenam, mengganggu spiritualitas. Judi dapat mengalihkan perhatian seseorang dari kewajiban agama, semisal shalat, berzikir, dan kegiatan positif lainnya. Hal ini dapat merusak hubungan seorang Muslim dengan Allah.
Lalu, apa saja faktor-faktor yang memengaruhi banyaknya pelaku Judi online di Indonesia? Hipotesis bahwa yang menjadi faktor-faktor yang memengaruhi banyaknya pelaku Judi online di Indonesia adalah:
Pertama, Faktor Kemiskinan. Artinya, rakyat Indonesia yang mayoritas muslim itu hidup dalam kemiskinan. Wajar jika Presiden Prabowo Subianto dalam sidang G20 mengatakan, sekitar 25% anak Indonesia setiap hari hidup dalam kelaparan. Orang yang hidup dalam kemiskinan selalu berangan-angan dan atau berhayal ingin hidup dalam kemewahan, berlimpah harta, sehingga dengan berjudi dianggap sebagai jalan pintas yang merupakan alternatif yang dianggap mudah dilakukan. Fakta menunjukkan, terdapat 2,7 juta penjudi online, di antaranya adalah 2,1 juta orang miskin yang bermain judi dengan taruhan Rp 100.000 ke bawah.
Rasulullah ﷺ bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Na’im, “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran”. Itulah, sehingga pemerintah wajib membuat program yang bertujuan untuk menyejahterakan rakyat agar mentas dari kemiskinan.
Kedua, Faktor Kebijakan Pemerintah. Artinya, kebijakan pemerintah kurang berpihak kepada rakyat. Misalnya, pengelolaan SDA tidak banyak menyertakan masyarakat, sehingga mengakibatkan banyaknya pengangguran dan pada gilirannya banyak masyarakat hidup dalam kemiskinan. Terbukti, jika kita telisik lebih dalam, tidak terlampau tampak kontribusinya terhadap sumber APBN, karena 90% APBN bersumber dari pajak, sementara hasil SDA tak tampak kontribusinya terhadap APBN. Padahal Konstitusi kita yaitu UUD NRI 1945 pasal 33 menyatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Ketiga, Faktor Lemahnya Penegakan Hukum. Lembaga yang bertugas untuk menegakkan hukum cenderung lemah. Tidak sedikit kasus yang menunjukkan tentang bagaimana hukum mudah diperjualbelikan dan acapkali tajam ke bawah tumpul ke atas. Tengoklah kasus hakim yang keputusannya membebaskan seorang pembunuh karena disuap milyaran rupiah. Seharusnya, apabila ada penegak hukum yang kedapatan dan terbukti melanggar hukum, maka jatuhkan hukuman dengan seadil-adilnya. Tidak boleh menetapkan keputusan hukum yang jauh dari rasa keadilan bagi masyarakat. Hal ini walau mungkin tidak berkorelasi langsung, tetapi berpengaruh, karena terdapat rasa frustrasi sebagian besar masyakat terhadap penegak hukum di Indonesia, yang pada gilirannya masyarakat melawannya dengan perbuatan melawan hukum, yaitu dengan judol.
Keempat, Faktor Lemahnya Keteladanan Tokoh Agama. Para tokoh agama tidak sedikit yang tak bisa menjadi teladan, semisal mudah disuap, mudah korupsi untuk memerkaya dirinya (sebagai contoh kasus sebagian quota Jamaah Haji reguler yang diperjualbelikan), dan masih banyak contoh lainnya.
Kelima, Faktor Lemahnya Da'i dan atau Mubaligh. Lemahnya mereka kemungkinan disebabkan karena da'i tidak sedikit yang hidup dalam kefakiran dan atau tidak memiliki penghasilan rutin. Maka, hal ini bisa sangat mungkin memengaruhi mereka dalam kesungguhannya dan atau keseriusannya dalam berdakwah. Mereka menjadi kurang semangat berdakwah, karena masih banyak masalah dan urusan yang bersifat primer tentang diri dan keluarganya.
Kesimpulan
- Secara keseluruhan, Islam memandang judi sebagai suatu aktivitas yang merugikan, tidak produktif, dan bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan. Karena itu, umat Islam diminta menjauhi judi dan segala bentuk aktivitas lain yang dapat menjerumuskan mereka ke dalam kerugian dan dosa.
- Minimal ada 5 faktor yang kemungkinan menjadi pengaruh banyaknya pelaku Judi online di Indonesia. Lima faktor inilah yang seharusnya menjadi titik perhatian serius untuk diatasi bersama, dengan solusi yang tepat sasaran dan tepat guna. Dan faktor yang dominan itu sesungguhnya adalah Kemiskinan.
Wallahu a'lam bishawab.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!