Biografi Hasan Al-Banna Sang Mujahid
Hasan Al-Banna bukan sekadar seorang ulama atau aktivis biasa. Ia adalah arsitek kebangkitan Islam modern. Ia seorang pemimpin visioner yang menyalakan kembali obor perjuangan umat di tengah kegelapan kolonialisme.
Lahir pada 14 Oktober 1906 di Mahmudiyah, Delta Nil, Mesir, Hasan Al-Banna tumbuh dalam lingkungan yang sarat dengan keilmuan dan kesalehan. Ayahnya, Syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Banna, adalah seorang ahli hadits yang sejak dini menanamkan kecintaan terhadap Islam dan ilmu pengetahuan.
Sejak kecil, Hasan Al-Banna telah menunjukkan kecerdasan luar biasa. Hafal Al Qur’an sejak usia muda, ia aktif dalam berbagai kegiatan keagamaan dan kepemudaan. Dididik dalam semangat kesederhanaan dan kedisiplinan, ia mengasah pikirannya di Madrasah Dasar Al-Rasyad dan kemudian di Sekolah Guru Darul Ulum di Kairo. Di Kairo inilah kesadarannya semakin tajam akan keterpurukan umat Islam yang dijajah, diinjak-injak martabatnya oleh Barat, dan dikungkung penguasa boneka yang tunduk kepada kepentingan asing.
Di Kairo, ia mendalami Islam bukan hanya sebagai agama, tetapi sebagai sistem kehidupan yang komprehensif. Ia tidak puas hanya dengan memelajari teori. Ia ingin menggerakkan umat serta membebaskan mereka dari kebodohan dan belenggu penjajahan. Hasan Al-Banna memahami bahwa dakwah bukan sekadar ceramah, tetapi aksi nyata yang menyentuh semua aspek kehidupan.
Baca Juga :

Ikhwanul Muslimin: Revolusi Pemikiran dan Perlawanan
Tahun 1928 menjadi titik balik sejarah, ketika Hasan Al-Banna mendirikan Ikhwanul Muslimin di Ismailiyah, sebuah kota yang dikuasai kepentingan Inggris. Ia melihat umat Islam kehilangan arah, tercerabut dari identitasnya, dan tunduk kepada sistem yang merusak akidah serta moral mereka. Dengan Ikhwanul Muslimin, ia memulai gerakan reformasi yang menggabungkan dakwah, pendidikan, ekonomi, dan politik dalam satu kesatuan perjuangan.
Gerakan Ikhwanul Muslimin bukan sekadar perkumpulan diskusi, melainkan sebuah revolusi pemikiran. Ikhwanul Muslimin pun tumbuh pesat, menjangkau seluruh Mesir, bahkan melintasi batas-batas negara. Hasan Al-Banna membangun sekolah-sekolah, masjid, lembaga sosial, serta sistem kaderisasi yang melahirkan generasi pejuang Islam yang siap mengembalikan kejayaan umat.
Namun, perjuangan Hasan Al-Banna tidak diterima oleh semua pihak. Pemerintah Mesir yang menjadi antek Barat ketika itu mulai ketakutan dengan pengaruh Ikhwanul Muslimin yang semakin kuat. Ketika gerakan ini mengirimkan pejuangnya ke medan perang Palestina untuk melawan Zionis pada tahun 1948, penguasa Mesir melihatnya sebagai ancaman besar.
Maka, Ikhwanul Muslimin akhirnya dilarang. Ribuan anggotanya ditangkap. Dan berbagai propaganda dilancarkan untuk membungkam suara perjuangan.
Dukungan untuk Kemerdekaan Indonesia
Hasan Al-Banna tidak hanya berjuang untuk Mesir. Ia memiliki solidaritas global tentang kebangkitan Islam, termasuk di Indonesia yang saat itu sedang berjuang meraih kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Ia secara tegas menyerukan kepada dunia Islam untuk mendukung Indonesia dan mengecam kolonialisme yang mencengkeram negeri-negeri Muslim.
Salah satu bentuk dukungannya adalah melalui diplomasi dan mobilisasi umat Islam internasional. Berkat lobi-lobi yang dilakukan oleh Hasan Al-Banna dan jaringan Ikhwanul Muslimin, Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia di tahun 1947. Ini bukan sekadar pengakuan diplomatik, melainkan sebuah pesan kepada dunia bahwa umat Islam harus bersatu melawan penjajahan.
Baca Juga :

Hasan Al-Banna juga menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh Islam Indonesia semisal Mohammad Natsir, pemimpin Partai Masyumi dan Perdana Menteri Indonesia kelima yang dikenal sebagai pejuang Islam. Hubungan ini memerkuat gerakan Islam di Indonesia yang terinspirasi oleh perjuangan Ikhwanul Muslimin dalam membangun peradaban Islam yang kokoh.
Bukan hanya Natsir. Tokoh seperti Haji Agus Salim dan Syafruddin Prawiranegara juga berinteraksi dengan gerakan Islam di Timur Tengah. Mereka memanfaatkan jaringan ini untuk memerkuat posisi Indonesia dalam diplomasi global. Fatwa jihad yang dikeluarkan ulama Indonesia untuk melawan penjajah mendapat resonansi di dunia Islam berkat dukungan Hasan Al-Banna dan Ikhwanul Muslimin.
Kesyahidannya: Sebuah Konspirasi Pembungkaman
Hasan Al-Banna telah menjadi ancaman besar bagi rezim Mesir yang dikendalikan oleh kepentingan asing. Sehingga, pada 12 Februari 1949, dalam sebuah konspirasi, ia ditembak oleh agen pemerintah di Kairo. Dibiarkan terluka tanpa pertolongan medis, ia akhirnya gugur dalam keadaan syahid.
Pemerintah Mesir berusaha menutupi pembunuhan ini, mengisolasi keluarganya, dan melarang pemakamannya dihadiri oleh massa. Namun, peluru yang membunuh Hasan Al-Banna tidak pernah bisa mematikan api perjuangannya.
Baca Juga :

Pemikiran Hasan Al-Banna terus menginspirasi, gerakannya terus berkembang, dan semangatnya terus hidup dalam jiwa-jiwa yang merindukan kebangkitan Islam. Ikhwanul Muslimin tidak mati. Ia justru semakin kuat dan menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Warisan Abadi Hasan Al-Banna
Hasan Al-Banna bukan hanya nama dalam lembaran sejarah, tetapi simbol perlawanan terhadap penindasan. Ia telah membangun fondasi bagi kebangkitan Islam yang tidak hanya mengandalkan retorika, tetapi aksi nyata. Pemikirannya tentang pembinaan kader, jihad melawan penjajahan, dan perlawanan terhadap sistem sekuler yang menindas Islam terus relevan hingga hari ini.
Di Indonesia, warisan Hasan Al-Banna bukan sekadar dalam bentuk organisasi, tetapi dalam jejak perjuangannya yang terus menginspirasi umat. Pemikirannya tentang pendidikan, perjuangan, dan kepemimpinan Islam telah membentuk pola pikir banyak aktivis Islam dalam memahami Islam sebagai sistem yang menyeluruh. Prinsip-prinsip perjuangannya melahirkan semangat kebangkitan Islam yang tidak hanya berkutat pada ranah spiritual, tetapi juga membangun kesadaran sosial, politik, dan intelektual di tengah umat.
Semangat Hasan Al-Banna menegaskan bahwa Islam bukan sekadar keyakinan individu, melainkan jalan hidup yang harus ditegakkan dalam seluruh aspek kehidupan. Metode dakwahnya yang berbasis kaderisasi dan pemberdayaan masyarakat tetap menjadi inspirasi hingga kini.
Hasan Al-Banna telah pergi. Tetapi gagasan dan perjuangannya tetap hidup, menjadi pilar bagi mereka yang berjuang menegakkan Islam di berbagai belahan dunia.
Hari ini, 12 Februari, adalah hari kesyahidannya. Kita tidak boleh melupakan sosok yang telah mengorbankan segalanya demi Islam. Semangat Hasan Al-Banna harus terus menyala di dalam dada setiap Muslim yang merindukan keadilan, kebenaran, dan kejayaan Islam.
Hasan Al-Banna telah pergi, tetapi perjuangannya tidak akan pernah padam.

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!